Illarion masuk ke kedai makanan yang cukup ramai di desa itu, ia butuh sesuatu untuk mengisi perutnya yang kosong. Lucunya ia malah tak sempat memakan sedikit pun daging rusa gemuk yang ia tinggalkan di atas perapian semalam.
‘Ia pasti sedang menghabiskan daging itu dengan lahap. Ah kenapa juga aku memikirkan gadis itu. Ia bisa pergi kemanapun sekarang, mungkin merayu pria lain atau menanyakan jalan menuju Landyork.’
Setelah memesan beberapa potong roti dan sup ayam, Illarion duduk di sudut ruangan. Gerombolan pria besar mengenakan seragam tentara kerajaan Anarka sedikit membuat suasana kedai itu gaduh. Dengan arogan mereka memesan makanan dan menyingkirkan pelanggan lain hanya untuk duduk di tempat yang menurut mereka paling nyaman.
Illarion masih bergeming di tempatnya, ia mendengar pelangg
Terima kasih telah membaca. Dukung penulis dengan VOTE novel ini ya ^^
Malam ini bintang di langit malam tak terlihat karena cuaca mendung, seolah selaras dengan pikiran Amanda. “Apa ia baik-baik saja? Kenapa ia belum balik? Apakah Tuan, Jenderal Andreas, dan yang lainnya mampir ke tempat lain dulu sebelum ke sini?” Amanda sudah berapa kali bolak balik di mulut gua. Sangat khawatir, mereka di serang habis-habisan kemarin siang dan saat ini Illarion belum kembali. ‘Mungkin ia sedang membawa pasukan yang terluka sehingga berjalan begitu lambat. Aku harus menyiapkan makanan juga untuk mereka, aku juga harus berguna!’ Amanda tak mengetahui seberapa parah hasil penyerangan kemarin karena matanya tertutup, dan setelahnya ia juga pingsan kelelahan sebelum sampai ke tempat persembunyian ini.
"Ia tak melawan? Menyihir atau sejenisnya? Penampilannya sesuai yang digambaran orang-orang itu?" "Ia tak melawan sama sekali, dan penampilannya sangat aneh! Benar-benar berbeda dari orang kebanyakan, terlihat seperti penyihir tua. Mengerikan!” Illarion menatap kembali kaca jendela yang terketuk-ketuk terkena tetesan hujan. 'Ia sudah tertangkap?' Kembali Illarion mengulang kalimat yang sama, "bukan urusanku." Kali ini dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya seolah meyakinkan dirinya sendiri *** Amanda meringkuk di depan gua, cahaya perapian sedari tadi sudah mati. Matanya terbuka menatap kejauhan, hanya kegelapan serta beberapa binatang melata dan gerak-gerak samar pepohonan yang terlihat.
“Tuan! Anda sudah balik!” Amanda berdiri di mulut gua. Ia seperti anak anjing putih dengan ekor bergoyang yang menyambut pemiliknya pulang. Aroma sup jamur dan daging rusa di atas perapian menggelitik lidah Illarion. Pria itu hanya melihat datar ke arah sana. “Maaf, hamba menggunakan perapian untuk membuat sup jamur. Tapi hamba juga sudah menghangatkan daging rusa ini. Masih hangat, Tuan,” ucap Amanda sambil menyodorkan bekal yang sebenarnya Illarion niatkan untuk gadis itu. Illarion menghela napasnya, melihat keadaan di dalam gua, bersih dan tertata rapi, bahkan sudah seperti kamar pribadi tapi dari era megalitikum. ‘Gadis ini benar-benar menungguku…?’ “Mana yang lain Tuan? Hamba sudah menyiapkan sup jamur,
Dengan keberanian yang tersisa, Amanda memeluk Illarion, dan merasakan di bawah telapak tangannya yang menepuk punggung pria itu pelan, Amanda tahu tubuh Illarion menegang menanggapi sentuhan aneh yang dibuat Amanda. Di sisi lain, Illarion tak menyangka Amanda akan memeluknya. ‘Kenapa ia memelukku? Aku mengutuknya! Aku membentaknya… dan dia memeluku?' Hal ini terasa tak masuk akal bagi Illarion, di saat semua orang mengacungkan senjata bersiap untuk membunuhnya. Lagi-lagi gadis ini memperlakukannya berbeda. Seolah belum cukup, Illarion merasakan pipinya yang bersinggungan dengan pipi Amanda basah, gadis itu masih memeluk Illarion yang berlutut di depannya. “Kenapa kau menangis? Yang kehilangan itu aku, bukan kau!” bent
Segera Amanda bangkit, dan mengikuti Illarion keluar gua. “Blake, kau tak apa-apa? kakimu? kau baik-baik saja,” tanya Amanda yang tampak begitu khawatir sambil mengelus-elus leher dan surai hitam milik kuda ras shire itu. Illarion berdecih sambil memiringkan wajahnya dengan senyum sinis. ‘Lihat itu, ia bahkan menanyakan keadaan seekor kuda. Kuda. KUDA. bukan aku.’ “Kau bisa bicara dengan binatang? bertanya dengan cemas. Memang ia bisa mengerti?” tanya Illarion sinis. Tepat setelah pria itu menanyakan hal tersebut, Blake meringkik dan entah kenapa sebuah senyum seolah terlukis di wajah kuda itu. Illarion sampai menaikkan sebelah alis melihatnya. ‘Bahkan kuda hitam ini pun
'Ia benar-benar menggoda pria itu dengan berani!' Amanda langsung terbatuk melihat pemandangan yang barusan terjadi. "Ma-maaf," ujar Amanda setelah batuknya mereda. Memang di antara para pengunjung yang datang, wajah Illarion lah yang paling menarik perhatian kaum hawa. Bukan hanya pelayan itu saja, tapi nyaris seluruh wanita bahkan beberapa pria yang ada di kedai itu memperhatikan paras tampannya. Tapi seperti biasa, Illarion akan mengacuhkan semua itu, hal itu juga yang dialami pelayan wanita tadi. Merasa rayuannya tak membawa hasil, pelayan wanita itu berlalu dengan muka kecewa setelah mencatat semua pesanan makanan dan minuman milik Illarion dan Amanda. Aroma parfum yang kuat dari wanita itu membuat Illarion menghad
Amanda hanya menggeleng. ‘Apa sekarang melihatnya merupakan suatu kejahatan?’ "Kenapa?" tuntut Illarion. "Ti-tidak ada, Tuan," jawab Amanda gugup. "Jawab." Kali ini Illarion memaksa sambil meletakan salah satu tangan ke tembok di belakang Amanda, dan tubuhnya semakin merapat ke arah gadis itu, membuat si pemilik bibir cherry itu terpojok di pinggir jendela. "Sungguh… ," lirih Amanda. 'Apa yang harus aku katakan? Aku cemburu? Aku tak suka? Tak bisakah pria ini diam saja dan tak bertanya lagi? Aku tahu ia membenciku, mengungkapkan rasa suka hanya menambah sebab ia untuk menginjakku. Bagaimanapun aku punya harga diri untuk dijaga, walau aku juga aku tahu harga diriku telah jatuh s
Bruk! Tiba-tiba seorang pria botak dengan tubuh penuh tato menyampiri meja mereka. Si botak itu menggebrak meja dengan cara menaruh gelas bir besar hingga bersuara keras. Mengalihkan kekesalan yang mulai muncul di dada Illarion. “Hei! Darimana kau berasal bocah manis?” tanya pria botak itu dengan arogan. Sebenarnya ia begitu kesal sedari tadi pelayan wanita yang ditaksirnya justru terus menerus melihat ke arah Illarion. Bahkan sekarang pun pria botak yang ternyata bernama Dante itu, mengancam sambil melirik-lirik ke arah pelayan wanita tersebut agar diperhatikan. ‘Lihat lelaki manis yang kau incar adalah seorang pengecut yang hanya tahu cara merawat wajah. “Ck.” Illarion berdecih.