Kedua mata kami saling bertemu, dan bertatapan dalam waktu yang cukup lama. Semakin lama aku terjatuh dalam dekapannya, semakin bisa ku dengar suara jantung kami yang berdegup kencang, saling bersahutan.Sorot mata elangnya, menembus cornea mataku yang sedang menanti, apa yang akan dia lakukan selanjutnya.Dia terdiam tanpa melepaskan aku."Mas, memangnya kamu tahu tata caranya hubungan suami istri?" Pertanyaan itu spontan keluar dari mulutku.Kenapa ya ini? Apa kini sudah saatnya aku merelakan tubuhku untuk dia?Toh dia suamiku juga, yang paling berhak menyentuhku dari atas rambut sampai ke ujung kaki, ya cuma dia."Sudah saya bilang jangan remehkan saya. Saya sudah khatam kitab Qurrotul Uyun dan Fathul Izar, Reynata Adizti. Kamu mau belajar perihal bab apa?" Haah?? Aku dibuat terkesiap olehnya. Jawabannya benar-benar mambuat darahku berdesir hangat melalui pembuluh darah."Bab awal dulu aja yah, kalau sudah ke halaman tengah saya dan kamu disunnahkan untuk sholat dahulu."Astagfiru
"Iya, saya paham. Yuk, kita ke sana!" "Ke mana loh Mas, malam-malam begini?""Ya ke sana, lihat kondisi dia dari dekat. Siapa tahu keluarganya sudah lebih baikan juga, dan kalau kita ke sana, siapa tahu mereka mau berdamai.""Kalau gitu kesannya kita yang salah dong Mas, kita yang minta damai. Kan mereka yang salah!" sahutku yang terasa kurang setuju dengan pendapatnya."Ya tidak apa-apa Rey. Orang kenyataannya saya yang salah kan? Bagaimanapun, saya harus meminta maaf pada orang tuanya," papar Husein yang memang benar apa katanya."Tapi janji ya, sebentar aja. Dan kalau situasinya udah gak aman, mending kita pulang aja.""Iya, saya janji. Pakai baju panjangnya, dan penutup jilbabnya ya. Saya tunggu di depan pintu."Aku mengangguk mengiyakan.Seakan peristiwa beberapa menit yang lalu telah hilang, aku dan Husein bersikap seperti biasa lagi tanpa canggung dan gugup.Sekarang yang kita pikirkan adalah bagaimana menghadapi orang tua Reza, yang aku tahu mamanya begitu judes dan arrogant.
Aku langsung pasang badan buat membela Husein yang disalahin sebelah pihak begini, tanpa dilihat asal muasal penyebabnya dulu.Enak aja main nyalahin suami orang! Gak mikir apa anaknya sendiri yang cari masalah duluan."Gak bisa main disalahkan gitu aja dong Tante. Tante lupa apa yang dilakukan Reza sebelumnya apa. Dia culik aku Tante! Dia melakukan hal yang melanggar hukum. Suami aku cuma membela istrinya, apa itu salah?""Oh ya, siapa bilang? Dia kan ngajak kamu pergi bukan menculiknya. Kamu lupa? Bukannya posisi kamu saat itu pacarnya dia ya?"Wah! Aku dibuat gak bisa berkata-kata sama nenek lampir ini. Pakek sangkut pautkan tentang pacaran sih! Dia gak tau kalau aku udah mutusin Reza sebelumnya. "Kita udah putus ya Tante, dan lagian...." Belum sempat aku melanjutkan ucapan aku, Husein tiba-tiba aja menggenggam tangan aku dan seakan membisikkan kata untuk tidak perlu meneruskannya lagi.Sontak, aku langsung terdiam di saat api yang udah berkobar karena minyak tanah di depan aku i
Udah aku feeling dari awal sih, datang ke sini tuh gak bakal ada hasil apa-apa.Tapi setidaknya Husein sudah menyampaikan permintaan maafnya, sekarang tinggal hukum yang berbicara. Kita tunggu besok, ketika tim dari pengacara Lutfi datang dan membawakan kabar. Untung, beribu-ribu untung memiliki suami seperti Husein. Kenapa aku baru menyadari hal itu sekarang ya Allah?**Pada nanyain ya, tadi malam kita lanjut beribadah atau enggak?Ya enggak lah, jelas! Udah kadung marah dan darah mendidih kek gini, masa disuruh nafsu lagi, ya gak bisa lah.Untungnya Husein gak mempermasalahkan hal itu, dan gak memaksa aku mengulang hal yang gak bisa dimulai lagi dari awal. Momennya kan udah gak sama, sister!"Yuk sarapan," ajaknya saat aku udah selesai mandi dan keluar dari pintu kamar mandi."Mas aja lah, aku lagi gak selera makan nih. Masih jengkel sama ibu-ibu tadi malam. Mau telan makanannya juga rasanya pasti seret banget," sahutku yang memang kelihatan gak bersemangat sama sekali sejak bang
"Kalian kayaknya pengantin baru kan? Saya penasaran aja bagaimana nasib kalian di masa mendatang. Kalian akan abadi atau putus di tengah jalan," terang wanita berpenampilan aneh mirip peramal Mama Lauren.Sekilas aku menoleh dan memperhatikan ekpresi Husein yang mulai senyam-senyum sambil menahan mulutnya untuk menceramahi si peramal itu. Aku pun jadi ikut mengulum senyum."Gak usah Bu, kami gak perlu diramal. Lagian ramalan itu dosa loh, musyrik," kataku menimpali dia.Sebelum Husein yang akan mulai berpidato, lebih baik aku bilang duluan aja kalau percaya ramalan atau percaya pada selain Allah itu musyrik. Nah, perihal rincian hukuman dan akibatnya biar nanti yang di sebelah aku aja yang menjelaskannya. "Ya memang musyrik sih. Tapi setidaknya kalau ada gambaran di masa depan, kan kita bisa lebih waspada dan bersiap dari sekarang. Mau ya, gratis untuk kalian deh!"Maksa banget wanita itu ya ampun.. Lagian ini hotel gede kan? Kok bisa sih ketemu sama orang beginian di sini. Aku memi
"Gemes saya Rey. Jaman canggih begini masih aja ada yang percaya sama takhayul begitu. Kamu jangan sampai ya! Saya akan jauhkan kamu dari hal-hal macam itu." Husein gak melepaskan genggaman tanganku sampai akhirnya kami kembali tiba di depan pintu kamar hotel itu.Itulah beruntungnya punya suami soleh, paket kumplit macam Husein. Dunia dia punya, akhirat juga sudah tercukupi. Tinggal bagaimana akunya aja sekarang, masih tidak ikhlas dengan pernikahan ini atau tidak?**Waktu yang kami tunggu-tunggu itu sudah tiba. Kami menyambut seseorang yang baru saja masuk ke dalam pintu sebuah ruangan sebuah restoran Jepang yang sudah Husein reservasi sebelumnya.Sengaja kami pesan ruangan yang tertutup seperti ini, supaya kami juga lebih leluasa untuk mengobrol. Karena tidak mungkin aku dan Husein mengundang orang lain ke kamar hotel yang hanya boleh jadi tempat private bagi kita berdua."Assalamualaikum ustadz," sapanya sambil mengucap salam.Ternyata dia tidak sendirian, ada seorang wanita d
Aku, Mas Husein dan Pengacara Lutfi berjalan dengan percaya diri, menuju ke ruangan perawatan Reza dengan membawa surat tuntutan yang paling terbaru dan tergreget deh.Sekilas cerita beberapa malam terakhir ini, Husein selalu berdoa dalam sholat tahajjud nya. Aku suka terbangun karena gak sengaja mendengar suara isak tangisnya.Aku gak tahu apa yang dia doakan sehingga keinginannya benar-benar di dengar, dan inilah keajaiban jalur langit.Kita terselamatkan dari segala fitnah sehingga hari ini, tim kuasa hukum kita memutuskan untuk memberikan satu gugatan atas pencemaran nama baik.Sebelum masuk ke dalam ruangan, kita bertiga gak sengaja mendengar suara orang-orang tertawa dari dalam ruangan itu. Asyik sekali kalian bersenang-senang ria begitu, padahal sebentar lagi kalian bakal panik tak tertandingi."Bagaimana Bu Reynata? Sudah siap untuk mensidak mereka?" Aku melamun sebentar, namun keburu tersadar dengan pertanyaan dari pengacara Lutfi."Siap dong, saya sangat siap melumpuhkan kes
"Saya tunggu 1x24 jam surat permintaan damai dari kalian. Saya juga tidak mau repot-repot ke persidangan. Kalau kalian mau damai, kita terima."Baik Ibunya, Reza dan segala pengacara sombong itu dibuat gak bisa berkata-kata lagi atas fakta-fakta dari kita. Mereka membisu, menahan malu yang luar biasa. Mau mengelak apa lagi saudara? Segala bukti kejahatan dia sudah ada sama kita."Dasar anak merepotkan. Urus urusan kamu sendiri! Ibu gak mau tahu dan gak mau urus kasus kamu lagi.Eh, gak nyangka banget tiba-tiba ibunya Reza bilang begitu."Mamaaaa, jangan gitu dong Mah!!" "Pokoknya saya gak urus anak itu lagi Mba. Mau kamu masukan penjara atau enggak, bukan urusan saya!" Ibunya Reza segera pergi meninggalkan ruangan ini begitu selesai bilang gak mau tahu urusan anaknya lagi. "Mahhh!! Mamah jangan tinggalin Reza dong! Pak, ini gimana sama kasus saya? Masih bisa dilanjutkan kan Pak?"Kepanikan Reza sangat jelas terlihat sekali di wajahnya. Antara kasian sama sukuran gitu deh jadinya.