Beranda / Rumah Tangga / Dipaksa Menikahi Gus / Bab 6 Surat Perjanjian

Share

Bab 6 Surat Perjanjian

Penulis: Natadinamit
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-25 15:15:56

Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa puncak resepsi akan digelar esok hari. Semua persiapan sudah siap, hanya membutuhkan sentuhan akhir saja. Katering yang dipesan juga sedia jika harus menambah porsi. Cukup menunggu aba-aba dari keluarga besar pengantin. Namun, bukan Umi Karimah namanya jika harus santai tanpa bergerak. Dia menyibukkan diri kembali dengan menambah menu resepsi yang cukup tidak biasa. Benar, kali ini wanita itu baru saja lega karena Katering Mangut Beong dan Nasi Lesah siap menerima orderannya.

“Umi… habis ini sudah nggak kemana-mana lagi kan?” tanya Zilal yang baru saja duduk setelah kembali menemani Umi Karimah mencari Katering Mangut Beong dan Nasi Lesah.

Memang sejak kemarin, Ibundanya sudah meminta izin kepada Kiai Yahya untuk menambah menu makanan di resepsi. Mengingat, resepsi pernikahan kali ini akan digelar hanya sekali. Tidak ada acara ngunduh mantu, sesuai dengan kesepakatan kedua keluarga.

“Nggak, Le. Habis ini kamu istirahat saja di rumah.” jawab Umi Karimah singkat.

Bagai angin segar rasanya, tubuhnya sudah ingin merebah sejak tadi. Ia akhirnya memutuskan untuk melepas penat di sofa panjang ruang tamu. Matanya memejam. Namun, tidak berselang lama, gawainya bergetar. Dengan malas dia membuka layar ponselnya. Siapa sangka, ternyata gadis pujaannya yang mengiriminya pesan. Senyum tersungging di wajah laki-laki itu.

Zalfa

[Assalamualaikum, Gus. Jika ada waktu, bisakah hari ini bertemu sebentar? Saya ingin bicara jika diperkenankan.]

Zilal

[Waalaikumussalam, Ning. Bisa. Di mana?]

Zalfa

[Baik, saya akan kirim lokasinya. Terima kasih]

Dengan cepat Zilal membalas pesan Zalfa. Hatinya berdenyut tak karuan. Rasa yang selalu hadir di malam-malamnya ketika mengingat gadis pemilik lesung pipi itu.

“Apa sebenarnya yang ingin kamu bicarakan, Ning?” gumam Zilal.

-0-

Laki-laki itu baru saja turun dari mobilnya. Pemandangan Kedai Bukit Rhema menyapa sejuk. Indah dan asri. Nampak di sana lumayan ramai pengunjung. Kawasan resto dengan bangunan joglo itu membuat manik lelaki itu cukup fokus mencari Zalfa. Tidak lama, hanya sepersekian menit Zilal berhasil menemukan gadis dengan jilbab Pink Soft yang sedang mengaduk minumannya.

Assalamualaikum, Ning.” sapa Zilal menyadarkan lamunan Zalfa.

“Eh, Gus. Sudah datang, Waalaikumussalam,” jawab Zalfa kikuk.

Zilal duduk tepat di hadapan Zalfa. Dengan sedikit memberi jarak. Ia sadar saat ini mereka belum mahram.

“Ada perlu penting apa, Ning? Maaf jika sudah lama menunggu.”

“Belum kok. Gus Zilal nggak pesan minuman dulu?”

“Tidak, Ning. Silahkan langsung saja,” jawab Zilal segan.

“Baik. Saya hanya ingin memberikan ini, Gus.” balas Zalfa sembari memberikan selembar kertas.

Kaget bukan main Zilal dengan perlakuan Zalfa. Matanya melotot ketika membaca kertas berisi perjanjian pernikahan yang Zalfa buat. Dadanya mendadak bergemuruh, emosinya mendidih.

“Ma…maksudnya ini bagaimana, Ning?” tanya Zilal gemetar.

Sebisa mungkin dia menetralkan amarahnya, namun tetap saja getar itu bersarang.

“Ya, aku hanya tidak ingin dipoligami. Terus tidak ingin melakukan sentuhan apapun tanpa didasari dengan cinta. Simpel sebenarnya!” seru Zalfa penuh kemenangan.

Zilal yang masih mencerna kata demi kata perjanjian ini seperti tidak terima.

“Hah, poligami? Apa menurutmu aku orang yang akan poligami, Zal? Lalu apa ini sentuhan atau berhubungan tanpa cinta? Apa serendah itu harga diriku di matamu?!” gumam Zilal lirih.

“Bagaimana, Gus? Tidak mau?! Oke, kalau tidak setuju kita bisa batalkan pernikahan ini!” kata Zalfa santai.

“O…Oke, saya setuju.” tutur Zilal sembari menandatangi surat perjanjian itu.

Zalfa yang tidak percaya laki-laki di hadapannya menyetujui perjanjian gila ini masing melongo.

“Hah, gila banget ini orang. Bisa-bisanya dia setuju!” gumam Zalfa pelan.

-0-

Perjalanan kali ini terasa panjang bagi Zilal. Bagaimana mungkin, perempuan yang selalu datang dalam hati begitu tega melakukan hal gila kepadanya. Apa memang dia ditakdirkan tidak dengan Zalfa? Mengapa semua terasa rumit begini.

Zilal menempatkan mobilnya di pinggir terasering persawahan. Dia menatap hamparan sawah yang menghijau. Berharap memberi ketenangan untuk gelora hatinya.

“Tidak bisakah kamu menjadi padi saja, Zal? Yang menerima kasih sayang langit dengan hujan dan sukarela tumbuh di bumi tanpa menolak? Tidak bisakah kamu cukup diam saja di hatiku dan menerima hujaman kasihku?!”

Tanpa sadar, bulir air mata itu lolos dari pelupuku matanya. Sakit sekali diperlakukan begitu oleh orang tersayang. Alam bawah sadarnya menerawang pertama kali Ia mendadak ingin segera melamar Zalfa.

1 bulan sebelum hari wisuda Zalfa

“Loh, Zain pulang ke Indonesia ini katanya, Mas.” ucap Rizal.

Alih-alih mendengarkan Rizal, Zilal justru masih sibuk dengan bukunya.

“Mas! Mas Zilal! Ini gawat loh, Mas. Kata temenku dia itu suka sama Ning Zalfa!” seru Rizal.

Mendengar gadis pujaannya disebut, Zilal langsung merespon.

“Heh, Zain siapa to, Dik? Santrinya Kiai Yahya?”

“Bukan, Mas. Dia itu dulu satu kampus sama Ning Zalfa pas S1, nah setelah lulus baru lanjut ke Turki.”

“Kok temenmu tau dia suka sama Zalfa?”

“Ya tau, orang temenku itu fans beratnya Ning Zalfa juga. Tulisannya Ning Zalfa kan bagus-bagus, Mas. Padahal dia bukan dari jurusan sastra, tapi tulisannya banyak yang suka. Pas liat orangnya, jadi suka juga sama orangnya. Lagian, orang cantik kaya begitu siapa sih yang gak suka? Nah, temenku ini juga kenal sama si Zain ini. Kabarnya sih dia pulang ke Indo buat Ning Zalfa,”

Mendengar penjelasan adiknya, entah mengapa hatinya terasa sesak. Amarahnya mendidih, jari tangannya sampai gemetar.

“Jangan bercanda kamu, Dik? Nggak lucu ini,”

“Serius, Mas. Kalau nggak percaya, coba baca ini.” jawab Rizal sambil menunjukan postingan aplikasi sosial media Zain yang sedang mengunggah status.

[Bersabarlah. Aku akan datang untukmu, ZFN.] Begitu bunyi status Zain.

“Aku nggak yakin sih, Mas. Tapi kata temenku, ZFN ini inisialnya Ning Zalfa. Tapi nggak tau dari mana, setauku sih nama pena-nya bukan ini,” ucap Rizal sambil berpikir.

Zilal yang menyadari betul nama itu adalah Zalfa, sontak meremas kertas pembatas buku yang ia baca.

“Iya, itu nama Zalfa. Jelas sekali. ZFN. Zalfa Fitria Nazma.”

Tidak menunggu waktu lama, akhirnya Zilal memberanikan diri meminta izin dan restu abahnya untuk melamar dan meminang Zalfa. Prosesnya begitu singkat. Berbagai macam istikharah dilakukan oleh ayah dan anak itu. Kedua keluarga sepakat, dan nampaknya semua berjalan mulus juga baik. Peran Kiai Hamid sangat banyak di sini. Fakta bahwa sahabat jadi besan akhirnya segera tercapai. Meski banyak orang bilang ini adalah perjodohan, tapi bagi Zilal tentunya tidak begitu. Lelaki itu sudah menyukai Zalfa sejak dia masih di Mesir.

“Kupastikan kamu diciptakan untuk menjadi pendampingku, Ning!” tegas Zilal yakin.

Bab terkait

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 7 Pesan Umi

    Pucuk-pucuk daun nampak masih meneteskan butiran air sisa hujan tadi. Sore ini Magelang diguyur hujan. Hawa dingin dan sejuk juga sangat terasa meski di dalam rumah. Tapi entah mengapa sekarang Zalfa seperti tidak menikmati angin kesegaran ini. Angannya masih menerawang perlakuannya pada Zilal yang seperti di luar kendali.“Sudah benarkah apa yang aku lakukan? Ah, kenapa aku jadi mikirin perasaan dia?” gumam Zalfa.Lama sekali dia duduk di taman kecil rumahnya. Memang, bagian samping rumah Zalfa ada sedikit tanah yang sengaja Umi Ulfah rancang sebagai taman bunga. Ada berbagai jenis tanaman bunga di sana.“Apa mungkin takdirku ini menikah dengan Zilal?” tanya Zalfa menatap Bougenvil putih.Terkadang jika suasana hatinya sedang tidak baik, Zalfa sibuk berdiam diri di sini. Entah sambil murojaah hafalan, baca buku, atau sekedar menulis apa isi hatinya yang tertuang dalam sebuah karya. Gemericik suara air yang sengaja dibuat seperti air terjun di dalam kolam ikan menambah syahdu suasana

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15
  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 8 Sah!

    Masjid pondok pesantren Kiai Yahya penuh dengan orang-orang yang ingin menyaksikan proses akad nikah Zilal. Pusat akad nikah dihias cantik dengan dekorasi kecil berwarna biru putih. Sesuai dengan warna kesukaan Zalfa. Ada dua meja dan beberapa kursi lesehan yang akan digunakan untuk duduk para Kiai.“Tempat ini akan menjadi saksi aku meminangmu, Ning!” gumam Zilal lirih.Para Kiai dan kedua keluarga sudah siap. Nampak di sana Zilal sudah berhadapan dengan Kiai Yahya. Di sekelilingnya ada kedua keluarga besar, masyarakat, dan para santri yang turut serta ada di area masjid.“Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Zalfa Fitria Nazma alal mahri milyunu rubiyyata hallan.”“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahri milyunu rubiyyata hallan.”“Bagaimana saksi? Sah?!”“Sah!!”Riuh rendah ramai orang berteriak ‘Sah’ membuat hati Zilal bergetar hebat. Saat ini, di tempat ini, Ia berjanji di hadapan penciptanya untuk menjadi seorang laki-laki yang berstatus suami. Di waktu ini, Ia juga berjan

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15
  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 9 Dia Kembali

    “Hei, Zalfa!”Deg.Mendengar panggilan dari suara yang sudah lama Ia nantikan, Zalfa membeku sepersekian detik. Tangannya gemetar. Dingin. Rasa yang telah lama dipendam seperti muncul lagi ke permukaan. Gurat kecewanya silih berganti dengan rindu. Lelaki itu datang kembali setelah dia memutuskan untuk melupakannya.“Halo, Zal. Masih ingat aku?” ucap Zain.Raut mukanya pias. Senyum palsu yang sekian lama Ia latih untuk pertemuan ini nampaknya tidak berjalan mulus.“Eh… Iya. Ma… masih kok, Kak Zain kan?” balas Zalfa setengah bergetar.“Selamat atas pernikahanmu, Zal.”“Aku tidak menyangka, perjuanganku selama ini akan berakhir begini. Andai kamu mau bersabar sedikit lagi. Sekali lagi selamat,” tutur Zain sembari pergi meninggalkan Zalfa.Diam. Membeku. Begitulah Zalfa sekarang. Air matanya lolos setelah mendengar kata selamat dari lelaki itu. Begitukah ucapan selamat?“Mengapa seolah aku yang salah? Bukankah dia yang begitu lama pergi?”Badannya seperti tidak kuasa berdiri. Tubuh yang s

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15
  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 10 Pagi Pertama

    “Huaa! Siapa ini?!” teriak Zalfa keras.Byurr... satu gelas air tanpa sengaja tumpah.Dengan cepat Zilal bangun dengan memasang kuda-kuda. Kaget bukan main. Jiwanya masih dalam alam bawah sadar.“Apa? Ada apa, Ning?!” jawab Zilal amat kaget.Zalfa hanya terperangah melihat laki-laki itu bangun dari tempatnya dengan wajah basah akibat ulahnya. Sementara Zilal masih berusaha memulihkan kendali sadar.“Mas Zilal?!”“Iya, Ning. Ini saya,” kata Zilal lembut. Berusaha meyakinkan Zalfa.“Mas kok tidur di sini sih? Kan aku sudah bilang di dalam perjanjian itu!”“Saya kan cuma tidur, Ning. Di perjanjian nggak ada larangan untuk tidur kan?” tanya Zilal polos.“Huh! Dasar mesum!” ucap Zalfa kesal.Sementara Zilal masih mencoba diam. Jujur saja dia kaget bukan main, bangun tidur wajah dan selimutnya sudah basah. Ditambah masih kena omel Zalfa.“Ning?”Zalfa tidak peduli panggilan itu. Dia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Mengatur nafasnya yang tentu saja memburu. Bagaimana mungkin satu malam

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-16
  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 11 Perjalanan

    “Apa memang semua pernikahan itu hanya berujung pada kebutuhan biologis?”“Mana yang katanya akan menemani sampai tua, hidup bersama sampai akhir. Bukankah kalimat itu hanya boleh diucapkan orang-orang tulus tanpa pamrih?”Gadis itu nampak masih diam. Matanya menatap bunga-bunga taman yang diairi aliran air terjun buatan. Mereka tidak semua bermekaran. Ada beberapa yang memang masih kuncup. Duduk dan menatap taman ini sungguh membuat hati Zalfa sedikit tenang.“Ning Zalfa…” panggil Zilal.Zalfa menoleh. Namun tidak beranjak menghampiri sumber suara.Suara derit pintu menuju taman terdengar. Iya, Zilal datang. Duduk di samping Zalfa menatap taman.“Nasib! Punya istri cantik tapi hari pertama sudah dicuekin!” seloroh Zilal.Zalfa tetap diam. Tangannya memainkan jari kukunya, seolah bingung harus bagaimana.Bisakah aku menjadi Kunang-kunang LintangmuMemberi kasih pada setiap helai rambutmuMengaliri kesegaran dalam nadiMemupuk cinta penuh artiDalam setiap langkah kecil yang kau dakiT

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-16
  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 12 Rumah Baru

    Jendela di rumah sederhana itu sengaja dibuka oleh Zalfa. Dia seperti sangat menikmati keindahan alam pemandangan yang memanjakan mata. Menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pada udara segar Kejajar.“Maaf ya, Ning. Saya belum bisa buatkan rumah yang bagus buat sampeyan, kita sementara tinggal di sini dulu ya,” ucap Zilal yang mendekat.Benar saja, sesampainnya di Kejajar dua manusia itu langsung beberes dan menata sebagian barang bawaannya. Meskipun sebenarnya masih cukup berantakan, tapi setidaknya rumah ini sudah nyaman ditempati.“Aku suka kok Mas di sini. Udaranya seger banget….,”“Tapi ya rumahnya masih sederhana, Ning. Nggak kaya rumah Abah kan?”“Lho nggak apa-apa lah, malah jadi gampang beberesnya. Nggak cape.” balas Zalfa singkat.“Hahaha, bisa aja nih. Pinter banget bikin suami seneng,”“Dih, siapa yang mau buat seneng? Emang aku suka rumah ini, nggak bohong!” cebik Zalfa.“Iya… iya, gitu aja galak amat!”“Ishh!”Puas memandang hamparan perbukitan dari jendela, g

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-17
  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 13 Toko Oleh-oleh

    Malam baru saja datang. Hawa dingin sungguh terasa masuk ke dalam pori-pori insan yang hendak meninggalkan rumahnya. Dengan berbekal jaket tebal dan kerudung pashmina, Zalfa bersikukuh ingin ikut Zilal pergi. Entahlah apa yang terjadi. Lelaki itu masih bingung. Biasanya, gadis itu akan cuek dan tidak peduli apa yang dilakukannya. “Ning, tapi kali ini kita naik motor. Soalnya, jalan utama ke toko sedang masa perbaikan. Apa kamu nggak apa-apa, ini hawanya lagi dingin banget…” “Enggak apa-apa, Mas. Kan aku udah pake jaket,” ucap Zalfa percaya diri. “Hemm… oke. Tapi, kalau nanti kedinginan jangan protes ya,” Zalfa mengangguk mantap. Keduannya menyusuri jalan kecil menuju toko. Memang, perjalanan kali ini sebenarnya tidak cukup jauh. Tapi, biasanya orang pendatang akan tidak tahan dengan hawa dingin di malam hari. Berbeda jika orang asli lokal. “Mas, memangnya mau ke toko siapa sih?” tanya Zalfa. Zilal masih fokus mengendarai motor. Suara angin dan karena memakai helm, pria itu tidak

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-17
  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 14 Zafina itu kamu!

    Konon cinta bisa datang karena terbiasa. Seseorang juga pernah berpendapat, jika cinta juga bisa dipelajari. Namun, sebenarnya mungkin saja waktu yang berbicara. Waktu yang memupuk jiwa-jiwa kasih itu tumbuh. Waktu yang menyuburkan dahaga romantisme itu tumbuh subur. Tapi, apa benar bisa begitu, jika di dalam ruang yang sama masih ada jiwa yang lain?“Mas, mau berangkat sekarang?” tanya Nindi.“Iya ini, Dik. Besok sudah mulai ngajar. Kontrak ngajarnya juga sudah turun. Kamu baik-baik ya di rumah. Kalau ada apa-apa bisa minta tolong Bude Ida,” jawab Zain yang telah selesai berkemas.Pemuda itu sukses diterima sebagai dosen di Universitas swasta. Entah takdir atau memang kebetulan, dia diterima di kota yang sama dengan masa lalunya tinggal. Wonosobo. Tempat yang justru tidak ingin Ia hampiri. Namun, takdir berkata lain, dulu Ia sempat menaruh lamaran di sana. Biaya untuk menghidupi adiknya masih menjadi tanggungannya. Mau tidak mau dia harus mengambil pekerjaan ini.“Sudah dulu ya, Mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-17

Bab terbaru

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 15 Zain

    “Sudah jalan-jalannya, Ning?” tanya Zilal yang melihat Zalfa sudah kembali.“Sudah, Mas. Nih aku bawain sarapan,”“Lha iya, kan aku jadi enak ini. Tiap hari dimasakin, kalau nggak masak dibeliin sarapan. Kamu emangnya nggak bosen jalan-jalan setiap pagi?”Begitu mewahnya pemandangan Kejajar yang menyuguhkan pegunungan dan hamparan perkebunan itu tidak pernah lekang dari manik Zalfa. Waktu cepat sekali berlalu. Sudah dua minggu mereka tinggal di tempat ini. Setiap pagi, Zalfa akan meminta Kinan menemaninya berjalan-jalan mengitari perkebunan Carica. Terkadang Zilal yang inisiatif menemani gadis itu, tapi terkadang pemuda itu sudah sibuk dengan pekerjannya.“Enggak, Mas. Aku seneng banget, perkebunan yang di sebelah barat juga belum tak jelajahi semua.”“Ya jangan semua to, Ning. Kecapekan nanti kamu,”Zalfa menuju ke dapur, mengambil satu nampan Carica yang sudah dingin.“Aku seneng banget, di sini bisa setiap hari makan ini!” pekik Zalfa kegirangan. Persis seperti anak kecil.Pemuda i

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 14 Zafina itu kamu!

    Konon cinta bisa datang karena terbiasa. Seseorang juga pernah berpendapat, jika cinta juga bisa dipelajari. Namun, sebenarnya mungkin saja waktu yang berbicara. Waktu yang memupuk jiwa-jiwa kasih itu tumbuh. Waktu yang menyuburkan dahaga romantisme itu tumbuh subur. Tapi, apa benar bisa begitu, jika di dalam ruang yang sama masih ada jiwa yang lain?“Mas, mau berangkat sekarang?” tanya Nindi.“Iya ini, Dik. Besok sudah mulai ngajar. Kontrak ngajarnya juga sudah turun. Kamu baik-baik ya di rumah. Kalau ada apa-apa bisa minta tolong Bude Ida,” jawab Zain yang telah selesai berkemas.Pemuda itu sukses diterima sebagai dosen di Universitas swasta. Entah takdir atau memang kebetulan, dia diterima di kota yang sama dengan masa lalunya tinggal. Wonosobo. Tempat yang justru tidak ingin Ia hampiri. Namun, takdir berkata lain, dulu Ia sempat menaruh lamaran di sana. Biaya untuk menghidupi adiknya masih menjadi tanggungannya. Mau tidak mau dia harus mengambil pekerjaan ini.“Sudah dulu ya, Mas

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 13 Toko Oleh-oleh

    Malam baru saja datang. Hawa dingin sungguh terasa masuk ke dalam pori-pori insan yang hendak meninggalkan rumahnya. Dengan berbekal jaket tebal dan kerudung pashmina, Zalfa bersikukuh ingin ikut Zilal pergi. Entahlah apa yang terjadi. Lelaki itu masih bingung. Biasanya, gadis itu akan cuek dan tidak peduli apa yang dilakukannya. “Ning, tapi kali ini kita naik motor. Soalnya, jalan utama ke toko sedang masa perbaikan. Apa kamu nggak apa-apa, ini hawanya lagi dingin banget…” “Enggak apa-apa, Mas. Kan aku udah pake jaket,” ucap Zalfa percaya diri. “Hemm… oke. Tapi, kalau nanti kedinginan jangan protes ya,” Zalfa mengangguk mantap. Keduannya menyusuri jalan kecil menuju toko. Memang, perjalanan kali ini sebenarnya tidak cukup jauh. Tapi, biasanya orang pendatang akan tidak tahan dengan hawa dingin di malam hari. Berbeda jika orang asli lokal. “Mas, memangnya mau ke toko siapa sih?” tanya Zalfa. Zilal masih fokus mengendarai motor. Suara angin dan karena memakai helm, pria itu tidak

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 12 Rumah Baru

    Jendela di rumah sederhana itu sengaja dibuka oleh Zalfa. Dia seperti sangat menikmati keindahan alam pemandangan yang memanjakan mata. Menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pada udara segar Kejajar.“Maaf ya, Ning. Saya belum bisa buatkan rumah yang bagus buat sampeyan, kita sementara tinggal di sini dulu ya,” ucap Zilal yang mendekat.Benar saja, sesampainnya di Kejajar dua manusia itu langsung beberes dan menata sebagian barang bawaannya. Meskipun sebenarnya masih cukup berantakan, tapi setidaknya rumah ini sudah nyaman ditempati.“Aku suka kok Mas di sini. Udaranya seger banget….,”“Tapi ya rumahnya masih sederhana, Ning. Nggak kaya rumah Abah kan?”“Lho nggak apa-apa lah, malah jadi gampang beberesnya. Nggak cape.” balas Zalfa singkat.“Hahaha, bisa aja nih. Pinter banget bikin suami seneng,”“Dih, siapa yang mau buat seneng? Emang aku suka rumah ini, nggak bohong!” cebik Zalfa.“Iya… iya, gitu aja galak amat!”“Ishh!”Puas memandang hamparan perbukitan dari jendela, g

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 11 Perjalanan

    “Apa memang semua pernikahan itu hanya berujung pada kebutuhan biologis?”“Mana yang katanya akan menemani sampai tua, hidup bersama sampai akhir. Bukankah kalimat itu hanya boleh diucapkan orang-orang tulus tanpa pamrih?”Gadis itu nampak masih diam. Matanya menatap bunga-bunga taman yang diairi aliran air terjun buatan. Mereka tidak semua bermekaran. Ada beberapa yang memang masih kuncup. Duduk dan menatap taman ini sungguh membuat hati Zalfa sedikit tenang.“Ning Zalfa…” panggil Zilal.Zalfa menoleh. Namun tidak beranjak menghampiri sumber suara.Suara derit pintu menuju taman terdengar. Iya, Zilal datang. Duduk di samping Zalfa menatap taman.“Nasib! Punya istri cantik tapi hari pertama sudah dicuekin!” seloroh Zilal.Zalfa tetap diam. Tangannya memainkan jari kukunya, seolah bingung harus bagaimana.Bisakah aku menjadi Kunang-kunang LintangmuMemberi kasih pada setiap helai rambutmuMengaliri kesegaran dalam nadiMemupuk cinta penuh artiDalam setiap langkah kecil yang kau dakiT

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 10 Pagi Pertama

    “Huaa! Siapa ini?!” teriak Zalfa keras.Byurr... satu gelas air tanpa sengaja tumpah.Dengan cepat Zilal bangun dengan memasang kuda-kuda. Kaget bukan main. Jiwanya masih dalam alam bawah sadar.“Apa? Ada apa, Ning?!” jawab Zilal amat kaget.Zalfa hanya terperangah melihat laki-laki itu bangun dari tempatnya dengan wajah basah akibat ulahnya. Sementara Zilal masih berusaha memulihkan kendali sadar.“Mas Zilal?!”“Iya, Ning. Ini saya,” kata Zilal lembut. Berusaha meyakinkan Zalfa.“Mas kok tidur di sini sih? Kan aku sudah bilang di dalam perjanjian itu!”“Saya kan cuma tidur, Ning. Di perjanjian nggak ada larangan untuk tidur kan?” tanya Zilal polos.“Huh! Dasar mesum!” ucap Zalfa kesal.Sementara Zilal masih mencoba diam. Jujur saja dia kaget bukan main, bangun tidur wajah dan selimutnya sudah basah. Ditambah masih kena omel Zalfa.“Ning?”Zalfa tidak peduli panggilan itu. Dia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Mengatur nafasnya yang tentu saja memburu. Bagaimana mungkin satu malam

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 9 Dia Kembali

    “Hei, Zalfa!”Deg.Mendengar panggilan dari suara yang sudah lama Ia nantikan, Zalfa membeku sepersekian detik. Tangannya gemetar. Dingin. Rasa yang telah lama dipendam seperti muncul lagi ke permukaan. Gurat kecewanya silih berganti dengan rindu. Lelaki itu datang kembali setelah dia memutuskan untuk melupakannya.“Halo, Zal. Masih ingat aku?” ucap Zain.Raut mukanya pias. Senyum palsu yang sekian lama Ia latih untuk pertemuan ini nampaknya tidak berjalan mulus.“Eh… Iya. Ma… masih kok, Kak Zain kan?” balas Zalfa setengah bergetar.“Selamat atas pernikahanmu, Zal.”“Aku tidak menyangka, perjuanganku selama ini akan berakhir begini. Andai kamu mau bersabar sedikit lagi. Sekali lagi selamat,” tutur Zain sembari pergi meninggalkan Zalfa.Diam. Membeku. Begitulah Zalfa sekarang. Air matanya lolos setelah mendengar kata selamat dari lelaki itu. Begitukah ucapan selamat?“Mengapa seolah aku yang salah? Bukankah dia yang begitu lama pergi?”Badannya seperti tidak kuasa berdiri. Tubuh yang s

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 8 Sah!

    Masjid pondok pesantren Kiai Yahya penuh dengan orang-orang yang ingin menyaksikan proses akad nikah Zilal. Pusat akad nikah dihias cantik dengan dekorasi kecil berwarna biru putih. Sesuai dengan warna kesukaan Zalfa. Ada dua meja dan beberapa kursi lesehan yang akan digunakan untuk duduk para Kiai.“Tempat ini akan menjadi saksi aku meminangmu, Ning!” gumam Zilal lirih.Para Kiai dan kedua keluarga sudah siap. Nampak di sana Zilal sudah berhadapan dengan Kiai Yahya. Di sekelilingnya ada kedua keluarga besar, masyarakat, dan para santri yang turut serta ada di area masjid.“Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Zalfa Fitria Nazma alal mahri milyunu rubiyyata hallan.”“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahri milyunu rubiyyata hallan.”“Bagaimana saksi? Sah?!”“Sah!!”Riuh rendah ramai orang berteriak ‘Sah’ membuat hati Zilal bergetar hebat. Saat ini, di tempat ini, Ia berjanji di hadapan penciptanya untuk menjadi seorang laki-laki yang berstatus suami. Di waktu ini, Ia juga berjan

  • Dipaksa Menikahi Gus   Bab 7 Pesan Umi

    Pucuk-pucuk daun nampak masih meneteskan butiran air sisa hujan tadi. Sore ini Magelang diguyur hujan. Hawa dingin dan sejuk juga sangat terasa meski di dalam rumah. Tapi entah mengapa sekarang Zalfa seperti tidak menikmati angin kesegaran ini. Angannya masih menerawang perlakuannya pada Zilal yang seperti di luar kendali.“Sudah benarkah apa yang aku lakukan? Ah, kenapa aku jadi mikirin perasaan dia?” gumam Zalfa.Lama sekali dia duduk di taman kecil rumahnya. Memang, bagian samping rumah Zalfa ada sedikit tanah yang sengaja Umi Ulfah rancang sebagai taman bunga. Ada berbagai jenis tanaman bunga di sana.“Apa mungkin takdirku ini menikah dengan Zilal?” tanya Zalfa menatap Bougenvil putih.Terkadang jika suasana hatinya sedang tidak baik, Zalfa sibuk berdiam diri di sini. Entah sambil murojaah hafalan, baca buku, atau sekedar menulis apa isi hatinya yang tertuang dalam sebuah karya. Gemericik suara air yang sengaja dibuat seperti air terjun di dalam kolam ikan menambah syahdu suasana

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status