“Sally! Tunggu!”Daniel mengejar Salwa yang kesal sewaktu mereka berada di rumah makan Sunda. Betapa tidak, saat itu Daniel terlihat kekanak-kanakkan dengan secara sengaja mempertontonkan kedekatan dirinya dan Salwa. Secara tidak langsung Daniel mengumumkan pada mereka bahwa Salwa ialah miliknya. Ia lupa jika Salwa sudah mengingatkannya untuk tidak mengumbar perasaannya di hadapan khalayak umum, mengingat status hubungan mereka belum sah di mata sang pencipta.Namun Daniel justru ingin sekali mengumumkan pada dunia bahkan alam semesta termasuk galaksi bima sakti bahwa Salwa Salsabila itu calon istrinya. Evan harus tahu! Ia tidak boleh mendekatinya.“Sally! Wait! Salwa Salsabila anaknya Ummi Arunika yang judes!” teriak Daniel seperti orang tidak waras.Beberapa orang yang melihat adegan saling mengejar mereka, menatapnya dengan penuh mafhum. Mungkin mereka sepasang kekasih yang sedang bermasalah atau sepasang suami istri yang tengah bertengkar.Daniel tidak menyerah. Ia menyesal tak b
Awan mendung menyelimuti langit salah satu pemakaman kalangan elit di Karawang, Jawa Barat. Dikawani hembusan angin yang menusuk-nusuk hingga ke bagian sumsum tulang, rintik hujan seakan menambah dramatisir prosesi pemakaman gadis yang sebulan lalu baru saja melewati masa kritis.Gadis bernama Clara telah mengembuskan nafas terakhirnya ketika kondisi tubuhnya membaik. Usai dibesuk oleh pemuda yang dicintainya, kondisi Clara membaik bahkan sempat pulang ke rumah. Menuju detik-detik terakhir hidupnya, ia kembali ceria dan ingin melanjutkan hidupnya, kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda, mengambil magister.Tanpa diduga seminggu kemudian kondisi tubuhnya kembali kolaps hingga dilarikan ke rumah sakit Palmerah kembali. Semua anggota keluarga terkejut mendengar kabar duka tersebut, terutama Daniel Dash.Diana menangis tiada henti dalam dekapan Daniel. Ia merasa sangat terpukul melihat putrinya kembali ke pangkuan sang Kuasa. Seperti dugaannya, hidup Clara takkan lama. “Tante
Setelah acara prosesi pemakaman usai, perlahan satu per satu pelayat mulai berangsur berkurang, mundur teratur dan pamit undur diri. Giliran Darren dan Nuha pun bisa maju ke depan mendekati kuburan dan Diana yang tengah dipeluk Kinan.Barulah dari jarak dekat, Nuha bisa melihat frame raksasa berkalung bunga yang menampilkan wajah Clara yang diletakan di atas kuburan yang masih basah dan bertabur bunga. Tak salah lagi, gadis yang ia lihat ialah Clara yang seringkali diam-diam diajak Daniel ke rumah mertuanya.Perasaan Nuha makin tak karuan. Setelah mengetahui kedekatan adiknya dengan Daniel, ia merasa kecewa pada mereka kemudian sekarang melihat fakta yang tampak di depan mata, rasa kecewa itu semakin bertambah. Bukan Nuha tidak ikut senang melihat perubahan Daniel menjadi lebih baik. Bukan pula ia merasa lebih suci atau bersih darinya. Nuha hanya tak rela saja jika adiknya yang polos dekat dengan mantan playboy. Ia takut penyakit lama Daniel akan kembali kambuh.Sepengetahuan dirin
“Grandma!”Suara Farah yang kencang membuat Kinan dan Daniel menoleh ke arahnya.Daniel langsung loncat dari kasur, nyaris membuat ibunya oleng di atas kasur dan menghampiri Farah yang berjalan ke arah mereka. Tanpa meminta ijin darinya, Daniel langsung mengangkat tubuh Farah yang gemuk hingga memekik karena kaget. Ia memangkunya sembari mengajaknya berputar-putar. “Kangen Uncle gak Beauty?”Daniel menghujani pipi gembil Farah dengan ciuman hingga anak itu tertawa renyah karena merasa geli.“Geli, Daniel! Stop it!” kata Farah berusaha menghindari ciumannya namun tak berhasil sebab Daniel dengan gemasnya menahan anak itu agar tidak berontak. Memeluknya seperti memeluk boneka.“Lah, kok Daniel? Uncle dong!” protes Daniel dengan menekuk bibirnya, berpura-pura marah pada gadis kecil yang cantik itu.“Sorry, Uncle!” katanya terkikik geli. Cara ia tertawa mirip seseorang. Tawanya lepas.“Mom coba lihat dia? Tawanya mirip siapa?”Daniel menoleh pada Kinan yang masih duduk di tepi ranjang.“
Lama terdiam Nuha dan Darren bingung mau merespon apa pengakuan Daniel. Sepasang suami istri tersebut terlihat saling lirik dengan perasaan gelisah. Berbeda dengan Daniel yang terlihat santai. Ia sama sekali tidak takut jika kakaknya tidak merestuinya. Yang paling penting, Salwa menerima cintanya. Jika keluarganya tidak mendukungnya, mungkin opsi terakhir kawin lari. Begitulah pikiran liar Daniel.“Darren, Nuha, Daddy tau ini tak mudah. Daddy juga sempat kaget mendengar pengakuan Daniel. Kami paham sekali alasannya Salwa adiknya Nuha. Mereka masih memiliki hubungan kekerabatan meski memang tak masalah jika ipar dengan ipar menikah.Ke dua Daddy juga paham, Nuha, Daniel bukan pemuda idaman atau sholeh yang sesuai kriteria kalian. Tapi Daddy yakin, Daniel sudah sejauh ini. Ia memutuskan mualaf. Dia juga orangnya mau belajar,”Daniel merasa di atas awan mendengar perkataan bijak ayahnya. Gayung bersambut, ayahnya mendukung semua keinginannya.‘Makasih, Jonathan! Eh, Daddy Jonat,’ batin
Salwa menoleh dengan keterkejutan di wajahnya, melihat tiba-tiba Daniel Dash berada di belakangnya dan mengomentari ocehannya. Sudah tanggung kepergok. Mau melarikan diri juga percuma. Gadis itu tidak memiliki jurus menghilang ataupun pintu ajaib doraemon yang bisa membawanya ke suatu tempat. Ia hanya mencoba sebaik mungkin menampilkan sebuah mimik muka normal, terkejut seperti baru pertama kali melihatnya berada di sana. “Mister, kenapa sih suka ngagetin? Kau mirip jelangkung! Datang dan pergi tak diantar. Untung aku gak terkena serangan jantung lalu dilarikan ke NICU dan …” “Dan aku sedih sekali melihat Sally ku sakit?!” Daniel mengucek-ucek matanya dengan gerakan merengek seakan menangis. Membuat gadis itu merasa pemuda yang bersama selama ini seperti menjadi pribadi yang berbeda. Seingatnya sebelum menyatakan cinta padanya ia terlihat normal, pemuda yang dingin, bicara seperlunya dan jaga wibawa tentunya. Namun apa yang ia temukan saat ini, barangkali karena virus merah jamb
Salwa terkagum-kagum melihat interior sebuah restoran Korea mewah di daerah Pakuan. Beberapa kali tak sadar matanya yang berwarna irish coklat muda nan bening mengerjap dengan bibir tipis yang terbuka.Katakanlah ia seperti orang kampungan yang baru datang ke sebuah restoran mewah. Ia memang berasal dari kampung. Pernah beberapa kali diundang makan di resto mewah oleh kakaknya dan keluarga Alatas. Namun karena gadis itu orang yang ekspresif sehingga perasaan apapun mudah dilihat dari air muka wajahnya.Jika Salwa bahagia, maka wajahnya berseri-seri. Jika ia bersedih hati maka wajahnya ditekuk tanpa kompromi tak tahu waktu dan tempat. Biasanya ia terlihat dingin dan judes berhadapan dengan makhluk bernama lelaki. Namun entah kenapa berurusan dengan Daniel Dash berbeda. Mungkin karena berawal merasa akrab karena ikatan saudara awalnya hingga bersemi cinta di hati ke duanya.Keinginan Salwa makan nasi kebuli jauh panggang dari api meskipun ia sempat berapi-api. Keinginannya tak terlaksan
Aruni diam menatap putrinya yang terlihat gelisah. Nuha sengaja datang ke rumah sang ibu dan menceritakan apa yang terjadi semalam, apa yang ia dengar dalam rapat penting keluarga. “Bagaimana pendapat Ummi soal itu?”Nuha bertanya dengan serius. Ada nada khawatir yang tesirat dari suaranya.Sebelum menjawab, Aruni menarik nafas sedalam-dalamnya. “Nuha, soal itu … Ummi sudah tau.”Jawaban Aruni membuat Nuha terperangah. “Ap-pa?”“Ummi sudah tahu dari dulu, Nak.”“Kapan? Sejak kapan kedekatan mereka muncul? Ini tidak bisa dibiarkan. Kenapa Ummi diam? Kenapa Ummi tidak cerita?”Nuha mendesak sang ibu untuk bercerita.“Selama ini Ummi memang diam. Ummi hanya mengira jika anak itu terobsesi wanita yang mirip dirimu jadi dia seolah menemukan dirimu pada adikmu.Namun setelah Ummi lihat dan perhatikan. Yang benar saja, kau dan adikmu jelas berbeda. Ternyata Salwa, adikmu, alasan dirinya sembuh. Alasan dirinya berubah. Alasan dirinya bahkan menjadi mualaf, mungkin salah satunya. Daddy mu b
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap