Semalam Salwa mengalami demam tinggi setelah sempat mengalami hipotermia ringan. Di atas ranjang, Ia berguling ke kanan dan ke kiri karena merasa tak nyaman dengan tubuhnya. Kepalanya berdenyut sakit karena terlalu lama menangis. Ia pun memutuskan mencari obat di kotak P3K. Ia langsung menelan obat pereda demam dan pain killer. Ia tak ingin berlama-lama berada di tempat tidur. Setelah merasa baikan, ia pun memutuskan tidur dan terbangun saat menjelang subuh sekitar pukul setengah empat. Ia melaksanakan sholat malam. Setelahnya ia berdzikir dan mendaras alquran sembari menunggu adzan subuh. Tubuhnya mulai terasa pulih meskipun kepalanya masih berdenyut sakit bagai dihantam palu godam. Ia pun mengambil obat pain killer kembali untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya. Masih memakai mukenanya, Salwa berjalan menuju meja rias. Ia berkaca dan langsung terkesiap melihat wajahnya yang menyedihkan. Matanya sembab dan hanya tampak segaris. “Ya Allah, mataku ini kenapa?” Tangannya mengus
Daniel Dash fokus pada pekerjaannya, menandatangani dokumen penting. Namun sebelumnya ia memeriksa berkas itu dengan begitu teliti. Matanya yang tajam bergerak-gerak dengan lincah mengamati satu per satu lembaran itu. Satu kata yang mewakilinya, perfeksionis!Dalam urusan pekerjaan, Daniel Dash melakukannya dengan all out. Ia fokus pada pekerjaan yang diembannya.Di sela-sela kegiatannya menandatangani berkas penting, teleponnya berdering kembali. Rupanya si kembar meneleponnya.Semua yang dilakukan Daniel tak luput dari perhatian sang sekretaris.[Halo, apa Cantik?] Kali ini suara Daniel terdengar lembut, berbeda saat ia berbincang dengan seseorang sebelumnya.‘Cantik? Pasti pacarnya,’ batin sang sekretaris.[Uncle, aku kangen. Kapan Uncle pulang? Aku kepengen ajak Uncle bernyanyi! Studio karaoke sudah jadi dibuat Ayah. Tapi, hanya aku yang menggunakannya. Ayah dan Ibu tak pandai bernyanyi.]Di balik suara yang lucu dan imut itu Farah terlihat menggemaskan, sehingga membuat Daniel t
Yusuf cukup tersentak melihat respon Darren. Namun anak kecil itu menjawab dengan cerdas. “Maaf, Om, aku tidak bermaksud berbuat tidak sopan. Aku hanya mengajak Farah bermain. Lagian kami masih kecil Om. Kami belum baligh dan kami masih bisa bermain bersama.”Yusuf menjawab dengan penuh percaya diri.‘Pintar sekali anak ini!’ batin Darren.“Tak boleh! Kau tak boleh main dengan Farah. Kalau mau main, kau main dengan Asyraf dan Farrel! Anak lelaki bermain dengan anak lelaki!” peringat Darren Dash pada putranya Attar.Darren secara tidak langsung menunjukan ketidaksukaannya pada anak itu. Ia begitu takut jika Yusuf mendekati Farah hingga mereka tumbuh dewasa. Darren tak rela putrinya berdekatan dengan anak mantan istrinya! Ia harus menjauhkan mereka sejak dini. Mungkin, Darren terdengar berlebihan.“Ayah, jangan marah pada Yusuf! Yusuf anak yang baik, dia memberiku boneka barbie! Lihatlah!”Farah menunjukan barbie itu ke muka Darren.Darren langsung menyambar boneka itu dan memberikannya
Sore itu sekitar pukul lima sore, Daniel dan Salwa tengah berada di depan gerbang rumah kontrakan Irene. Mereka berada di sana karena berniat akan menjemput Irene dan Inez untuk pergi ke pasar malam.“Sal,” seru Daniel lembut pada Salwa. Ia tengah merangkai kata agar tidak salah dalam menyampaikan pesan-pesan kawannya yang membatalkan pergi ke pasar malam hari itu. Bukan tanpa alasan, suasana hati Salwa saat ini mirip roller coaster. Ia tengah mengalami mood swing. Daniel seperti sedang menghadapi gadis itu yang tengah mengalami masa siklus period nya.Salwa hanya menatap jendela, melihat pemandangan gedung-gedung dan pertokoan yang berada di pinggir jalan dan tak banyak bicara. Biasanya gadis itu banyak bicara, apa saja ia ceritakan. Ketika Daniel memanggilnya, gadis berjilbab biru tua itu langsung memutar lehernya dan menelengkan pandangannya pada Daniel.“Ap-pa?” “Sally,” ucap Daniel terjeda, ia pasti mengira jika Salwa akan membatalkan kepergian mereka ke pasar malam karena yan
Malam itu telah terjadi kesalahpahaman. Ustaz Baihaqi berkunjung ke pasar malam karena mendapat laporan dari rois santri bahwasanya ada santri baru-anak aliyah yang belum pulang ke pondok, beralasan mengerjakan tugas namun ternyata main ke pasar malam. Oleh karena itu ia mulai berpatroli dan mendisiplinkan anak santri Babussalam yang mulai melakukan pelanggaran. Beberapa anak santri dititipkan di pondok karena ke dua orang tua mereka tidak sanggup dalam mendidik mereka yang susah diatur, akibat terbawa pengaruh arus lingkungan dan pertemanan yang buruk. Sehingga tak ayal, jika ada tabiat buruk para santri yang masih dibawa ke pondok. Ustaz Baihaqi digadang-gadang kelak yang akan menjadi penerus pemimpin pondok sebab ia memiliki dedikasi yang tinggi dan komitmen yang kuat untuk memperbaiki akhlak para santri. Malam itu ia menciduk beberapa santri-pelajar aliyah yang diam-diam main keluar pondok saat malam hari. Sebelumnya, ia menghukum Salwa Salsabila dan Neng Mas karena kedapatan be
Salwa bernafas lega. Rupanya Farah melakukan video call bukan ibunya. Gadis bermanik mata hazel itu menggunakan ponsel ibunya. Jika Mariyam Nuha yang melakukan video call bisa merepotkan. Salwa akan diinterogasi.Farah banyak bertanya apa yang dilakukan oleh om dan tantenya saat keluar. Salwa menjawab mereka hanya berjalan-jalan dan membeli jajanan. Memang betul hanya itu yang mereka lakukan. Mereka pergi sebentar ke pasar malam karena kehadiran Ustaz Baihaqi.Salwa menutup sambungan video call dari Farah. Ia merasa tenang. Meskipun mereka jalan berdua di tempat umum, Salwa merasa bersalah sebab posisi mereka kini sudah berubah status dari adik ipar menjadi calon istri. “Aku kira Teh Nuha,” gumam Salwa menaruh ponselnya ke dalam tas selempangnya.“Sally, takut ya sama Teh Nuha?” tanya Daniel penasaran.“Enggak, Mister. Aku cuma gak mau aja Teh Nuha cepuin ke Ummi. Males!! Diomelin,” sahutnya dengan mencebikkan bibirnya.Ia kembali mengambil plastik berisi arum manis. Ia mencubitnya d
Suasana terasa hening dan canggung sejak kedatangan Daniel Dash ke meja di mana dua pasang kekasih sedang bercengkrama. Bukan bercengkrama biasa akan tetapi sedang menggunjing Daniel Dash.“Orang yang dighibahi datang, Gaes!”Romi terbelalak saat melihat kedatangan Daniel ke sana.Daniel mengambil tempat duduk di samping Huda sembari menatap sahabatnya bergantian. Seketika lidahnya mendecak pelan.“Bukannya lo pergi ke pasar malam?” tanya Romi berbasa-basi. Pada intinya, ia berupaya untuk menenangkan Daniel. Sebagai sahabat yang sudah mengenalnya selama bertahun-tahun lamanya, ia mengenal betul karakter Daniel yang temperamen. Namun ia tidak terlalu risau sebab ia tahu semenjak Daniel memiliki hubungan yang khusus dengan Salwa, kadar temperamennya berkurang.“Udah dong!” jawab Daniel ketus. Romi bernafas lega mendengar responnya meskipun terkesan ketus tetapi tak sampai marah-marah sesuai ekspektasinya. Ia malah cenderung terlihat tenang, kendati seraut kesal tergurat tipis di wajahny
Salwa tak pernah menyimpan nomor seorang lelaki jika tidak memiliki kepentingan. Ia hanya menyimpan nomor lelaki seperti; teman kuliah, santri, dosen atau dokter. Ia cukup terkejut ketika mendengar Raja meminta nomor teleponnya. Apakah ada kepentingan?Karena merasa tidak memiliki kepentingan, gadis itu menolak dengan sopan. “Maaf, Kak Raja, tak bisa,” imbuh Salwa to the point. Ia beringsut dari duduk dan memutuskan keluar untuk menjemput Neng Mas yang sudah menunggunya di depan tempat parkir. Baru saja gadis berwajah babyface itu mengirim pesan pada ponselnya. Salwa bisa melihat notifikasinya lewat jendela pop up di layar ponselnya.Raja mengulum senyum dan merespon perkataan Salwa. “Mohon maaf, jangan salah paham! Keponakanku ingin kuliah di fakultas kedokteran Universitas Prabu Agung Cakra Buana. Aku tidak tahu menahu soal itu. Jadi, aku ingin memberikan nomormu padanya. Aku hanya teringat, jika Salwa-tunangannya Daniel Dash kuliah di sana bahkan mendapat beasiswa.”Salwa menggar