"Halo, Tom, lu ada di dalam rumah?" "Iya, Den. Lu di mana? Masih di Thailand apa udah balik?""Gue lagi di Jakarta. Di rumah sakit. Satrio dan gue harus periksa lagi.""Loh, kenapa? Terus Juragan Andri gimana?" "Lu punya nomor telepon istri muda juragan gak? Kalau ada, gue minta.""Gak ada. Kenapa emang? Juragan Andri gak suka ditelepon sama bini mudanya. Dia juga larang gue buka pintu rumah ini jika bini mudanya datang.""Waduh, sampe segitunya ya. Ini sih, gue bukan mau nakutin lu. Juragan positif HIV.""Hah? Kena HIV? Kok bisa?""Ya, bisa, orang doyan jajan. Icip ranjang sana-sini. Meskipun berkedok nikah siri, tetap saja aneh. Masa sebulan bisa dua kali. Setahun bisa delapan sampai sepuluh kali, ha ha ha ....""Waduh, gue kudu periksa juga dong! Lu serius nih?""Iya, gue serius. Udah sana lu tes antigen, PCR sama NAts. Minta tambahan biaya sama adik juragan. Nanti gue kasih kontaknya.""Oke, makasih, Den. Semoga lu dan Satrio sehat ya."Tomi langsung bangun dari duduknya. Ia men
Luisa berhenti sejenak mengetuk botol air mineral ke pintu karena tangannya yang pegal. "Tuh, suaranya hilang. Rumah ini karena sudah sangat lama tidak berpenghuni, banyak yang bilang rumahnya berhantu, Mbak. Mungkin suami Mbak sudah tidak menyewa di sini lagi. Setahu saya pemilik rumah ini tinggal di Jakarta dan anak serta cucunya sekali-kali saja melihat rumah ini dan gak pernah nginep di sini juga." Adis pun tidak punya pilihan lain untuk menerima pernyataan para tetangga."Mungkin saja, Pak. Baiklah, saya sepertinya harus pulang ke kampung saja. Makasih atas pengertiannya,Pak. Mari, saya permisi." Adis pun pergi menjauh. Ia berjalan menyusuri trotoar sembari memesan ojek online. Mungkin ia harus menyerah karena memang tidak ada harapan. Perutnya keroncongan, Adis melihat ada warung nasi kucing tidak jauh dari tempat ia berdiri saat ini. Wanita itu memutuskan untuk makan saja sebelum kembali ke penginapan. Sambil memaksakan nasi masuk ke dalam tenggorokannya, meskipun tidak berse
"Kandungannya sehat. Sudah tiga puluh lima Minggu. Pakaian bayi untuk proses persalinan sudah disiapkan?" tanya dokter kandungan pada Nisa. Gadis itu menggelengkan kepala. Begitu banyak masalah silih-berganti menghampiri beberapa Minggu ini, membuatnya lupa kalau ia belum sama sekali menyiapkan keperluan lahirannya."Memangnya sudah boleh beli, Dok?" tanya Pak Darmono. Dokter wanita itu tertawa pelan."Gen-Z jaman old emang apa-apa pamali jika sebelum tujuh bulan ya kan, Pak. Tapi dalam dunia kedokteran boleh-boleh saja. Untuk persiapan juga, siapa tahu lahirnya maju. Tidak tiga puluh sembilan Minggu, tapi tiga puluh delapan. Kalau sudah disiapkan, saat mules, tinggal angkut kopernya. Siapkan saja baju bayi tiga stel, baju ibunya tiga stel. Popok dan bedongan masing-masing empat buah. Jangan lupa kain flanel untuk membungkus bayinya. Boleh bawa lebih atau mau bawa empat juga gak papa. Jaga-jaga dedek bayinya banyak pipisnya. Sama satu lagi, gurita untuk ibunya atau korset juga bisa. B
Levi kembali ke hotel tempat ia menginap. Luka di bibirnya membuat pria itu harus mengompresnya dengan es. Tidak ada es batu di kamarnya, yang ada minuman dingin kaleng dan minuman itu pula yang ia gunakan untuk mengompres.Ia mengira kemunculannya di depan Pak Darmono bisa membuat mereka berdua berdamai, tetapi ia lupa akan Abdi yang sudah ia buat koma. Ia hanya minta orang suruhannya mencelakai Abdi, bukan untuk membuatnya koma.Gila, tenaga wanita itu besar juga. Dua sudut bibirku sampai robek begini. Ck, adik kakak yang sepertinya memang jago bela diri. Batin pria itu.Levi membuka kemeja yang ia kenakan tadi untuk melihat bekas jari telunjuk Nisa. Wajahnya nampak terkejut karena bagian dadanya biru. Itu menunjukkan bahwa istri dari Pak Darmono itu menggunakan tenaga dalamnya untuk menekan dadanya. "Aw!" Pekiknya saat meraba tanda biru itu. Sakit sekali dan pria itu mulai merasakan nafas yang sesak. Ia tidak ingin mati konyol di hotel tanpa ada yang tahu, karena napasnya yang ses
Langit malam menyapa, Levi masih merasakan sesak pada napasnya. Jika saja ia punya keberanian, maka bisa saja ia bercerita pada mamanya bahwa ia terluka oleh adik iparnya Luisa, tetapi mamanya tidak tahu bahwa ia juga sudah menyebabkan suami Luisa masih koma sampai saat ini. Ia bisa dipenjara jika mamanya tahu ia bersalah karena sudah mencelakakan orang lain."Apa kita harus pindah rumah sakit di Jakarta yang lebih lengkap? Levi masih sesak napas kuat gitu. Kok bisa sih ya. Levi gak punya riwayat sakit sesek napas dan di keluarga Mama juga gak ada.""Mungkin sesaknya dari lambung atau jantung, Ma. Kalau sudah berat, lambung yang sakit atau jantung maka bisa sesak napas." Bu Hera kembali memandang putranya yang napasnya naik-turun dengan wajah pucat. "Nunggu aja dulu, Ma. Konfirmasi saja ke dokternya." "Sebelum sesek napas, dia ngapain ya?" Bu Hera yang penasaran menghampiri Levi yang masih tidak bisa berkomunikasi dengan baik."Kamu ada makan apa, Nak? Kenapa bisa sesak napas?" Levi
"Iya, HIV. Makanya tugas kamu hanya memantau saja dari sini. Kamu gak perlu masuk dan gak boleh masuk, meskipun dipanggil oleh adik saya. Semua harus atas izin saya. Kemudian, kamu wajib menginformasikan kepada saya semua yang terjadi pada adik saya. Kamu juga wajib bertanya secara rinci pada dokter. Apapun itu perkembangan adik saya harus diinformasikan pada saya serinci mungkin.""Jadi saya tugasnya duduk di sini saja?" tanya Syabil memastikan kursi tunggu yang ada di dekatnya. Bu Gina mengangguk. "Jika kamu mau, saya akan berikan sebagian bayaran kamu sebesar tiga ribu bath. Seribu lima ratus saya berikan di awal karena mungkin mahasiswa seperti kamu perlu uang saku untuk makan." Syabil menimbang-nimbang dengan matang. Jawabannya pun pasti mau saja karena ia harus tahu kondisi juragannya. "Setuju, Bu. Kapan saya mulai kerja? ""Hari ini. Maksud saya, kamu langsung saja bekerja hari ini. " Bu Gina mengeluarkan uang rupiah senilai seribu lima ratus Bath untuk ia berikan pada Syabil
Sambungan telepon terputus. Syabil hanya bisa menghela napas berat dengan perasaan sedih. Sebenarnya ia ingin segera menikahi Rinai, tetapi iansedag bekerja dan tidak tahu kapan urusannya akan selesai. Jika diminta buru-buru, maka ia tidak bisa. Ting! Sebuah pesan dari Jelita masuk ke ponselnya. Jangan lama-lama pulangnya. Aku sendirian di rumah. Kalau nanti aku diculik gimana? Syabil tertawa membaca pesan lebay majikannya. Masih lama saya pulangnya Non. Nanti kunci saja pintu kamar ya. Mungkin saya balik jam dua belas. SendSejak ia duduk menunggu di kursi, belum ada dokter yang datang memeriksa Juragan Andri. Hanya ada perawat yang masuk ke ruangan isolasu itu sambil membawa makanan dan juga untuk mengecek suhu tubuhnya. Setelah itu, sampai ia bosan menunggu, tidak ada terjadi hal yang aneh lagi. Pukul dua belas malam pun tiba, Syabil mengirimkan pesan pada Bu Gina bahwa sejak sore sampai malam tidak ada dokter yang visit. Semua dalam keadaan ama terkendali. Setelah itu baru
Ada suara minta tolong di rumah besar yang jaraknya dua rumah dari rumah kita, Pa. Bukan sekali, tapi berkali-kali. Hanya malam saja yang tidak. Pak Darmono membaca pesan masuk dari istrinya dengan kening berkerut. Mungkin kamu salah dengar, Sayang. Udah, setel musik atau orang mengaji biar gak dengar yang aneh-aneh. SendBalasan pesan itu langsung ceklis dua biru. Ucapan suaminya benar sekali. Bisa saja memang halusinasi, sehingga ia harus banya mengaji. Oke, Papa. Pak Darmono berdiri dari duduknya untuk bertemu dokter yang baru saja memeriksa Abdi. "Bagaimana menantu saya, Dok? Sampai sekarang tidak ada perubahan atau tanda apapun. Apa tidak ada obat atau terapi untuk mengembalikan alam bawah sadarnya?" tanya Pak Darmono hampir putus asa. Ini hari ke sepuluh Abdi dirawat di rumah sakit dan tidak ada perubahan sama sekali. "Terapinya hanya stimulus dari keluarga. Bapak sering ajak bicara kan? Istri Pak Abdi ke mana? Saya jarang lihat. ""Sedang ada urusan, Dok, tapi saya past
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su