Farah duduk dengan gugup di atas sofa ketika mendapat omelan dari sang ibu. Ia hanya meremat jari jemarinya karena merasa bersalah. Beberapa kali ia mendesah pelan. Namun ia tak berani menyela perkataan ibunya yang lebih mirip seorang dosen killer yang tengah memberi mata kuliah yang panjang lebar.Telinganya sudah pasrah menerima segala muntahan amarah dan kekesalan sang Ibu. Sebetulnya, Nuha tidak marah soal dompet putrinya yang hilang di mana ada banyak kartu penting di dalamnya.Yang Nuha khawatirkan ialah, sesuatu terjadi pada Farah. Seharusnya Farah sabar menunggu kedatangan Raka menjemputnya. Namun ia justru pergi ke minimarket sendirian saat sore menjelang dan sepi. Biasanya ia selalu ditemani Asyraf.Meskipun Farah dilatih untuk menguasai bela diri, Nuha tetap saja sangat mengkhawatirkan putrinya ketika ia sendirian. Mariyam Nuha Masih merasa trauma akan kehilangan putrinya karena diculik saat ia masih bayi.“Dengar, Ibu hanya ingin Farah mendengar nasehat Ibu. Farah jangan k
Lonceng sekolah kembali berbunyi, pertanda jam istirahat tiba. Satu per satu murid keluar dari ruang kelas. Tidak boleh ada yang makan di kelas. Itu adalah aturan tidak tertulis di sekolah elit tersebut.Para murid akan makan di cafetaria dengan membawa kupon makan yang sudah dibeli sebelumnya atau membawa bekal dari rumah mereka.“Farah, tunggu!” Yusuf mengejar Farah yang terus menerus berusaha menghindarinya.Farah baru saja keluar dari cafetaria sendirian. Ia terlihat lebih banyak menyendiri ketimbang bergabung bersama teman sekelasnya.Yusuf mengekori Farah hingga keluar kafetaria. Ia harus bicara dengan Farah di sekolah. Sebab ia tak memiliki kesempatan berbicara di luàr sekolah.“Farah, awas!” peringat Yusuf saat melihat di jalan yang berlawanan arah dengan Farah, seorang guru sedang membawa tumpukan buku-buku besar di tangannya.Pria berjas hitam dengan rambut yang klimis serta berkacamata tampak serius berjalan dengan langkah mendugas menuju ruang guru.Brugh,Sebelum kalimat
Maesarah Basri menatap penuh telisik gadis remaja yang tengah berbincang dengan teman perempuannya yang lain. Bagaimana bisa, gadis itu diberkati kecantikan yang luar biasa. Kulitnya bersih mirip sekali ibunya. Namun garis wajahnya didominasi olen wajah ayahnya. Apalagi Irish matanya berwarna hazel. Sungguh tampak berbeda dari yang lain, terutama dari ras Lokal. Ia diberkati perpaduan sempurna wajah sang ibu yang masih keturunan Arab dan wajah sang ayah yang masih keturunan Aussie.Pantas saja, putranya begitu menyukainya. Bahkan ketika mereka Masih kecil, Yusuf selalu mengatakan padanya bahwa ia menyukai Farah karena cantik.Maesarah Basri menghela nafas pelan. Ia harus segera menjauhkan Yusuf dari Farah sebelum putrinya itu serius menyukainya hingga dewasa kelak. Karena ia sàdar, Darren Dash pasti tidak akan memberikan restu. Sebelum semuanya terlambat jauh, ia harus segera mengambil tindakan.Sebetulnya bukan hanya karena Darren Dash, ia juga tak ingin keluarganya terlibat dengan m
Tak terasa acara kelulusan sekolah telah usai. Kini Farah dan Asyraf sudah lulus SMP. Mereka akan mengikuti acara camping perpisahan di tempat yang berbeda karena berbeda kelas.Farah mengikuti camping bersama Yusuf dan teman-teman sekelasnya.Mereka camping di sebuah tempat indah di kota Bandung yang terletak di bawah kaki pegunungan Tangkuban Perahu.Pagi itu Nuha terlihat sibuk sebagai orang tua karena baru pertama kalinya ia harus melepas putrinya berkemah di luar kota bersama guru dan teman sekolahnya. Biasanya, gadis itu hanya berkemah di kota terdekat ketika mengikuti kegiatan sekolah. Sebagai seorang ibu ia mempersiapkan segalanya tanpa terkecuali. Ia menyiapkan pakaian dan makanan untuk ke dua anak kembarnya. Lokasi camping ground yang diikuti ke dua anak mereka berbeda. Asyraf berkemah masih di sekitar Bogor, Puncak. Sementara itu, Farah berkemah di luar kota.“Apa ada yang kurang gak?”Nuha mengusap dagunya sembari menatap barang bawaan yang akan dibawa putrinya.Farah yan
Kepanikan terjadi di salah satu lokasi camping ground yang sudah disewa oleh salah satu sekolah elit berasal dari kota Bogor. Bukan tanpa alasan, seharusnya mereka sedang bersenang-senang saat ini. Dalam agenda acara, mereka akan melakukan hiking dan wisata kuliner sebelum pulang.Naasnya, sebuah insiden telah terjadi. Salah satu anak murid menghilang. Semua guru langsung menghubungi pihak pengelola camping ground. Mereka meminta bantuan untuk mencari anak perempuan itu.Pencarian langsung dilakukan hari itu. Karena tak cukup membuahkan hasil, mereka juga meminta bantuan pada pihak berwajib agar segera menemukan gadis itu.“Anak-anak, kami harap, kalian tenang. Kami akan berusaha mencarinya hingga ketemu. Kami akan melakukannya terus. Kalian adalah tanggung jawab kami.”Ms Raina berbicara di balik mikrofon wireless. Suasana menjadi menegangkan karena insiden itu. Kepala sekolah yang menyusul datang langsung mengambil tindakan. Para murid yang lain akan segera dipulangkan. Sementara
Saat mendengar ada insiden selama di camping ground, satu per satu orang tua yang sudah mendengar kabar itu langsung menjemput anak mereka ke lokasi. Alhasil para dewan guru membatalkan kepulangan mereka sebab para orang tua sudah keburu datang. Pihak sekolah menjadi sorotan atas menghilangnya Elia. Mereka disalahkan dan disudutkan karena dianggap tak bisa menjamin keselamatan murid mereka.Elia dianggap hilang karena diculik. Polisi yang bertugas menemukan sebuah sapu tangan yang setelah diselidiki ternyata mengandung cairan obat bius di sebuah jalan setapak yang mereka sisiri.Sisi lain, Farah dan Yusuf terdiam ketika melihat Ms Raina yang lagi-lagi menjadi muntahan kemarahan ke dua orang tua Elia. Sesekali mereka berpandangan. Mereka berkomunikasi dengan cara tatapan mata.“Kenapa mereka menyalahkan Ms Raina?”Farah kesal dan menggerutu pada akhirnya. Tangannya mengepal di ke dua sisi tubuhnya. Rasanya tak adil ketika guru IPS itu yang menjadi sasaran kekesalan mereka. Kepala sek
Tangan Farah gemetar saat melihat isi pesan dari seseorang. Namun sisi lain, ia merasa lega. Sebab membaca pesan itu memberikan sebuah petunjuk keberadaan Elia. Kesimpulannya Elia berada di suatu tempat dalam keadaan selamat. Elia diculik. Penculiknya meminta uang tebusan.Semalam suntuk, Farah tak kuasa memejamkan matanya. Ia tengah berpikir keras bagaimana caranya bisa menyelamatkan sahabatnya. Dalam artian ia membawanya pulang. Jika ia melapor kepada ke dua orang tuanya maka sudah dipastikan mereka akan melapor pada pihak berwajib dan Elia terancam terluka.Farah yang memiliki jiwa heroik tak ingin gegabah mengambil tindakan.Hingga menjelang dini hari, akhirnya Farah baru bisa tidur. Sang ibu mengomel pada putri semata wayangnya yang bangun kesiangan pagi itu.“Mbak Farah bergadang semalam? Mengapa sampai bangun kesiangan?”Nuha menyerbu putrinya dengan pertanyaan sedangkan tangannya mengelus-elus lengannya.Farah bangun dengan rambut yang tergerai berantakan menutupi separuh waj
Farah menyimpan uang tabungannya ke dalam tas ranselnya. Ia mengenakan masker kembali dan topi baseball hingga wajahnya mungkin takkan dikenali.Gadis keras kepala itu keluar dari area bank, berjalan menuju tepi jalan. Ia akan memesan taxi menuju rumah Yusuf. Saat itu ia kembali menerima pesan dari penculik Elia. Namun Farah membalasnya dan meminta waktu pada penculik itu untuk mengambil uang senilai seratus juta rupiah.Farah diserbu perasaan gelisah secara tiba-tiba. Ia merasa di belakangnya ada sosok yang mengikutinya sedari tadi. Seseorang yang memakai hoodie. Farah tak berani menoleh ke arahnya. Ia buru-buru pergi dari sana, berusaha menghindari sebisa mungkin. Bahkan gadis itu berlari.“Farah!”Suara familiar terdengar. Farah menoleh ke arah sumber suara. Rupanya pria yang memakai hoodie itu ternyata Yusuf.“Yusuf, kau bikin aku ta-kut aja!” omel Farah pada pemuda yang terkekeh itu. Karena kesal Farah memukul-mukul lengan sahabatnya dengan topi yang dipakainya.“Ampun Farah! Amp
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap