Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Sandra kembali mengalami morning sickness hingga membuatnya harus membuka matanya dan berlari menuju kamar mandi. Ia kemudian memuntahkan cairan kuning pekat yang membuatnya semakin yakin bila dirinya tengah mengandung. Sandra mengusap wajahnya kemudian menatap dirinya di depan pantulan cermin lalu menghela napasnya dengan pelan. “Lima tahun yang lalu, aku memutuskan untuk menjaganya karena tidak pernah berniat menjadi istrinya Gery. Akhirnya berhasil. Sampai aku bertemu dengan Gerald, aku tidak pernah hamil anaknya Gery. “Kejadian di malam itu, mengantarkanku pada titik masalah yang entah bisa atau tidak, kami melewatinya. Bagaimana caraku memberi tahu kepada Gery? Semakin hari, perutku pasti akan membesar.” Sandra menundukkan kepalanya kemudian mengusapi perut ratanya itu. Ia kemudian mengambil alat tes kehamilan yang sudah dia beli kemarin malam bersama Gerald. Lalu, kembali masuk ke dalam toilet untuk melakukan tes kehamilan. Apakah bena
Dua minggu berlalu. Usia kehamilan Sandra pun sudah menginjak tujuh minggu. Masih sama seperti saat pertama kali tahu bahwa dirinya tengah hamil, Sandra masih mengalami morning sickness. Namun, bila sudah malam, mabuk hamil itu hilang begitu saja. Seperti tidak sedang hamil dan berhasil membuat Sandra bingung sendiri dengan hormon yang dia alami itu. Namun, selalu ia nikmati karena banyaknya perhatian yang diberikan oleh Gerald kepadanya. “Lagi apa?” tanya Gerald di seberang sana. “Lagi ngelus perut.” “Emangnya perutnya kenapa? Mules, atau lapar?” Sandra terkekeh pelan. “Kalau malam-malam begini, mual dan lemasnya hilang. Kayaknya dia nggak mau dibawa ngajar deh. Atau mungkin, nggak mau diajak ketemu sama papanya.” “Enak aja! Mau aku culik, kalau nggak mau ketemu sama aku.” Gerald tak terima dengan ucapan perempuan itu. “Just kidding, Gerald. Kamu lagi di mana? Di apartemen, atau di rumah?” “Di gazebo. Lagi nunggu Mommy pulang. Lagi dinner sama Papa.” “Mau ngapain?” tanya San
Brak!"Sandra! Bangun, Sandra." Gerald kemudian menggendong tubuh perempuan itu dan membawanya keluar dari kamarnya. Perempuan itu tak sadarkan diri setelah keluar dari kamar mandi. Beruntung, Gerald selalu memantau CCTV yang sudah dipasang juga di kamar Sandra.“Sandra kenapa, Ger?” tanya Joseph panik melihat Sandra tidak sadarkan diri. “Pingsan, Joseph. Ke rumah sakit sekarang juga!” titahnya kepada Joseph. Ia memang membawa sahabatnya itu setelah melihat Sandra tak sadarkan diri setelah keluar dari kamar mandi. Setibanya di rumah sakit, Sandra langsung diperiksa kondisinya oleh Dokter Fauzi. Meskipun sudah memberi tahu Kayla, ia belum mau memeriksa kehamilan Sandra ke rumah sakit milik papanya itu. Walaupun rumah sakit tersebut sudah atas nama Kayla. Mamanya yang mengelola rumah sakit tersebut. “Bagaimana kondisinya, Dok?” tanya Gerald kemudian. “Hanya kelelahan saja. Mabuk saat hamil memang begitu, Mas. Sering pingsan, mual muntah itu sudah biasa terjadi. Diinfus saja dulu. Tu
Sandra mengikutinya dari belakang seraya melihat punggung Gerald yang tegap dan berani, masuk ke dalam rumah untuk menemui Gery di sana. Dering ponsel Sandra berbunyi. Ia kemudian mengambilnya dan melihat siapa yang sudah menghubunginya. “Dari siapa?” tanya Gerald setelah keduanya masuk ke dalam rumah. “Gery. Sepertinya dia sudah tidak ada di rumah, Gerald.” Sandra berucap dengan pelan. “Aku angkat telepon dari dia dulu,” ucapnya kemudian menggeser tombol hijau di layar ponselnya tersebut. “Dari mana kamu? Kenapa masih pagi sudah tidak ada di rumah?” tanyanya datar. “Maaf, Gery. Aku tadi ada urusan dengan temanku.” Gery menghela napas kasar. Kemudian menutup panggilan tersebut. Hanya untuk memarahi Sandra karena sudah pergi tanpa seizinnya. “Gery, sudah pergi lagi?” tanya Gerald kemudian. Sandra menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Sudah tidak ada. Kamu bisa cek CCTV dulu harusnya tadi.” “Lupa. Sebenarnya kamu tahu nggak, basecamp tempat dia kumpul? Aku ingin bertemu dengan
Sesampainya di rumah, Gerald langsung memasang wajah datarnya kala melihat orang tua Cynthia dan juga perempuan itu. Ia kemudian duduk di depan ketiga orang tersebut dan menghela napasnya dengan pelan. “Mohon maaf, Om, Tante. Aku nggak bermaksud untuk menyakiti perasaan kalian. Aku tidak pernah berniat untuk menikah dengan Cynthia. Hanya saja, Papa selalu memaksa aku untuk menikah dengan dia. “Aku nggak mau, menikah dengan orang yang nggak sama sekali aku cintai. Aku bukan boneka yang harus nurut apa kata tuannya. Jangan kembali lagi ke rumah ini untuk memintaku agar segera tunangan dengan dia. Sampai kapan pun aku akan tetap menolaknya.” Jason naik pitam mendengar ucapan anaknya itu. Bagaimana tidak, dia sudah membuat malu keluarga lantaran menolak dengan keras perjodohan itu. Bisa jadi, Jason akan menonjok wajah Gerald bila orang tua Cynthia sudah pulang. Gerald kembali keluar dari rumah itu setelah memberi tahu, lebih tepatnya menolak dengan tegas perjodohan itu. Saat Sandra be
Gery memijat-mijat keningnya setelah melihat kondisi Sandra yang harus dirawat di rumah sakit setelah mengalami pendarahan. “Jadi, Anda suaminya? Yang setiap kali periksa, itu adiknya?” tanya Dokter Fauzi kepada Gery. Bahkan, ia terheran-heran karena melihat Gery yang membawa Sandra ke sana dengan kondisi darah mengalir di paha perempuan itu. “Usia kandungannya sudah berapa bulan, Dok?” tanya Gery kemudian. “Sepuluh minggu, dua bulan dua minggu. Beruntung, bayinya tidak kenapa-napa, hanya pendarahan biasa saja. Rutin minum obat dan susu ibu hamil juga yang menguatkan janinnya.” Semakin lemas lah tubuh Gery kala mendengar penuturan Dokter Fauzi. Selama hampir enam bulan ini dia tidak pernah menyentuh Sandra sekali pun. Tapi, usia kandungan Sandra baru memasuki usia tiga bulan. Tentu saja bukan hasil dia, melainkan orang lain yang akan dia cari, di mana pria itu berada. “Kalau ada masalah, sebaiknya dibicarakan baik-baik, Mas. Jangan mencelakai istri sendiri apalagi dia dalam keada
“Mas! Buka pintunya! Jangan kurung aku di sini!” teriak Sandra sembari menggedor pintu kamarnya. Ia sudah dibawa pulang oleh Gery karena tidak ingin mereka bertemu kembali. Tidak mau Sandra kenapa-kenapa, dengan beraninya Gerald masuk ke dalam rumah tersebut kemudian menarik tangan Gery. Bugh! “Elo pikir, dengan cara kayak gini akan buat gue nyerah dan nggak akan menemui Sandra lagi? Bahkan gue udah tahu di mana rumah kalian!” pekik Gerald yang sudah naik pitam dengan sikap kasar Gery. “Sandra masih harus dirawat, Gery. Gue nggak akan biarin elo melukai Sandra sedikit pun. Ini rumah mau elo jual, kan? Jual aja! Biar Sandra tinggal di rumah gue!” pekik Gerald lagi. Kedua lelaki itu tengah memiliki amarah yang membuncah dalam diri masing-masing. Adu tonjok pun dimulai saat Gerald berani memukul wajah Gery. “Gila lo, Gerald! Gilak! Elo masih muda, banyak cewek yang mau sama elo. Kenapa mau sama cewek yang udah punya suami?” teriak Gery kemudian. “Karena gue cinta, sama Sandra. Dar
"Ada apa?" Dengan cepat, Kayla datang ke sekolah setelah Jason menghubunginya dan memberitahu kalau dia ada di sekolah. "Aku tadi lagi beli makan dulu di sana. Makanya nggak keliatan sama kamu," ucapnya beralasan. Jason tidak bisa berkomentar banyak karena Kayla tengah membawa makanan yang sengaja dia beli di resto depan sekolah Taruna Atmaja. "Tadi Laura berantem sama temennya. Giginya copot satu." "Haah? Siapanya yang giginya copot, Daddy?" teriak Kayla karena terkejut mendengar penuturan Jason. "Yaa lawannya si Laura. Orang tuanya minta ganti rugi. Sudah aku bayar tadi, dibawa ke rumah sakit Harapan biar nggak perlu bayar biaya rumah sakitnya." Mendengar itu, Kayla lantas tertawa sembari bertepuk tangan. "Malah ketawa. Kamu ini, sama anak sendiri malah ditertawakan." Jason menatap datar istrinya itu. "Yang penting bukan anak kita, yang giginya copot. Kamu tahu sendiri, gimana bar-barnya Laura." "Aku tidak akan membiarkan Laura jadi bar-bar seperti itu, Kayla. Aku pulang.