Afwan, ngapunten, weekend slow! Makasih sudah vote dan support novel ini ya … Love you … all ...
Malam semakin larut. Udara semakin dingin hingga membuat bulu kuduk meremang dan gigi geligi gemeletuk. Namun atmosfer tersebut sama sekali tidak mengurungkan niat Salwa dan Neng Mas untuk melanjutkan misi mereka. Meskipun di hadapan mereka, mara bahaya tetap mengancam, mereka akan tetap menunggu situasi kondusif terlebih dahulu. Minimal, mereka akan melakukannya lagi setelah mereka memastikan para pemburu pesugihan yang membongkar makam jenazah yang baru dikuburkan itu bisa dilaporkan ke pihak berwajib.Sebelum rencana semua terlaksana, seorang pria dewasa langsung merusak rencana mereka.“Ustaz!!” ucap Salwa dan Neng Mas serempak. Mereka terlihat syok saat mendapati guru mereka ternyata berada di belakang mereka dalam keadaan marah. Ustaz Baihaqi menyusul mereka setelah melihat rekaman di CCTV, pergerakan mereka. Tak lupa, ia juga mengecek kamar asrama mereka yang ternyata kosong.“Ustaz Baihaqi kenapa ada di sini?” tanya Salwa dengan begitu entengnya. Pertanyaan yang tertukar.“Se
Malam itu Salwa mulai berpikir buruk mengapa Acep belum keluar juga dari ruangan di mana Neng Mas dirawat. Apa yang sedang mereka lakukan? Masalahnya Neng Mas di ruangan itu sendirian. Dan, masalah lainnya, Neng Mas suka nonton drama Korea akhir-akhir ini sembari mengemil yang manis-manis. Ehe hem hem, Beberapa kali Salwa berdehem, lalu terbatuk-batuk dan lama kelamaan ia ingin muntah karena masuk angin. Malam hari keluyuran di tengah cuaca yang dingin dan kabut juga sempat turun. Ia pun buru-buru mencari toilet karena tak tahan mual dan ingin muntah. “Sus, di manakah toilet?” tanya Salwa pada perawat yang lewat. Salwa nyaris pingsan melihat penampakan perawat berseragam berwarna putih yang sudah kucel itu. Tak hanya pakaiannya saja yang terlihat kotor dan kucel, wajahnya pula terlihat pucat dan ada dua lingkaran hitam di bawah matanya. “Lurus ke depan, belok kanan dan lurus lagi lalu belok kiri,” jawab perawat itu menatap sayu Salwa. Mungkin saat menjadi seorang dokter kondisi
“Ummi datang gak ngasih kabar dulu? Untung aku belum berangkat. Rencananya kami akan menginap di rumah Papa Naufal.”Nuha menghampiri Aruni yang baru saja memasuki rumahnya. Nuha langsung menghujani ciuman pada ibunya dan memeluknya.Aruni mendesah pelan lalu memberikan secarik surat dengan kop surat pondok pesantren Babussalam.Nuha langsung meraih kertas itu dan membacanya. Ke dua bola mata Nuha bergerak-gerak dan memperlihatkan wajah panik detik berikutnya.“Salwa dikeluarkan dari pondok? Kenapa? Salwa buat kesalahan apa?” ucap Nuha terlihat syok dengan tangan yang gemetar masih memegangi surat itu.“Belum dikeluarkan! Masih dikasih waktu skorsing, dua minggu. Makanya Ummi bawa anak itu kemari. Aduh, benar-benar Ummi pusing sekali menghadapi adikmu itu. Dia benar-benar susah diatur.”Aruni memijit pangkal hidungnya, merasa sakit kepala tiba-tiba menyerangnya.“Ummi, kesalahan apa sampai Salwa diskorsing? Aku baru dengar ada hukuman pondok yang menerapkan skorsing pada santrinya.”
Setiba di rumah Nuha, Salwa tidak keluar kamar. Ia memilih mengurung diri di sana. Ia masih merasa kesal pada situasi yang ia alami. Ia tak terima dengan hukuman yang diberikan pihak pesantren padanya. Ia marah pada Ustaz Baihaqi.Mariyam Nuha sudah memahami kondisi adiknya. Ia akan membiarkan adiknya waktu. Namun ia tetap membujuk adiknya karena ia akan pergi ke rumah Naufal malam itu. Ia tak tega jika meninggalkan adiknya.“Wa, kita ke rumah Papa Naufal. Sekarang ulang tahun Papa Naufal. Aku kira cuma acara makan malam biasa. Ternyata ulang tahun Papa. Kalau gak dateng gak enak, Wa. Teh Kania udah tau kau menginap di sini. Dia juga mengundangmu,”Nuha berbicara di bibir pintu. Yang bisa masuk ke kamarnya hanyalah Farah. Farah juga sudah membujuknya namun nihil. Salwa memang karakternya keras kepala.Karena bosan membujuk tantenya, Farah pergi keluar rumah, tak sabar ingin bertemu dengan kakek dan neneknya. Farah, Asyraf dan Farrel bahkan melakukan video call dengan mereka. Naufal me
Sekitar pukul dua siang, usai pekerjaannya rampung, Daniel Dash meminta Riko untuk berbelanja ke mall. Ia hanya menunggunya di tempat parkiran mobil dengan ongkang-ongkang kaki dan memainkan game pertempuran.Daniel Dash hanya memberikan list, daftar belanja. Namun siapa sangka, ternyata list belanja itu banyak sekali. Dalam waktu satu jam Riko kembali dibantu oleh seorang karyawan market mendorong dua troli besar.“Banyak juga ya?” ucap Daniel saat melihat Riko dengan wajah masamnya. Riko kini bukan sekedar orang suruhannya, bodyguardnya, namun ia juga seolah berperan sebagai tangan kanannya.“Mas, masukin ke bagasi!” titah Riko pada karyawan itu yang diikuti anggukan.“Rik, beli es krim di Bogor saja!” ucap Daniel teringat es krim yang tak masuk ke dalam daftar belanjaan.Riko hanya mendengus kasar.“Jadi belanjaan ini mau dibawa kemana Mas?” tanya Riko setelah selesai menyusun kantong-kantong belanjaan ke dalam bagasi mobil. Pasalnya tak biasanya Daniel berurusan dengan kebutuhan p
“Rain, dirusak orang! Lihatlah!!”Salwa menunjukan boneka beruang yang dipeluknya.Daniel menghela nafas. Ia mengira Rain itu manusia. Seketika tawa pecah di bibirnya.“Ya ampun, Sally! Kau ini mirip anak kecil! Hanya karena sebuah boneka sampai menangis. Sudah jangan nangis! Mas belikan boneka yang baru. Sini boneka itu Mas buang!”Daniel merampas boneka itu dengan agak kasar. Di mata Daniel, Rain itu terlihat kumal dan robek. Padahal lebih parah dari itu. Ia tidak tahu jika kondisi boneka itu tidak lagi utuh bagian kepala dan tubuhnya, nyaris terpisah, hingga ketika ditarik kepalanya jatuh menggelinding tepat ke dalam kolam termasuk isian boneka-dacron terburai berjatuhan.Melihat sikap Daniel, Salwa menatap nyalang dirinya dengan penuh kilatan emosi. Berbeda dengan gadis itu, Daniel mengira jika boneka itu hanyalah boneka di mata Salwa. Semua boneka itu sama, bukan?Nyatanya, jauh lebih dari itu, gadis itu terlihat muntab menatap nanar kepala Rain yang tercebur kolam. Baginya, bone
Semalam Salwa mengalami demam tinggi setelah sempat mengalami hipotermia ringan. Di atas ranjang, Ia berguling ke kanan dan ke kiri karena merasa tak nyaman dengan tubuhnya. Kepalanya berdenyut sakit karena terlalu lama menangis. Ia pun memutuskan mencari obat di kotak P3K. Ia langsung menelan obat pereda demam dan pain killer. Ia tak ingin berlama-lama berada di tempat tidur. Setelah merasa baikan, ia pun memutuskan tidur dan terbangun saat menjelang subuh sekitar pukul setengah empat. Ia melaksanakan sholat malam. Setelahnya ia berdzikir dan mendaras alquran sembari menunggu adzan subuh. Tubuhnya mulai terasa pulih meskipun kepalanya masih berdenyut sakit bagai dihantam palu godam. Ia pun mengambil obat pain killer kembali untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya. Masih memakai mukenanya, Salwa berjalan menuju meja rias. Ia berkaca dan langsung terkesiap melihat wajahnya yang menyedihkan. Matanya sembab dan hanya tampak segaris. “Ya Allah, mataku ini kenapa?” Tangannya mengus
Daniel Dash fokus pada pekerjaannya, menandatangani dokumen penting. Namun sebelumnya ia memeriksa berkas itu dengan begitu teliti. Matanya yang tajam bergerak-gerak dengan lincah mengamati satu per satu lembaran itu. Satu kata yang mewakilinya, perfeksionis!Dalam urusan pekerjaan, Daniel Dash melakukannya dengan all out. Ia fokus pada pekerjaan yang diembannya.Di sela-sela kegiatannya menandatangani berkas penting, teleponnya berdering kembali. Rupanya si kembar meneleponnya.Semua yang dilakukan Daniel tak luput dari perhatian sang sekretaris.[Halo, apa Cantik?] Kali ini suara Daniel terdengar lembut, berbeda saat ia berbincang dengan seseorang sebelumnya.‘Cantik? Pasti pacarnya,’ batin sang sekretaris.[Uncle, aku kangen. Kapan Uncle pulang? Aku kepengen ajak Uncle bernyanyi! Studio karaoke sudah jadi dibuat Ayah. Tapi, hanya aku yang menggunakannya. Ayah dan Ibu tak pandai bernyanyi.]Di balik suara yang lucu dan imut itu Farah terlihat menggemaskan, sehingga membuat Daniel t
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap