Sekarang, saatnya aku bertanya sama Husein, selanjutnya kita harus seperti apa. Maksud aku, kita gak mungkin bulak-balik Jakarta ke Bandung untuk mengurus kasus ini. Setidaknya kita harus menetap sementara di Jakarta sampai semuanya selesai."Mas, sini aku mau bicara!" Aku menyuruhnya duduk di sampingku. Dia pun segera menutup pintu dan duduk persis seperti yang aku pinta."Kenapa. Ada yang mau kamu sampaikan?""Iya ada, kayaknya kita musti cari alasan deh ke bapak dan ibu soal ini.Ya maksud aku kan gak mungkin nih kita pulang pergi dari Bandung ke Jakarta terus untuk memenuhi panggilan sidang. Setidaknya kita tunggu aja dulu di Jakarta sampai temennya Mas memberikan informasi lagi."Bentar, kenapa aku yang nanya malah aku yang deg-degan gini sih?Mana wajah dia pas lagi ganteng-gantengnya lagi! Untung gak sampai aku caplok bibirnya.Aku menarik napas dan coba berbicara lagi."Jadi, maksud aku Mas udah punya alasan ke mereka dan bilang kalau kita gak bisa pulang cepat-cepat. Kalau k
Oke!Seperti apa kata aku tadi bahwa sekarang bukan saatnya menolak dan pilih-pilih alasan. Menurut siapapun, yang paling masuk akal adalah alasan bulan madu. Orang tua mananpun pasti gak akan melarang anaknya untuk berbulan madu, karena itu memang kodratnya pasangan suami istri yang baru menikah.Tetapi, aku sama Husein kan beda. Kita gak seperti pasangan suami-istri pada umumnya. Apa itu bulan madu?Gak ada dalam kamus kita berdua. Eh, gak tahu deh kalau dia, dan untuk keadaan genting kayak gini, udah pasti aku harus nurut apa katanya. Lagi pula, itu hanya alasan kan? Urusan mau dilakukan atau enggaknya, terserah nanti.Tapi, tadinkan kata Husein dia gak mau sepenuhnya berbohong? Berarti tandanya???Aku bergidik sambil menggeleng-gelengkan kepala, membayangkan apa yang gak boleh dibayangkan."Kenapa Rey?" Akhirnya Husein memecahkan pikiranku yang kotor itu."Eh, enggak Mas. Gak apa-apa," sahutku kelabakan."Kamu lagi mikirin apa? Masih ragu ya? Kan saya tadi udah bilang, kalau gak
Pasti jantung kita bedua lagi aerobik deh sekarang!! Kebayang kan, rasa nervous jadi aku sekarang? "Mas?" Aku memegang pundaknya, dan dia terperanjat seketika persis habis liat hantu di siang bolong."Ah, maaf. Aku kaget!" katanya memalingkan wajahnya lagi.Aku melongo dan habis itu gak bisa nahan tawa. Bener apa kataku kan? Dia lagi terserang nervous. Padahal dia yang ngajak, justru dia yang panik sendiri, dan begitu aku pegang telapak tangannya, itu tuh dingin banget.Padahal di lift kan gak ada AC."Mas, kenapa? Tangannya dingin banget?" tanyaku pura-pura gak paham. Aslinya pengen ketawa yang lebar deh, dia lucu banget grogi sampai sebegininya.Tapi bagus kan? Itu menandakan bahwa dia memang gak pernah melakukan hal begini sama wanita manapun."Saya gak apa-apa," jawabnya melepaskan tanganku. Berbarengan dengan pintu lift yang terbuka, lalu dia segera keluar dari kotak besi itu.'Ada-ada aja suamiku,' ucapku dalam hati.Aku ikut berjalan di belakangnya dan kami pun sampai di kama
Aku merapikan wajah sekali lagi di depan cermin, barangkali ada sisa-sisa air mata di pipi. Yah walaupun mata bengkak dan idung penuh dengan cairan, tapi setidaknya dia gak anggap aku habis banjir air mata. Anggap aja mau berak, ngedennya susah!Aku keluar dari kamar mandi, dan menyusul Husein yang lagi duduk di kursi meja kamar hotel. Dia sedang membaca kitabnya yang selalu dia bawa di kantong jok mobilnya."Sudah nangisnya?"Entah itu pertanyaan atau olokkan, keduanya hampir terlihat mirip."Hah, enggak kok! Siapa yang habis nangis," sahutku dengan cepat."Jawaban enggak untuk mata dan hidung memerah itu tuh gimana? Suara kamu nyaring banget tadi, pegawai hotel aja sampai pada datengan tuh nanyain kenapa perempuan berpidato sambil nangis di kamar mandi." Dia nyengir habis bilang begitu."Ish, kan malah diolokin! Aku tuh tadi, cuma lagi keinget momen akting aja di kamar mandi. Ya cengeng kan sifatnya wanita!" Aku malah pasang badan membela kebohongan ku sendiri. "Oh ya Mas, aku bol
"Mas gombal deh!""Ih, apaan itu gombal? Dalam Islam, gombal itu sama aja dengan ghuluw, atau melebih-lebihkan sesuatu dan itu hukumnya haram.Rosulullah saja pernah bersabda : Jauhilah sikap berlebihan dalam beragama, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena sikap berlebihan dalam agama. Hadis ini shohih, riwayat dari Imam Ahmad," terangnya, paket lengkap dengan hadis."Ih, Mas gak romantis.""Mau romantis yang seperti apa?"Glek!! Makin dikeroyok entar aku ini sama kegantengan dan ke-gentel-annya.Aku mengalihkan perhatiannya dengan menggeser-geser foto itu lagi, sampai akhirnya entah kenapa tangan aku tiba-tiba membeku ketika kedua mata aku melihat foto yang satu ini.'Foto ini kan?' Aku bertanya-tanya dalam hati."Kenapa Rey, kok diam?""Mas, ini kapan Mas ambil foto ini?" tanyaku ketika memperlihatkan foto saat aku sedang dirias di salon waktu aku menemani dia ke undangan."Eh, sini kembalikan!" Dia berusaha mengambil ponsel itu di tanganku, tapi buru-buru ku tarik da
Kedua mata kami saling bertemu, dan bertatapan dalam waktu yang cukup lama. Semakin lama aku terjatuh dalam dekapannya, semakin bisa ku dengar suara jantung kami yang berdegup kencang, saling bersahutan.Sorot mata elangnya, menembus cornea mataku yang sedang menanti, apa yang akan dia lakukan selanjutnya.Dia terdiam tanpa melepaskan aku."Mas, memangnya kamu tahu tata caranya hubungan suami istri?" Pertanyaan itu spontan keluar dari mulutku.Kenapa ya ini? Apa kini sudah saatnya aku merelakan tubuhku untuk dia?Toh dia suamiku juga, yang paling berhak menyentuhku dari atas rambut sampai ke ujung kaki, ya cuma dia."Sudah saya bilang jangan remehkan saya. Saya sudah khatam kitab Qurrotul Uyun dan Fathul Izar, Reynata Adizti. Kamu mau belajar perihal bab apa?" Haah?? Aku dibuat terkesiap olehnya. Jawabannya benar-benar mambuat darahku berdesir hangat melalui pembuluh darah."Bab awal dulu aja yah, kalau sudah ke halaman tengah saya dan kamu disunnahkan untuk sholat dahulu."Astagfiru
"Iya, saya paham. Yuk, kita ke sana!" "Ke mana loh Mas, malam-malam begini?""Ya ke sana, lihat kondisi dia dari dekat. Siapa tahu keluarganya sudah lebih baikan juga, dan kalau kita ke sana, siapa tahu mereka mau berdamai.""Kalau gitu kesannya kita yang salah dong Mas, kita yang minta damai. Kan mereka yang salah!" sahutku yang terasa kurang setuju dengan pendapatnya."Ya tidak apa-apa Rey. Orang kenyataannya saya yang salah kan? Bagaimanapun, saya harus meminta maaf pada orang tuanya," papar Husein yang memang benar apa katanya."Tapi janji ya, sebentar aja. Dan kalau situasinya udah gak aman, mending kita pulang aja.""Iya, saya janji. Pakai baju panjangnya, dan penutup jilbabnya ya. Saya tunggu di depan pintu."Aku mengangguk mengiyakan.Seakan peristiwa beberapa menit yang lalu telah hilang, aku dan Husein bersikap seperti biasa lagi tanpa canggung dan gugup.Sekarang yang kita pikirkan adalah bagaimana menghadapi orang tua Reza, yang aku tahu mamanya begitu judes dan arrogant.
Aku langsung pasang badan buat membela Husein yang disalahin sebelah pihak begini, tanpa dilihat asal muasal penyebabnya dulu.Enak aja main nyalahin suami orang! Gak mikir apa anaknya sendiri yang cari masalah duluan."Gak bisa main disalahkan gitu aja dong Tante. Tante lupa apa yang dilakukan Reza sebelumnya apa. Dia culik aku Tante! Dia melakukan hal yang melanggar hukum. Suami aku cuma membela istrinya, apa itu salah?""Oh ya, siapa bilang? Dia kan ngajak kamu pergi bukan menculiknya. Kamu lupa? Bukannya posisi kamu saat itu pacarnya dia ya?"Wah! Aku dibuat gak bisa berkata-kata sama nenek lampir ini. Pakek sangkut pautkan tentang pacaran sih! Dia gak tau kalau aku udah mutusin Reza sebelumnya. "Kita udah putus ya Tante, dan lagian...." Belum sempat aku melanjutkan ucapan aku, Husein tiba-tiba aja menggenggam tangan aku dan seakan membisikkan kata untuk tidak perlu meneruskannya lagi.Sontak, aku langsung terdiam di saat api yang udah berkobar karena minyak tanah di depan aku i