Hola, assalamualaikum. Masih pada baca gak teman" Makasih ya doa dan supportnya buat novel ini Semoga menghibur kalian semua ...
“Kayaknya daya ponselnya mati,” gumam Nuha dengan perasaan gelisah. Ia merasa tak tenang karena belum mendapatkan penjelasan soal kenapa adiknya saat ini bersama Daniel. Ia tak boleh berburuk sangka. Ia berusaha tenang. Mungkin nanti setiba di apartemen, Nuha akan kembali menelepon mereka atau mertuanya. Setelah tiba di apartemen, Nuha langsung mencoba menghubungi kembali baik Salwa ataupun Daniel namun tetap saja nomor mereka tidak aktif. “Kenapa kompak tidak aktif? Ini sudah larut malam.” Nuha bergumam, pikirannya sudah kemana-mana. “Kenapa Sayang?” tanya Darren melihat raut wajah istrinya yang macam istri belum dapat uang nafkah dari suaminya. “Ini mau nelpon Salwa, tapi nomornya gak aktif.” “Eh, barusan Mommy telepon,” “Apa kata Mommy?” tanya Nuha tak sabaran. Mungkin adiknya memang mampir ke rumah Daniel. Begitu pikirannya. “Tadi katanya nyuruh Salwa bawa pesanan baju di butik langganan Mommy sama Daniel. Kondisi Daniel, yang masih lemah kadang mengkhawatirkan jika harus
Mau marah tapi tak tega. Kalau dibiarkan khawatir jadi kebiasaan. Begitulah pikiran Aruni sekarang. Melihat sepasang anak muda yang tengah berusaha mati-matian menyembunyikan sesuatu darinya. Sesekali mereka saling lirik. Anak perempuan yang meliriknya dengan tatapan sengit sedangkan pemuda yang usianya lebih dewasa darinya meliriknya dengan tatapan yang entahlah. Mungkin hanya pikirannya saja. Tatapan itu ia kenal sekali, tatapan seorang lelaki yang mendamba seorang wanita. Aruni menarik nafas dalam. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Dadanya sempat terasa sesak tadi ketika mendapati anak gadisnya berduaan dengan lelaki yang bukan mahram. Namun ia cukup bisa mengendalikan dirinya, berpikiran positif dan tidak reaksioner. Ia tidak boleh bertindak gegabah. Ia paham betul karakter anaknya yang keras kepala persis dirinya saat muda. Jika ia salah menangani maka akibatnya fatal. Daniel dan Salwa kini tengah duduk di sofa panjang di ruang tamu secara terpisah. Ada jarak di antara mereka
“Ummi, pelan-pelan tau! Sakit! Ummi mah kayak punya dendam terselubung.”Salwa sedari tadi mengoceh pada ibunya yang tak biasanya menyisiri rambutnya yang tumbuh memanjang hingga ke punggung.“Ini sudah pelan-pelan, bawel!” sahut Aruni seraya memperbaiki cara menyisiri rambutnya agar tidak perih dan kesakitan saat ditarik. “Wa, kau tak menyisir rambut? Malas sekali,”“Hem, kapan ya Ummi, aku menyisir rambut. Ah, ya seminggu yang lalu,”Pltak!“Ummi sakit! Kalakah diteke!” Salwa meringis perih mendapat jitakan di kepalanya.“Jadi perempuan itu harus rapi! Tuh lihat Teh Nuha! Gimana mau jadi ibu rumah tangga kalau ngurus diri aja gak becus,”Sekalinya bicara Aruni sangat menusuk, pedas mirip bon cabe.“Terus dibandingin sama Teh Nuha! Beda pabrik lah, eh, beda bapak lah,”Aruni menggeram pelan mendengar putrinya membahas hal yang super sensitif, tak lain ayah kandung Nuha.“Kalau gak bisa ngurus rambut mending potong aja,”“Ummi, aku bercanda! Asli! Hari ini doang aku gak nyisir, soaln
Keesokan harinya Daniel mengunjungi rumah sakit yang terletak di kawasan Palmerah, Jakarta. Ia akan membesuk sepupu jauhnya, sekaligus wanita yang pernah dekat dengannya. Kedekatan yang tak wajar sebab mereka pernah menjalin hubungan Friends with benefit.Daniel Dash dulu seringkali bergonta-ganti pasangan seks*al. Ia begitu menyesalinya. Sebab ia telah memanfaatkan sepupunya itu hanya sekedar untuk melampiaskan hawa nafsunya padahal gadis itu tulus menyayanginya. Namun gadis itu tak menuntut apapun hubungan dengannya saking cinta butanya.Setelah bertanya pada resepsionis, Daniel akhirnya memperoleh informasi bahwa Clara masih dirawat di ruang ICU namun sudah sadar.“Daniel!” seru Diana, ibunda dari Clara langsung menghambur memeluk tubuh jangkungnya tatkala kaki Daniel mendarat tepat di depan ruangan instalasi gawat darurat tersebut.“Tante, bagaimana Clara?” tanya Daniel dengan perasaan yang cemas. Bagaimanapun Clara awalnya gadis yang baik sebelum ia perkenalkan dengan clubbing da
“Sally! Tunggu!”Daniel mengejar Salwa yang kesal sewaktu mereka berada di rumah makan Sunda. Betapa tidak, saat itu Daniel terlihat kekanak-kanakkan dengan secara sengaja mempertontonkan kedekatan dirinya dan Salwa. Secara tidak langsung Daniel mengumumkan pada mereka bahwa Salwa ialah miliknya. Ia lupa jika Salwa sudah mengingatkannya untuk tidak mengumbar perasaannya di hadapan khalayak umum, mengingat status hubungan mereka belum sah di mata sang pencipta.Namun Daniel justru ingin sekali mengumumkan pada dunia bahkan alam semesta termasuk galaksi bima sakti bahwa Salwa Salsabila itu calon istrinya. Evan harus tahu! Ia tidak boleh mendekatinya.“Sally! Wait! Salwa Salsabila anaknya Ummi Arunika yang judes!” teriak Daniel seperti orang tidak waras.Beberapa orang yang melihat adegan saling mengejar mereka, menatapnya dengan penuh mafhum. Mungkin mereka sepasang kekasih yang sedang bermasalah atau sepasang suami istri yang tengah bertengkar.Daniel tidak menyerah. Ia menyesal tak b
Awan mendung menyelimuti langit salah satu pemakaman kalangan elit di Karawang, Jawa Barat. Dikawani hembusan angin yang menusuk-nusuk hingga ke bagian sumsum tulang, rintik hujan seakan menambah dramatisir prosesi pemakaman gadis yang sebulan lalu baru saja melewati masa kritis.Gadis bernama Clara telah mengembuskan nafas terakhirnya ketika kondisi tubuhnya membaik. Usai dibesuk oleh pemuda yang dicintainya, kondisi Clara membaik bahkan sempat pulang ke rumah. Menuju detik-detik terakhir hidupnya, ia kembali ceria dan ingin melanjutkan hidupnya, kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda, mengambil magister.Tanpa diduga seminggu kemudian kondisi tubuhnya kembali kolaps hingga dilarikan ke rumah sakit Palmerah kembali. Semua anggota keluarga terkejut mendengar kabar duka tersebut, terutama Daniel Dash.Diana menangis tiada henti dalam dekapan Daniel. Ia merasa sangat terpukul melihat putrinya kembali ke pangkuan sang Kuasa. Seperti dugaannya, hidup Clara takkan lama. “Tante
Setelah acara prosesi pemakaman usai, perlahan satu per satu pelayat mulai berangsur berkurang, mundur teratur dan pamit undur diri. Giliran Darren dan Nuha pun bisa maju ke depan mendekati kuburan dan Diana yang tengah dipeluk Kinan.Barulah dari jarak dekat, Nuha bisa melihat frame raksasa berkalung bunga yang menampilkan wajah Clara yang diletakan di atas kuburan yang masih basah dan bertabur bunga. Tak salah lagi, gadis yang ia lihat ialah Clara yang seringkali diam-diam diajak Daniel ke rumah mertuanya.Perasaan Nuha makin tak karuan. Setelah mengetahui kedekatan adiknya dengan Daniel, ia merasa kecewa pada mereka kemudian sekarang melihat fakta yang tampak di depan mata, rasa kecewa itu semakin bertambah. Bukan Nuha tidak ikut senang melihat perubahan Daniel menjadi lebih baik. Bukan pula ia merasa lebih suci atau bersih darinya. Nuha hanya tak rela saja jika adiknya yang polos dekat dengan mantan playboy. Ia takut penyakit lama Daniel akan kembali kambuh.Sepengetahuan dirin
“Grandma!”Suara Farah yang kencang membuat Kinan dan Daniel menoleh ke arahnya.Daniel langsung loncat dari kasur, nyaris membuat ibunya oleng di atas kasur dan menghampiri Farah yang berjalan ke arah mereka. Tanpa meminta ijin darinya, Daniel langsung mengangkat tubuh Farah yang gemuk hingga memekik karena kaget. Ia memangkunya sembari mengajaknya berputar-putar. “Kangen Uncle gak Beauty?”Daniel menghujani pipi gembil Farah dengan ciuman hingga anak itu tertawa renyah karena merasa geli.“Geli, Daniel! Stop it!” kata Farah berusaha menghindari ciumannya namun tak berhasil sebab Daniel dengan gemasnya menahan anak itu agar tidak berontak. Memeluknya seperti memeluk boneka.“Lah, kok Daniel? Uncle dong!” protes Daniel dengan menekuk bibirnya, berpura-pura marah pada gadis kecil yang cantik itu.“Sorry, Uncle!” katanya terkikik geli. Cara ia tertawa mirip seseorang. Tawanya lepas.“Mom coba lihat dia? Tawanya mirip siapa?”Daniel menoleh pada Kinan yang masih duduk di tepi ranjang.“