Kaki dan tangan Amanda terikat kuat, bahkan mata gadis itu di tutup. Ia baru saja sadar dari obat bius. Namun, ia tahu kalau sedang berbaring di sebelah mayat.
‘Jenazah Dutchess Gramer kah?’ tanya Amanda dalam hati. Ia juga mendengar suara langkah kuda di luar sana, bahkan tubuhnya terantuk-antuk bahan kayu yang mengelilinginya.
‘Apakah aku berada di dalam peti mayat?’ tanya Amanda sambil bergidik ngeri.
“Kau sudah bangun?” tanya Duke Gramer.
“Kenapa aku ada di sini?” jerit Amanda, mulutnya tidak dibungkam jadi ia bisa berteriak dengan kencang. “Lepaskan aku! Atau kulaporkan Tuan pada Pangeran Hitam!” bentak ancaman Amanda terdengar nyaring dari dalam peti kayu itu.
Duke Gramer tertawa keras khas dirin
Terima kasih telah membaca. Dukung penulis dengan VOTE novel ini ya ^^
“Illarion!” seru Amanda masih merasa hal ini bagai mimpi, dengan segera gadis itu menarik pria tampan itu ke dalam pelukannya. “Eh?” Kali ini Illarion yang bergumam. Di belakangnya sedang terjadi perkelahian -yang tentu saja sangat mudah diatasi- tapi sekarang pria bersurai hitam itu mendapat pelukan hangat dan nyaman. ‘Mungkinkah aku bisa meninggalkan semuanya yang kukejar, hanya untuk pelukan hangat ini?’ “Fokus!” seru Illarion lebih kepada dirinya sendiri, membuat Amanda melepas pelukannya, setelah itu Pangeran Hitam melemparkan belati yang menusuk punggung salah satu tabib. Sisanya sudah diringkus dengan mudah oleh para penduduk desa yang Illarion Black bawa, sepertinya warga sudah mulai melakukan perlawanan pada f
"Apa dia sangat lemah?” Nenek tua itu mengeratkan genggamannya, seakan takut salah bicara. “Bisa dibilang keadaanya sangat lemah, Pangeran. Tapi tidak terlalu mengkhawatirkan.” “Baiklah, terima kasih,” ujar Illarion yang kembali duduk di sebelah Amanda setelah tabib tua itu beranjak pergi meninggalkan mereka. “Apa aku harus melepasmu? Kau sudah terlalu jauh berkubang dalam keegoisan,” ucap Illarion berkata dengan lirih. Hari-hari selanjutnya menjadi lebih baik. Para pasien sudah banyak yang sembuh, wabah teratasi dengan cepat, dan bersamaan akan hal itu, Illarion mengangkat salah seorang mantan pengawal Duke Gramer yang juga salah satu dari sekian banyak penduduk desa yang dihormati, seorang warga biasa tanpa embel-embel kebangsawanan. Selain karena para bangsawan nyaris tak bersisa lagi dan meninggalkan Elger, penduduk wilayah itu juga ingin dipimpin dengan cara demokrasi. Tentu saja hal itu pengecualian untuk Pangeran Hitam. Penguasa
“La-landyork?” tanya Amanda dengan suara bergetar. Dari tadi ia merasa aneh, seragam tentara itu bukan milik Kerajaan Anarka, tapi Amanda tak menyangka kalau mereka akan ke Kerajaan Landyork. Illarion tersenyum sambil menatap Amanda. “Ya, kita ke Kerajaan Landyork. kau senang ‘kan?” “Ke-kenapa kita kesana, Tuan?” tanya Amanda kemudian menggigit bibirnya, jari jemarinya yang gemetaran ia sembunyikan di balik gaun. Bayangan saat Pangeran Apollo mencoba menggagahinya kembali berdatangan di ingatannya, dan seolah menusuk-nusuk paru-parunya. Amanda mencoba perlahan mengatur napasnya. ‘Tidak terjadi apa-apa Amanda, kau bersama pria ini, Pangeran Hitam! Ia akan takut, pria mengerikan itu tak akan berani berbuat macam-macam padamu!’
“Lewat sini,” ucap Apollo sambil mempersilahkan Illarion. Para saudaranya pamit undur diri pada Pangeran Hitam. “Kau tunggu di sini,” perintah Illarion pada Amanda. Perjalanan di lorong istana hanya dipenuhi gema langkah Pangeran Hitam dan Pangeran Apollo. “Kau akan melaporkanku pada Baginda Raja?” tanya Pangeran Apollo begitu sampai di depan pintu ruang pribadi sang penguasa Landyork. “Kita bukan anak kecil lagi yang saling melapor ke orang tua hanya karena masalah yang kita buat,” jawab Illarion yang membuat Pangeran Apollo diam-diam bernapas lega. “Tapi mungkin aku akan meminta izin pada Baginda Raja Landyork untuk duel dengan putra mahkota Kerajaan Landyork. Pertarungan hidup dan mati, kurasa itu lebih terhormat kan
Pangeran Apollo membelalakan matanya mendengar perkataan tabib kerajaannya itu. ‘Gadis ini hamil? Anak Pangeran Hitam?’ Pria tua itu mengerjap-ngerjapkan matanya. “Istri Anda hamil, Pangeran? Tuan tak tahu? Ah mungkin karena kehamilannya masih dini ya… Selamat, sepertinya ini akan jadi calon bayi yang-.” “Keluar,” potong Illarion dingin sambil menunjuk pintu kamar itu. Tabib tua itu kebingungan. “Tapi hamba masih harus memeriksa bag-.” “Keluar!” potong Illarion lagi, kali ini dengan satu oktaf lebih tinggi. Rahang pria itu semakin mengeras, dan wajahnya semakin suram. Bergegas tabib tua itu keluar dari ruangan saat dilihat muka Pangeran Hitam tampak mengerikan, seolah
“Le-lepaskan aku…,” rintih Amanda, setelah Pangeran Apollo melepaskan ciuman paksanya. “Pangeran Hitam akan membunuh Anda!” ancam gadis itu lagi saat Pangeran Apollo mendekatkan wajahnya kembali. Tawa keras terngiang di telinga Amanda saat pria bersurai coklat itu tergelak begitu puas. “Kau benar-benar tak percaya sudah ditinggal olehnya? Kau tak seberharga itu di mata Pangeran Hitam, Amanda sayang!” Sebelum Pangeran Apollo mengambil kesempatan lagi pada tubuh Amanda, gadis pemilik netra ungu itu melihat pisau pengupas buah di samping ranjangnya. Dengan sigap Amanda mengambil benda tajam itu dan langsung mengarahkan ke perutnya. “Pergi kau atau aku akan membunuh diriku di sini! Kemudian kau bisa melihat bagaimana reaksi Pangeran Hitam!” ancam Amanda. Kila
“Karena akulah yang benar-benar mencintaimu, Amanda.” Senyum menawan khas Pangeran Apollo terlihat mengerikan di mata Amanda. Tapi kali ini gadis itu tak lagi menunjukkan rasa takutnya. “Pergi!” usir Amanda sambil menunjuk pintu keluar kamarnya. Pangeran Apollo tertawa meremehkan. “Kau, mengusirku, di istanaku sendiri Amanda?” tanya pria menawan itu dengan nada bercanda. Tapi tak ada tawa di muka Amanda menyambut candaan itu. Ini pertama kalinya Pangeran Apollo melihat keberanian yang tampak nyata berikut kebencian yang sudah sering Amanda tunjukkan padanya setelah peristiwa malam itu. ‘Biasanya ia selalu melihatku dengan ketakutan, sekarang ia menatapku dengan keberanian ditambah kebencian. Kau semakin menarik Amanda.’
Bunyi dentuman meriam disusul dengan alunan merdu hymne kematian memenuhi suasana pagi itu di Istana Hitam. Illarion Black menatap pedang besi milik pengawal kesayangannya dimasukkan perlahan ke dalam liang lahat sebagai simbol jasad pengawal yang selalu setia menemaninya, Jenderal Andreas. Setelah tanah mulai ditutupi bunga mawar hitam lambang kematian, Illarion menepuk dada kemudian membungkukkan tubuhnya diikuti oleh seluruh pengawal Kerajaan Hitam dengan khidmat. Sebuah gesture penghormatan tertinggi untuk seseorang yang telah banyak berjasa. Beberapa prajurit tampak tak bisa menahan tangis kesedihan, sisanya mencoba menerima kehilangan. Illarion menatap gundukkan tanah yang sekarang diisi pedang milik Jenderal Andreas dengan ding
Awalnya aku selalu melihat ia seperti wanita yang dingin dan tak pernah tersenyum, ekspresinya selalu datar. Ia mirip sepertiku, kecuali satu hal. Gadis berkulit pucat itu selalu gemetar dan terlihat ketakutan. Manik matanya tak pernah benar-benar menatapku, ia selalu menatap kakiku. Entahlah mungkin sepatu kulitku lebih menarik ketimbang parasku, menurutnya. Tapi penampilan yang tak biasa itu cukup menarik perhatianku. Selanjutnya, kupikir untuk membunuh gadis itu secara perlahan. Menyiksanya dulu mungkin? Bagaimanapun ia adalah keluarga wanita iblis itu. “Ma-maaf.” “Maaf, Tuan…” “Maaf.” Itu ucapan yang sering ia lontarkan dari bibir merah cherry dengan tangan gemetar dan tubuh membungkuk. Hanya puncak kepalanya saja ya
“Aku hanya mengundang orang-orang yang terpilih saja untuk datang ke pesta ulang tahunku,” seru seorang anak gendut dengan leher berlipat. Nyaris seluruh anak di sekolah itu berharap diundang ke pesta cucu Duke Serafin, kakek Samuel yang terkenal kaya itu sangat memanjakan bocah gendut yang sekarang sedang berkacak pinggang dengan sombong. Tapi perhatian anak-anak di kantin dengan interior mewah itu langsung terpecah begitu melihat Maximiliam memasuki cafetaria yang menghubungkan asrama laki-laki dan perempuan itu. Beberapa gadis sedikit menjerit melihat kedatangannya. “Ck!” decak Samuel dengan raut muka tak suka. “Kau tak akan kuundang,” ujarnya sambil menunjuk Max yang melintas di depannya. “Aku juga tidak mengharapkannya,” jawab Max yang duduk meletakkan nampannya di sebelah Niana. Tawa pelan berbisik me
“Berkemaslah, kita langsung balik ke Ibu Kota,” perintah Illarion pada para anak buahnya yang masih masih tergeletak horizontal setelah dua hari menggempur pemberontak di wilayah perbatasan. Sebenarnya Kaisar Hitam enggan keluar dari Ibu Kota, atau lebih tepatnya meninggalkan Amanda. Permaisurinya itu ia tinggalkan setelah nyaris sebulan pernikahan mereka diakui publik. Tapi pemimpin pemberontakan kali ini jauh lebih cerdas dan kuat dibanding sebelumnya, karena itu Illarion Black turun tangan. Setelah Illarion masuk ke dalam tenda hitamnya, erangan pelan keluar dari mulut para prajurit itu. “Astaga Kaisar benar-benar manusia apa seorang monster? Tuan ingin kita segera balik ke ibu kota tanpa membiarkan kita bernapas terlebih dahulu,” keluh seorang prajurit yang baru saja kehilangan tiga gigi depannya karena perkelahian semalam.
Hai, perkenalkan saya penulis cerita ini dengan nama pena missingty.Terima kasih sudah mengikuti kisah Amanda White dan Illarion Black sejauh ini, dan yah, kita sudah berada di chapter terakhir kisah ‘Dipaksa Menikahi Pangeran Kejam’. Terima kasih untuk support teman-teman pembaca semua, di note ini juga missingty ingin meminta maaf jika tulisan yang missingty buat jauh dari ekspektasi dan keinginan para pembaca sekalian.Sebagai permintaan maaf, mungkin diantara para pembaca masih ada merasa plothole yang mengganjal di novel online ini, atau mungkin penasaran dengan beberapa kisah yang tidak disebutkan di cerita ini. Silahkan komentar di bawah ya, mungkin nanti missingty akan buatkan bab epilog untuk itu.Sekali lagi terima kasih kepada akak-akak pembaca sekalian, salam sayang dari missingty. I* inspirasikuh.
Ekspresi menyedihkan yang Illarion tampilkan setelah mendengar perkataan Amanda itu membuat Karak kembali menggaungkan tawanya di ruang bawah tanah itu. “Karma! Kau dengar! Itu Karmamu Illarion!” ucap pria tua itu di sela sela tawanya yang tampak mengerikan.“Jangan tinggalkan aku lagi Amanda,” pinta Illarion terdengar lemah mengikuti langkah gadis itu menuju pintu.Amanda mempercepat langkahnya sembari berurai air mata. Perpisahan dan pergi sejauh mungkin dari Illarion Black adalah pikiran Amanda saat ini.“Galela!” teriak lelaki bertubuh tinggi besar yang hanya beberapa langkah dibelakangnya itu.Amanda menghentikan langkahnya mendengar Illarion mengeluarkan nama lain dari mulutnya.“Kau tak ingin memaksanya memintamu untuk kembali padaku kan Amanda?” tanya Illarion dengan suara lirih seakan penuh kesedihan, tapi tatapan mata dari iris kelam itu terlihat sangat dingin.“Apa maksudmu?” tanya Amanda mengabaikan asas kesopanan den
Mata ungu Amanda langsung terbelalak mendengar nama itu. Karak adalah nama pria yang meracuni Illarion saat pesta dansa di ulang tahun baginda Raja Abraham dahulu. Saat itulah mereka bertemu Galela dan Balton yang menyelamatkan Illarion dan memberikan penawar racun itu.‘Apa karena itu, Illarion menyiksa pria ini? Karena ia pernah diracuni olehnya?’“Kau sepertinya mengenalku?” tebak Karak sembari menyipitkan matanya. Rantai-rantai di punggungnya ikut berderak. “Ah kemampuanku memang luar biasa.”‘Aku tak perlu ikut campur hal ini, sebaiknya aku pergi saja.’“Hei, apa kau tak menyimpan dendam pada pria itu?”Amanda yang bersiap balik kembali menghentikan langkahnya. “Karena?”“Mengorbankanmu.”“Apa maksudmu?” tanya Amanda.Karak kembali terkekeh pelan sebelum menjawab pertanyaan Amanda. “Kau kira siapa yang meracuni Raja? Raja terdahulu.”“Ha?” gumam Amanda tampak bingung. ‘Selama ini aku memang penasar
Wajah Putri Hera langsung pucat pasi. “Tentu saja warna musim semi itu yang paling pas seperti warna daun yang berguguran,” ujar Amanda sambil tersenyum dan menepuk lengan kakak iparnya itu.“Ah iya ten-tentu saja,” balas Putri Hera dengan senyum kaku.“Kami membahas warna gaun yang pas di musim semi, Tuan.”“Oh,” gumam Illarion kemudian naik ke dalam kereta kuda itu. “Kakakku akan berhenti di Istana Utama, ia akan tinggal sementara waktu di sana untuk mempersiapkan pesta pernikahan kita,” jelas Illarion pada Amanda.“Ah! Terima kasih, Putri Hera. Kuharap aku tidak merepotkanmu.”“Oh tentu saja tidak, aku senang akhirnya melakukan ini setelah sepuluh tahun menanti pernikahan kaisar,” balas Putri Hera tampak tertawa. Tapi hal itu malah membuat Amanda menautkan keningnya. ‘Kenapa Putri Hera terlihat sangat tidak nyaman di sebelah adiknya sendiri?’Akhirnya Amanda White dan Illarion Black sampai di is
Ancaman Illarion barusan membuat Putri Hera tercekat, matanya yang berkaca-kaca akibat tamparan di pipi barusan masih menatap tajam adik tirinya itu.“Tuan? Putri Hera?” panggilan lembut dari arah belakang Illarion Black memecahkan suasana tegang diantara dua kakak beradik lain ibu itu.Putri Hera langsung balik berlalu tanpa pamit pada Amanda sambil memegang pipinya yang memerah.“Putri Hera,” panggil Amanda pelan, kemudian balik menatap Illarion. “Putri tidak apa-apa?”Illarion kembali tersenyum manis dihadapan istrinya. “Ia tidak apa-apa, sepertinya kakakku terlalu mabuk di pesta dansa barusan.”Amanda menggumam pelan. “Aku akan membuatkan teh pereda pengar untuknya.”Namun, Illarion malah menggendong ala pengantin si gadis berkulit pucat yang sekarang mengenakan pakaian dengan warna senada rambutnya itu. Sama-sama merah muda.“Tak perlu, biarkan para pelayan yang mengurusnya. Malam ini kau hanya perlu mengurus diriku saja,” ti
‘Harusnya aku menyuruh orang untuk menjemputnya,’ batin Illarion sambil mencari-cari Amanda di antara ratusan tamu undangan yang hadir. Hingga lengkungan di wajahnya terbentuk lebar ketika melihat sosok berkulit seputih salju melewati pintu masuk utama aula tempat diadakan pesta dansa itu. Semua mata kembali mengikuti arah langkah Illarion Black sembari berdecak kagum melihat kesempurnaan fisik milik pemimpin pasukan paling mematikan di seantero Benua Hitam itu, hingga napas mereka tertahan ketika Kaisar Hitam berlutut di hadapan seorang wanita. “Siapa dia?” “Kudengar ia putri Duke Gree, bukannya ia sakit-sakitan dan memiliki anak diluar nikah?” Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir dalam nada rendah tak berani meny