Illarion hanya balas mengangguk sebagai jawaban kode dari Andreas. “Lebih keras,” pinta putra mahkota ketiga Anarka itu pada Amanda yang masih bernyanyi di punggungnya.
Amanda mengeraskan suaranya untuk menyanyikan lagu yang entah berapa kali ia ulang.
“Pelukan Bunda yang hangat…”
“Anakmu merindukannya, sangat merindukannya…”
Andreas masih terus menghalangi musuh yang tak berkesudahan, memberi kesempatan pada Pangeran Hitam dan istrinya untuk pergi dari medan peperangan itu.
Sebenarnya Illarion tak ingin lari dari peperangan, ia ingin bertarung sampai mati bersama jenderal kepercayaannya. Tapi kenyataan yang ada tak bisa seperti itu. Pria bersurai hitam
Terima kasih telah membaca. Dukung penulis dengan VOTE novel ini ya ^^
Cahaya mentari berpendar indah di iris ungu Amanda yang terbuka perlahan. Rasa kebas di tubuh akibat pukulan yang ia terima kemarin sudah jauh berkurang. Amanda jadi bertanya-tanya dalam hati, ‘apa aku sudah terbiasa dipukuli dan merasakan sakit, hingga bisa sembuh dengan cepat?’ . Tanpa gadis itu ketahui, obat yang Illarion beri lewat ciuman semalam sepertinya sangat mujarab. 'Tidurku pun nyaman sekali, membuat tak ingin segera bangun,' pikir Amanda sambil bergelung masuk semakin dalam rangkulan seseorang. Deg! Amanda langsung membuka mata, semua indera miliknya waspada. Ia baru sadar kalau tertidur di pelukan seorang pria! "Pergi!!! Lepas!!!" Amanda berteriak lantang bak kesurupan, ledakan ketakut
Illarion kembali ke tempat perkemahannya semalam. Dari puncak bukit ia bisa melihat kepulan asap dan beberapa titik api yang sudah padam. ‘Semuanya luluh lantak,’ pikir pria itu sambil menatap datar satu titik. Sosok mayat tertambat di atas kayu pancang, wajahnya sudah tak dapat dikenali lagi karena begitu rusak. Tapi Ilarion tahu, itu adalah sosok jenderal pemberani yang menemaninya dari hari pertama ia diterjunkan ke medan perang. Illarion mengeraskan rahang, dadanya sesak. “Hamba bersumpah setia pada Anda Tuan,” ujar Jenderal Andreas ketika pertama kali ditunjuk sebagai pendamping Illarion. Perkataan itu Jenderal Andreas ucapkan sambil menyayat telapak tangan dan meneteskan darah di atas cawan, sebuah janji sakral bagi kesatria yang akan setia sampai pada Tua
Illarion masuk ke kedai makanan yang cukup ramai di desa itu, ia butuh sesuatu untuk mengisi perutnya yang kosong. Lucunya ia malah tak sempat memakan sedikit pun daging rusa gemuk yang ia tinggalkan di atas perapian semalam. ‘Ia pasti sedang menghabiskan daging itu dengan lahap. Ah kenapa juga aku memikirkan gadis itu. Ia bisa pergi kemanapun sekarang, mungkin merayu pria lain atau menanyakan jalan menuju Landyork.’ Setelah memesan beberapa potong roti dan sup ayam, Illarion duduk di sudut ruangan. Gerombolan pria besar mengenakan seragam tentara kerajaan Anarka sedikit membuat suasana kedai itu gaduh. Dengan arogan mereka memesan makanan dan menyingkirkan pelanggan lain hanya untuk duduk di tempat yang menurut mereka paling nyaman. Illarion masih bergeming di tempatnya, ia mendengar pelangg
Malam ini bintang di langit malam tak terlihat karena cuaca mendung, seolah selaras dengan pikiran Amanda. “Apa ia baik-baik saja? Kenapa ia belum balik? Apakah Tuan, Jenderal Andreas, dan yang lainnya mampir ke tempat lain dulu sebelum ke sini?” Amanda sudah berapa kali bolak balik di mulut gua. Sangat khawatir, mereka di serang habis-habisan kemarin siang dan saat ini Illarion belum kembali. ‘Mungkin ia sedang membawa pasukan yang terluka sehingga berjalan begitu lambat. Aku harus menyiapkan makanan juga untuk mereka, aku juga harus berguna!’ Amanda tak mengetahui seberapa parah hasil penyerangan kemarin karena matanya tertutup, dan setelahnya ia juga pingsan kelelahan sebelum sampai ke tempat persembunyian ini.
"Ia tak melawan? Menyihir atau sejenisnya? Penampilannya sesuai yang digambaran orang-orang itu?" "Ia tak melawan sama sekali, dan penampilannya sangat aneh! Benar-benar berbeda dari orang kebanyakan, terlihat seperti penyihir tua. Mengerikan!” Illarion menatap kembali kaca jendela yang terketuk-ketuk terkena tetesan hujan. 'Ia sudah tertangkap?' Kembali Illarion mengulang kalimat yang sama, "bukan urusanku." Kali ini dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya seolah meyakinkan dirinya sendiri *** Amanda meringkuk di depan gua, cahaya perapian sedari tadi sudah mati. Matanya terbuka menatap kejauhan, hanya kegelapan serta beberapa binatang melata dan gerak-gerak samar pepohonan yang terlihat.
“Tuan! Anda sudah balik!” Amanda berdiri di mulut gua. Ia seperti anak anjing putih dengan ekor bergoyang yang menyambut pemiliknya pulang. Aroma sup jamur dan daging rusa di atas perapian menggelitik lidah Illarion. Pria itu hanya melihat datar ke arah sana. “Maaf, hamba menggunakan perapian untuk membuat sup jamur. Tapi hamba juga sudah menghangatkan daging rusa ini. Masih hangat, Tuan,” ucap Amanda sambil menyodorkan bekal yang sebenarnya Illarion niatkan untuk gadis itu. Illarion menghela napasnya, melihat keadaan di dalam gua, bersih dan tertata rapi, bahkan sudah seperti kamar pribadi tapi dari era megalitikum. ‘Gadis ini benar-benar menungguku…?’ “Mana yang lain Tuan? Hamba sudah menyiapkan sup jamur,
Dengan keberanian yang tersisa, Amanda memeluk Illarion, dan merasakan di bawah telapak tangannya yang menepuk punggung pria itu pelan, Amanda tahu tubuh Illarion menegang menanggapi sentuhan aneh yang dibuat Amanda. Di sisi lain, Illarion tak menyangka Amanda akan memeluknya. ‘Kenapa ia memelukku? Aku mengutuknya! Aku membentaknya… dan dia memeluku?' Hal ini terasa tak masuk akal bagi Illarion, di saat semua orang mengacungkan senjata bersiap untuk membunuhnya. Lagi-lagi gadis ini memperlakukannya berbeda. Seolah belum cukup, Illarion merasakan pipinya yang bersinggungan dengan pipi Amanda basah, gadis itu masih memeluk Illarion yang berlutut di depannya. “Kenapa kau menangis? Yang kehilangan itu aku, bukan kau!” bent
Segera Amanda bangkit, dan mengikuti Illarion keluar gua. “Blake, kau tak apa-apa? kakimu? kau baik-baik saja,” tanya Amanda yang tampak begitu khawatir sambil mengelus-elus leher dan surai hitam milik kuda ras shire itu. Illarion berdecih sambil memiringkan wajahnya dengan senyum sinis. ‘Lihat itu, ia bahkan menanyakan keadaan seekor kuda. Kuda. KUDA. bukan aku.’ “Kau bisa bicara dengan binatang? bertanya dengan cemas. Memang ia bisa mengerti?” tanya Illarion sinis. Tepat setelah pria itu menanyakan hal tersebut, Blake meringkik dan entah kenapa sebuah senyum seolah terlukis di wajah kuda itu. Illarion sampai menaikkan sebelah alis melihatnya. ‘Bahkan kuda hitam ini pun