Beda Levi, beda pula dengan Jelita yang hampir mati kebosanan di dalam kamar apartemen sederhana. Bolak-balik ia melihat ke arah jendela, khususnya menjelang sore hari karena ada banyak orang lalu-lalang. Memang apartemen yang ia tinggali terletak di daerah sedikit kumuh dan padat penduduk, tetapi suasana sore hari yang ramai cukup membuat seorang Jelita sedikit terhibur."Sampai kapan kita seperti ini? Aku bosan," tanya Jelita sambil berdecak kesal. "Sabar, Non, baru juga berapa hari. Belum setahun." Syabil tertawa. "Setahun di kamar ini berdua kamu, bisa-bisa aku hamil anak kamu dan itu gak mungkin. Kamu bukan seleraku." Syabil tertawa remeh."Saya sudah ada calon istri di kampung. Baik, manis, sederhana, dan yang paling penting adalah masih gadis. Saya suka yang original alami. Bukan hasil operasi plastik." Jawaban Syabil membuat Jelita memutar bola mata malas. "Lelaki itu, lain di mulut, lain di hati." Jelita naik kembali ke ranjang. Hanya itu yang bisa ia lakukan di apartemen.
Nonton di bioskop, makan es krim, makan makanan enak di restoran, serta membeli beberapa perlengkapan bayi. Usia kandungannya sudah tujuh bulan dan sudah tiba saatnya untuk menyiapkan persalinan. Levi tidak bisa protes karena ia butuh info Luisa. Pria dewasa itu hanya ikut ke sana-kemari sesuai dengan langkah kaki Rana. "Kamu gak capek? Belanjaan ini sudah banyak," tanya Levi sambil mengangkat empat paper bag di tangannya."Sebentar lagi, Tuan. Kita belum beli botol susu dan alat untuk mensterilkan botol.""Untuk apa botol?" tanya Levi bingung. Rana tertawa."Masa Tuan lupa? Saya cuma jadi istri sampai melahirkan dan pasti untuk seterusnya bayi kita pakai botol untuk minum dan makan. Karena kontrak saya habis. Saya harus pergi, bukan begitu?" Levi terdiam. "Apa perjanjiannya seperti itu?" tanya Levi lagi. Ia tidak ingat betul point apa saja yang tercantum dalam kontrak."Iya, Tuan yang buat, masa Tuan lupa? Udah, ini bagus kayaknya. Saya bawa ke kasir ya." Rana berjalan ke arah kasi
"Mas, kenapa saya ditahan di sini? Kenapa tidak bebaskan saya? Saya salah apa sama Mas dan majikan Mas?!" Teriak Luisa histeris dari kamarnya. Namun, Tomi tidak mau menyahut. Tugasnya hanya menjaga, serta memastikan bahwa calon istri majikannya tidak kabur. Ia tidak punya wewenang untuk mencampuri urusan rumah tangga majikannya."Mas, tolong saya! Saya lagi hamil. Apa Mas gak punya orang tua? Mas gak punya ibu? Mas gak punya adik atau kakak perempuan? Saya hamil, Mas, tolong saya keluarkan dari sini!" Luisa masih terus berteriak dari kamarnya. Meskipun ia tahu sia-sia, paling tidak dengan berteriak, ia bisa meluapkan emosi. Tidak ada sahutan seperti yang ia inginkan, membuat Luisa akhirnya menyerah. Tengah malam, tidak tahu jam berapa, wanita itu memutuskan untuk mengambil wudhu dan solat. Ia menggunakan mukena yang memang dipinjamkan lelaki yang menyekapknya. Ia tidak mampu membebaskan diri, maka ia minta pada Tuhan untuk membebaskannya dari orang jahat yang hendak mengganggu, serta
Dua orang ajudan itu terus mengetuk pintu kamar apartemen Juragan Andri. Karena sampai malam hari, bos mereka tidak juga keluar kamar. Di telepon pun tidak aktif. Keduanya takut sesuatu yang buruk terjadi pada Juragan Andri.Brak!Mereka berdua mencoba mendobrak pintu kayu kokoh itu, tetapi tidak bisa. Denis akhirnya memutuskan pergi ke bagian resepsionis untuk meminta bantuan. Ia tidak berani mendobrak pintu kamar karena khawatir menimbulkan masalah. Seorang petugas keamanan dan juga salah satu petugas resepsionis menggunakan kartu khusus untuk membuka pintu kamar tanpa mendobrak. "Juragan, ya ampun, pingsan." Satrio dibantu oleh Denis dan satu petugas keamanan membawa Juragan Andri turun dengan lift darurat. Denis mengendarai mobil yang disewa oleh juragan untuk membawa bos mereka itu ke rumah sakit. Juragan Andri langsung masuk IGD rumah sakit. Dengan menggunakan translator di gugel, Satrio menceritakan hal yang terjadi pada majikan mereka. Tentu saja bukan dengan bahasa Thailan
Luisa memperhatikan seluk-beluk kamar yang ia tiduri. Untungnya CCTV kamar tidak ada, tetapi wanita itu yakin, ada CCTV di luar kamarnya. Luisa berjalan ke jendela untuk melihat apakah ia bisa mendobrak jendela itu. Namun, sangat disayangkan jendela itu sudah dipaku mati. Belum lagi teralis yang ada di setiap bingkai jendela. Luisa terduduk lemas di ranjang. Tidak ada celah untuk ya keluar, sedangkan ia sudah tidak tahan ingin keluar dan kembali bersama suaminya.Suara anak kunci diputar dua kali. Tandanya prianya yang biasa datang membawakan makanan, akan masuk untuk mengambil piring kotor, bekas makan siangnya. "Mas, sampai kapan saya di sini? Saya lagi hamil. Saya perlu periksa ke dokter," cecar Luisa dengan begitu memohon . Tomi tidak menyahut. Ia hanya melihat sekilas, lalu segera keluar dari kamar Luisa. Tidak lupa ia meletakkan satu gelas yang isinya berwarna kuning. Aromanya seperti jus mangga."Mas, jawab saya! Sampai kapan...."Brak!Pintu kamar ditutup keras, lalu terdeng
"Ini, makanlah!" Perdana bagi seorang Jelita membuatkan sarapan. Pagi ini di luar hujan. Syabil tidak bisa keluar untuk mencari sarapan. Alhasil, dengan menggunakan bahan yang ada, yaitu mi instan dan juga telur, Jelita berhasil membuat mie goreng ala kadarnya. "Non masak?" tanya Syabil heran. Biasanya, ia yang disuruh masak. Anak bosnya itu mana mau pergi ke dapur, apalagi kalau sampai bau bawang dan kompor."Iya dan kamu harus makan. Ini pertama kali aku masak," jawab Jelita sambil tersenyum."Non gak sakit kan?" tanya pemuda itu lagi. Jelita hanya menyeringai saja. "Nggak, makan dong! Aku udah capek buatnya. Tuh, badan aku sampe basah." Jelita berputar untuk memperlihatkan bagian punggungnya yang tertutup kaus, tetapi basah. "Iyalah, rugi saya gak makan. Non juga makan." Syabil mengambil nasi di rice cooker dan juga mi dalam panci ukuran sedang. Keduanya makan tanpa suara, hanya denting sendok yang beradu dengan piring, lalu suara cecapam keduanya saat mengunyah."Apa gak sebaik
Suara pekik Bu Gina bisa didengar oleh Denis dan Satrio. Wajah mereka berdua pucat, karena merekalah yang sudah tiga harian ini berhubungan dengan Juragan Andri. Keduanya menghampiri dokter yang tengah berbicara dengan Bu Gina."Dok, bagaimana cara HIV bisa tertular? Karena kami berdua yang terus bersama bos kamu?" tanya Denis dengan panik. "HIV dapat ditularkan melalui cairan tubuh, seperti air liur, darah, air mani, cairan di organ intim wanita, dan juga air susu ibu yang terjangkit HIV. Mas berdua bisa melakukan pemeriksaan lengkap seperti antigen, PCR dan juga NATs. Bisa lewat rekomendasi saya. Jika memang kalian berdua khawatir. Saya akan berikan pengantar pemeriksaannya." Denis dan Satrio mengangguk serentak. "Dok, gabung saja total pemeriksaan dua orang ajudan ini dengan tagihan kakak saya. Saya yang akan bayar semua.""Tidak bisa, Bu, mereka akan tetap menjalani tes masing-masing dengan nota biaya yang masing-masing juga.""Baik, Dok, saya paham." Denis dan Satrio pergi me
Denis dan Satrio dinyatakan negatif HIV. Hasil pemeriksaan darah, antigen, PCR, semua aman dan bagus. Hasil urine pun baik. Tebakan darah juga normal. Keduanya bersih dari virus mematikan itu. Denis dan Satrio terus bersyukur tidak henti-hentinya karena sudah diselamatkan dari penyakit mematikan yang bisa membuat mereka dijauhi keluarga. Kini keduanya sudah berada di depan ruangan isolasi Juragan Andri. Di dong kaca menjadi pembatas karena tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Denis mengangkat kertas bertuliskan 'Kami negatif Juragan dan kami ijin mengundurkan diri. Kami hanya minta upah kerja di sini dan ongkos pulang. Mohon maaf tidak bisa membantu lebih lanjut'Juragan Andri menggelengkan kepala, tetapi adiknya; Bu Gina yang berdiri di depan mereka, mengangguk setuju."Ayo, ikut saya ke depan!" Bu Gina menggiring keduanya keluar dari ruangan isolasi. Duduk di kursi tunggu yang tidak jauh dari lift. "Berapa horor yang dijanjikan adik saya, selama kalian ikut menemaninya di si