Dua minggu berlalu. Usia kehamilan Sandra pun sudah menginjak tujuh minggu. Masih sama seperti saat pertama kali tahu bahwa dirinya tengah hamil, Sandra masih mengalami morning sickness. Namun, bila sudah malam, mabuk hamil itu hilang begitu saja. Seperti tidak sedang hamil dan berhasil membuat Sandra bingung sendiri dengan hormon yang dia alami itu. Namun, selalu ia nikmati karena banyaknya perhatian yang diberikan oleh Gerald kepadanya. “Lagi apa?” tanya Gerald di seberang sana. “Lagi ngelus perut.” “Emangnya perutnya kenapa? Mules, atau lapar?” Sandra terkekeh pelan. “Kalau malam-malam begini, mual dan lemasnya hilang. Kayaknya dia nggak mau dibawa ngajar deh. Atau mungkin, nggak mau diajak ketemu sama papanya.” “Enak aja! Mau aku culik, kalau nggak mau ketemu sama aku.” Gerald tak terima dengan ucapan perempuan itu. “Just kidding, Gerald. Kamu lagi di mana? Di apartemen, atau di rumah?” “Di gazebo. Lagi nunggu Mommy pulang. Lagi dinner sama Papa.” “Mau ngapain?” tanya San
Brak!"Sandra! Bangun, Sandra." Gerald kemudian menggendong tubuh perempuan itu dan membawanya keluar dari kamarnya. Perempuan itu tak sadarkan diri setelah keluar dari kamar mandi. Beruntung, Gerald selalu memantau CCTV yang sudah dipasang juga di kamar Sandra.“Sandra kenapa, Ger?” tanya Joseph panik melihat Sandra tidak sadarkan diri. “Pingsan, Joseph. Ke rumah sakit sekarang juga!” titahnya kepada Joseph. Ia memang membawa sahabatnya itu setelah melihat Sandra tak sadarkan diri setelah keluar dari kamar mandi. Setibanya di rumah sakit, Sandra langsung diperiksa kondisinya oleh Dokter Fauzi. Meskipun sudah memberi tahu Kayla, ia belum mau memeriksa kehamilan Sandra ke rumah sakit milik papanya itu. Walaupun rumah sakit tersebut sudah atas nama Kayla. Mamanya yang mengelola rumah sakit tersebut. “Bagaimana kondisinya, Dok?” tanya Gerald kemudian. “Hanya kelelahan saja. Mabuk saat hamil memang begitu, Mas. Sering pingsan, mual muntah itu sudah biasa terjadi. Diinfus saja dulu. Tu
Sandra mengikutinya dari belakang seraya melihat punggung Gerald yang tegap dan berani, masuk ke dalam rumah untuk menemui Gery di sana. Dering ponsel Sandra berbunyi. Ia kemudian mengambilnya dan melihat siapa yang sudah menghubunginya. “Dari siapa?” tanya Gerald setelah keduanya masuk ke dalam rumah. “Gery. Sepertinya dia sudah tidak ada di rumah, Gerald.” Sandra berucap dengan pelan. “Aku angkat telepon dari dia dulu,” ucapnya kemudian menggeser tombol hijau di layar ponselnya tersebut. “Dari mana kamu? Kenapa masih pagi sudah tidak ada di rumah?” tanyanya datar. “Maaf, Gery. Aku tadi ada urusan dengan temanku.” Gery menghela napas kasar. Kemudian menutup panggilan tersebut. Hanya untuk memarahi Sandra karena sudah pergi tanpa seizinnya. “Gery, sudah pergi lagi?” tanya Gerald kemudian. Sandra menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Sudah tidak ada. Kamu bisa cek CCTV dulu harusnya tadi.” “Lupa. Sebenarnya kamu tahu nggak, basecamp tempat dia kumpul? Aku ingin bertemu dengan
Sesampainya di rumah, Gerald langsung memasang wajah datarnya kala melihat orang tua Cynthia dan juga perempuan itu. Ia kemudian duduk di depan ketiga orang tersebut dan menghela napasnya dengan pelan. “Mohon maaf, Om, Tante. Aku nggak bermaksud untuk menyakiti perasaan kalian. Aku tidak pernah berniat untuk menikah dengan Cynthia. Hanya saja, Papa selalu memaksa aku untuk menikah dengan dia. “Aku nggak mau, menikah dengan orang yang nggak sama sekali aku cintai. Aku bukan boneka yang harus nurut apa kata tuannya. Jangan kembali lagi ke rumah ini untuk memintaku agar segera tunangan dengan dia. Sampai kapan pun aku akan tetap menolaknya.” Jason naik pitam mendengar ucapan anaknya itu. Bagaimana tidak, dia sudah membuat malu keluarga lantaran menolak dengan keras perjodohan itu. Bisa jadi, Jason akan menonjok wajah Gerald bila orang tua Cynthia sudah pulang. Gerald kembali keluar dari rumah itu setelah memberi tahu, lebih tepatnya menolak dengan tegas perjodohan itu. Saat Sandra be
Gery memijat-mijat keningnya setelah melihat kondisi Sandra yang harus dirawat di rumah sakit setelah mengalami pendarahan. “Jadi, Anda suaminya? Yang setiap kali periksa, itu adiknya?” tanya Dokter Fauzi kepada Gery. Bahkan, ia terheran-heran karena melihat Gery yang membawa Sandra ke sana dengan kondisi darah mengalir di paha perempuan itu. “Usia kandungannya sudah berapa bulan, Dok?” tanya Gery kemudian. “Sepuluh minggu, dua bulan dua minggu. Beruntung, bayinya tidak kenapa-napa, hanya pendarahan biasa saja. Rutin minum obat dan susu ibu hamil juga yang menguatkan janinnya.” Semakin lemas lah tubuh Gery kala mendengar penuturan Dokter Fauzi. Selama hampir enam bulan ini dia tidak pernah menyentuh Sandra sekali pun. Tapi, usia kandungan Sandra baru memasuki usia tiga bulan. Tentu saja bukan hasil dia, melainkan orang lain yang akan dia cari, di mana pria itu berada. “Kalau ada masalah, sebaiknya dibicarakan baik-baik, Mas. Jangan mencelakai istri sendiri apalagi dia dalam keada
“Mas! Buka pintunya! Jangan kurung aku di sini!” teriak Sandra sembari menggedor pintu kamarnya. Ia sudah dibawa pulang oleh Gery karena tidak ingin mereka bertemu kembali. Tidak mau Sandra kenapa-kenapa, dengan beraninya Gerald masuk ke dalam rumah tersebut kemudian menarik tangan Gery. Bugh! “Elo pikir, dengan cara kayak gini akan buat gue nyerah dan nggak akan menemui Sandra lagi? Bahkan gue udah tahu di mana rumah kalian!” pekik Gerald yang sudah naik pitam dengan sikap kasar Gery. “Sandra masih harus dirawat, Gery. Gue nggak akan biarin elo melukai Sandra sedikit pun. Ini rumah mau elo jual, kan? Jual aja! Biar Sandra tinggal di rumah gue!” pekik Gerald lagi. Kedua lelaki itu tengah memiliki amarah yang membuncah dalam diri masing-masing. Adu tonjok pun dimulai saat Gerald berani memukul wajah Gery. “Gila lo, Gerald! Gilak! Elo masih muda, banyak cewek yang mau sama elo. Kenapa mau sama cewek yang udah punya suami?” teriak Gery kemudian. “Karena gue cinta, sama Sandra. Dar
"Ada apa?" Dengan cepat, Kayla datang ke sekolah setelah Jason menghubunginya dan memberitahu kalau dia ada di sekolah. "Aku tadi lagi beli makan dulu di sana. Makanya nggak keliatan sama kamu," ucapnya beralasan. Jason tidak bisa berkomentar banyak karena Kayla tengah membawa makanan yang sengaja dia beli di resto depan sekolah Taruna Atmaja. "Tadi Laura berantem sama temennya. Giginya copot satu." "Haah? Siapanya yang giginya copot, Daddy?" teriak Kayla karena terkejut mendengar penuturan Jason. "Yaa lawannya si Laura. Orang tuanya minta ganti rugi. Sudah aku bayar tadi, dibawa ke rumah sakit Harapan biar nggak perlu bayar biaya rumah sakitnya." Mendengar itu, Kayla lantas tertawa sembari bertepuk tangan. "Malah ketawa. Kamu ini, sama anak sendiri malah ditertawakan." Jason menatap datar istrinya itu. "Yang penting bukan anak kita, yang giginya copot. Kamu tahu sendiri, gimana bar-barnya Laura." "Aku tidak akan membiarkan Laura jadi bar-bar seperti itu, Kayla. Aku pulang.
Gerald membawa Sandra ke apartemennya karena rumah tersebut sudah dijual oleh Gery. Namun, rumah tersebut belum ada yang menempati dengan alasan yang tidak diketahui. “Tinggal di sini sementara. Yang penting ada tempat untuk kamu tinggali,” ucap Gerald dengan pelan kemudian mengulas senyumnya.Sandra membalas senyum itu kemudian masuk ke dalam kamar. “Aku masih memikirkan, di mana baju-bajuku. Apakah Gery membawanya, atau tetap disimpan di dalam lemariku.” “Mungkin dibawa. Tidak mungkin kalau membiarkan pakaian kamu ada di sana. Nanti aku cari tahu pemilik rumah itu, siapa yang sudah membeli rumahnya. Aku akan mengambil semua barang-barang punya kamu.” Sandra menganggukkan kepalanya. “Bagaimana dengan papa kamu, Gerald? Kalau nanti dia ke sini, lihat aku ada di sini. Pasti marah besar, kan?” Gerald menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku udah ganti sandi kuncinya. Kamu jangan khawatir, Papa akan ke sini. Dia tidak akan bisa membuka pintunya.” Sandra kemudian duduk di tepi temp
“Heuh? Hukum mati?” Gerald tampak terkejut mendengar vonis untuk Frans.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Bukan karena kasus penembakan yang dia lakukan pada kamu, melainkan karena polisi berhasil menemukan markas Frans. Gudang tempat menyembunyikan narkoba dan senjata illegal.”“Aaahh ….” Gerald manggut-manggut dengan pelan. “Jadi, hukumannya adalah hukum mati? Divonis mati?” tanya Gerald sekali lagi.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Hukuman mati. Akan dieksekusi satu bulan lagi. Hanya membutuhkan satu kali sidang dan … dibawa ke tempat eksekusi.” Jason kembali menjelaskan kepada Gerald.Sementara Gerald tersenyum menyeringai sembari melirik Sandra yang masih duduk di sampingnya. “Baguslah. Aku lega, mendengarnya.” Gerald kemudian mengulas senyumnya kepada Jason.Jason menepuk-nepuk bahu Gerald dengan pelan. “Cepat sembuh, Gerald. Selesaikan kuliah kamu, lulus dengan predikat baik dan … menikahlah.” Jason menerbitkan senyum tulus kepada sang anak.Gerald menganggukkan kepalanya.
“Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Jason dengan suara paniknya.Gerald langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang operasi untuk mengambil peluru yang menancap di tubuh lelaki itu. Kurang dari dua jam lamanya operasi itu akhirnya selesai dilakukan.“Operasinya berjalan dengan lancar. Beruntung, peluru itu hanya menancap di bagian tulang belakang. Peluru itu sudah berhasil diambil dan kondisinya saat ini masih kritis. Kami akan membawanya lima menit lagi ke ruang intensif untuk melakukan perawatan selanjutnya sampai kondisinya kembali normal,” tutur Dokter Azmi—penanggung jawab kala operasi pengambilan peluru di tubuh Gerald.Sandra menghela napas lega setelah mendengar kabar dari Dokter Azmi bila Gerald selamat dari tembakan itu. Ia mengalami sedikit trauma bila seseorang terluka oleh luka tembak. Sebab Gery meninggal oleh peluru yang menancap di jantungnya. Sehingga membuat Gery tidak bisa diselamatkan.Kayla datang dengan wajah paniknya. “Sayang. Kamu baik-bai
Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Hari ini adalah hari Minggu. Gerald dan Sandra pergi ke mall untuk belanja keperluan bayi yang sama sekali belum mereka beli.“Karena bayinya laki-laki, lebih baik kita beli warna yang lebih ke warnah laki-laki. Seperti warna biru, putih atau abu-abu. Yang cerah-cerah. Oke?” Sandra memberi saran kepada Gerald.Pria itu memberikan jempolnya kepada Sandra. “Oke, Sandra. Terserah kamu saja, yang penting semua keperluan untuk bayi kita sudah terpenuhi.”Sandra kemudian menerbitkan senyumnya. “Kita beli baju dulu kalau begitu. Baju, celana, handuk, selimut dan topi. Kaus kaki juga.”Gerald menggenggam tangan Sandra dan membawanya masuk ke dalam toko perlengkapan serba ada. Lengkap, berbagai macam keperluan bayi ada di sana.“Yang ini bagus, nggak?” Sandra menunjuk pakaian bayi kepada Gerald.“Bagus. Ambil aja yang menurut kamu cocok, Sayang. Jangan tanya aku. Aku mah terserah kamu aja. Kalau kata kamu bagus, berarti bagus juga menurut aku.”Sandra
“Bentar ... mau mandi dulu!” teriak Gerald menjawab panggilan dari mamanya itu.Sandra lantas memukul lengan lelaki itu. “Ishh! Gerald. Gak usah teriak juga.”Gerald terkekeh pelan. “Aku mau mandi dulu. Mau mandi lagi nggak?”Sandra menggeleng. “Mau cebok aja. Mandi mah besok pagi lagi aja.”“Ya sudah. Aku mandi dulu.”Sandra mengangguk. Ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan area sensitifnya terlebih dahulu.Sepuluh menit kemudian Sandra keluar dari kamarnya dan menghampiri Kayla dan juga Jason serta Laura yang sudah menunggu mereka tiba di sana untuk makan malam bersama.“Gerald sudah dipanggil?” tanya Jason kepada Kayla.“Sudah. Tadi katanya mau mandi dulu,” ucapnya menjawab pertanyaan sang suami.Jason mengerutkan keningnya. “Kok, aku nggak lihat kamu naik tangga?”Kayla mengendikan bahunya. “Mungkin kamu lagi sibuk dengan rainbow cake buatan Sandra. Makanya nggak lihat aku ke atas.”Jason manggut-manggut dengan pelan. Ia kemudi
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Dering ponsel Sandra berbunyi, panggilan dari Gerald. Ia kemudian segera menerima panggilan tersebut.“Halo, Gerald?” tanyanya kemudian.“Sandra. Hari ini mungkin aku pulang jam tujuh malam. Banyak tugas yang harus aku kerjakan soalnya. Mengejar ketertinggalan tiga bulan nggak masuk.”“Oh iya, Gerald. Nanti aku simpan kuenya di kulkas saja kalau begitu. Kalau lapar, tinggal ambil saja di sana, yaa.”“Iya, Sayang. Ya sudah kalau begitu aku lanjut nugas lagi.” Gerald menutup panggilan tersebut setelah memberi tahu bila dirinya akan pulang malam. Khawatir Sandra cemas lantaran tidak ada pulang di jam yang biasanya dia pulang.Sandra kemudian keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri. Menghampiri Kayla yang sedang menggendong Felisha.“Mamanya ke mana, Mom?” tanya Sandra kepada Kayla.“Lagi mandi dulu katanya. Biar pulang nggak perlu mandi lagi.”Sandra manggut-manggut. “Gerald tadi telepon, katanya dia akan pulang di jam tujuh. Ada banyak tugas
Satu minggu sebelum tragedi ....Gery menemui Jason di gedung International Global.“Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda.” Gery berucap dengan tegas dan datar.“Apa itu?” tanyanya ingin tahu. “Silakan duduk.” Jason mempersilakan Gery duduk di sofa yang tak jauh dari kursi kebanggaannya.Gery menghela napasnya dengan panjang. “Anda masih belum ingin menyetujui hubungan Sandra dan Gerald? Saya sudah ikhlas mereka bersama, Pak Jason. Kalau masalahnya ada pada saya ....” Gery memberikan dokumen surat permohonan cerai kepada Jason.“Saya sudah menandatangani surat cerai ini dan dua minggu lagi sidang dimulai. Semoga hakim menyetujui permohonan ini dan Sandra akan saya minta mengenakan pakaian longgar agar tidak kelihatan kalau dia sedang hamil. Tolong, Pak Jason. Saya hanya bisa berharap banyak pada Gerald.“Dia pasti bisa menjaga Sandra dari Frans. Saya tidak ingin Sandra jadi budak Frans. Anda pasti tahu bagaimana kejamnya dia kepada perempuan. Bukan karena cinta, tapi obsesi. Saya,
“Morning!” Gerald menyapa anggota keluarganya yang tengah duduk menunggunya keluar untuk sarapan sama-sama.Kayla menelengkan kepalanya kemudian menatap Gerald dengan lekat. “Kok, keluarnya dari kamar atas? Jam berapa pindahnya?”“Mom!” Gerald menatap datar mamanya itu.Kayla lantas menerbitkan cengiran kepada anaknya itu. “Yuk, aah sarapan. Laura harus berangkat ke sekolah, Gerald ke kampus, Daddy ke kantor dan Nicko ke kantor juga.”“Para ladies mau ngapain?” tanya Gerald kemudian.“Mommy sama Sandra mau santai leha-leha di rumah lah. Main sama si bayi mungil Felisha.” Kayla menerbitkan senyumnya.Gerald menghela napasnya dengan pelan. “Yang penting kalian bahagia.”“Selalu itu yang kamu ucapkan pada kami. Memangnya kamu sendiri tidak bahagia?” tanya Kayla kemudian.“Tentu saja bahagia. Kenapa tanya seperti itu?”Kayla mengendikan bahunya. “Hanya tanya.”Gerald manggut-manggut. Tak lama setelahnya, dering ponsel Jason berbunyi. Gerald menoleh kepada papanya yang tengah mengerutkan k
Makan malam untuk pertama kalinya bersama keluarga Gerald di rumah milik orang tua lelaki itu tentunya. Membuat Sandra bahagia luar biasa karena merasa sudah menjadi bagian dari keluarga tersebut.Ada Kinara dan Nicko juga di sana membuat suasana di sana semakin ramai karena adanya mereka. Usia Felisha kini sudah menginjak satu bulan dua minggu, semakin sehat dan berisi setelah dirawat dengan baik oleh Kayla yang memang sudah ahlinya merawat anak-anak.“Seru banget, makan malam di malam ini. Terasa lengkap setelah adanya Kak Gerald dan Kak Sandra di sini,” ucap Kinara kemudian menerbitkan senyumnya.Kayla menganggukkan kepalanya sembari mengulas senyumnya. “Sama. Mommy juga merasakan hal yang sama, Sayang. Akhirnya, yaa. Kita bisa berkumpul lagi dan tambah dua personel. Sebentar lagi ada kandidat baru lagi. Calon cucu Mommy. Tiga bulan lagi akan lahir.” Kayla menerbitkan senyumnya kepada Sandra.Perempuan itu lantas membalas senyum Kayla. “Terima kasih, sudah menyambutku dengan baik.
Sandra gelagapan kemudian menelan salivanya dengan pelan. “He—heeuuh? Mak—maksudnya, Pak Jason?” Jason memutar bola matanya dengan pelan. “Jangan panggil saya dengan itu. Panggil saja Papa apa susahnya? Kayak nggak pernah pu—“ Jason mengatup bibirnya menahan ucapannya yang sudah pasti akan membuat Sandra terluka bila lolos keluar dari bibirnya. “Kayak apa, Pa?” tanya Gerald dengan suara datarnya. Jason menggeleng pelan. “Tidak ada. Papa sudah tahu dan lupa, kalau Sandra memang sudah tidak punya orang tua sejak lama,” ucapnya pelan sembari melirik Sandra yang tengah tersenyum tipis. “Dia tidak seberuntung Papa.” “Kan, sudah Papa katakan tadi. Tidak perlu diperbesar. Kamu sudah dewasa, seharusnya paham dengan ucapan Papa.” Gerald mengendikan bahunya. “Papa juga harus jaga lisannya. Jangan sampai keceplosan lagi.” Jason menganggukkan kepalanya dengan pelan kemudian mengusapi lengan anaknya itu. “Cepat sembuh, Nak. Jangan lama-lama di sini. Mentang-mentang nggak perlu bayar!” Geral