Mau ditolak tapi apa alasannya? Toh juga bukan hal yang bikin tangan aku jadi kesemutan tiap saat kan?"Boleh, tapi ribet gak?""Gak ribet kok, kalau ada telepon dan meminta aku mengisi ceramah, kamu tinggal bilang akan dikabari lagi nanti lewat pesan. Baru kamu masukan jadwal lewat aplikasi ini, dan bisa dilihat sukses atau tidaknya," terang suami aku dan menunjukkan sebuah aplikasi khusus di dalam ponselnya."Jadi aku perlu download aplikasi itu?""No, jangan. Pakai handphone aku saja. Telepon itu juga masuknya lewat ponsel aku.""Kalau pas Mas gak ada di rumah gimana?""Uhm, seluruh jamaah aku yang lama atau baru sudah tahu bahwa waktu calling jadwal sekitar jam tujuh pagi. Lebih dari jam itu saya pasti slow respon.""Oh bagus deh, itu namanya punya komitmen."Apaan sih Rey, sok-sokan banget ngomong yang namanya komitmen padahal dirinya aja plin-plan."Aku gak apa-apa mainkan handphone kamu?""Ya, gak apa-apa lah Rey. Memangnya kenapa dengan kamu pakai ponsel saya?" tanyanya dengan
Lo sadar gak sih Rey, punya suami ganteng banget?"Rey? Kenapa melamun?"Pakek ditanya kenapa lagi, anda tuh gak sopan udah bergaya keren di depan mata saya."Gak apa-apa," jawabku spontan. "Oh ya, aku menemukan baju lain yang rasanya belum pernah Mas pakai. Kalau Mas setuju, pakai yang sudah aku pilihkan," kataku sambil menunjuk satu setel baju di kursi.Husein menatapnya dengan bingung. "Iya benar. Selama ini saya memakai setelan yang gampang dicari saja. Terima kasih ya, tentu saya pakai." Dia beranjak ke kursi, dan aku pun tersenyum bersyukur.Melihatnya memakai baju yang ku pilih, rasanya ada rasa bahagia sendiri yang gak bisa diungkapkan. Ternyata melayani suami itu gak harus tentang berhubungan badan yah, memilihkan outfitnya saja mungkin sudah termasuk melayani."Mas, kamu ganteng deh."Husen menghentikan pergerakannya, "apa Rey?""Hah, apa?" Bego banget! Ngomong apa aku barusan!! "Gak apa-apa Mas, tasnya ditenteng aja!" jawabku kelabakan. Bisa-bisanya jujur begitu sih, mudah-
"Mba duluan ya Retno, nanti kapan-kapan kita lanjutkan lagi ceritanya.""Oke Mba, selamat beristirahat sama ustadz Husein ya!" oloknya dengan senyuman meringis. Mereka itu paling juara kalau suruh godain aku sama Husein, ada aja bahan bercandanya. Kita pun berpisah di depan gedung Ma'had Rois, dia ke kamarnya sedangkan aku pulang ke rumah. Sekarang setelah aku mulai menata hati begini, rasanya pengen cepet-cepet udah ada di rumah sambil nungguin suami pulang. Terus penasaran nih dia ngapain aja di sana dan bawa oleh-oleh apa. Benar-benar bikin otakku bekerja dua kali. Arrgh, aku jadi mesam mesem sendiri deh!! "Lah itu dia udah datang!"Ku percepat langkah kaki supaya bisa segera sampai di rumah pas gak sengaja melihat mobil Husein udah terparkir di teras. "Maasss?" Tapiiii, pas aku sampai di rumah, aku langsung syok banget pas lihat sosok cowok lain yang duduk tepat di depan suamiku. Dan sosok itu gak main-main banget untuk sampai berani menampakkan wujudnya langsung di depan kita
"Oh begitu ya, lalu untuk kegiatan santriwati nya bagaimana? Tidak mungkin saya izinkan anda meliput kegiatan wanita," sahut Husein. Duh, ada tanda-tanda dia bakal izinkan sih ini!"Ah, soal itu anda jangan khawatir ustadz, saya ada staf perempuan yang bakal bekerja di bagian santri wanita. Sedangkan saya di bagian santri laki-lakinya.""Za, mendingan lo cari pesantren lain aja deh. Kayaknya selama ini di sini gak pernah ada kegiatan seperti itu. Iya kan Mas?" Aku melirik Husein dengan tatapan cemas, semoga dia ngerti maksud aku."Uhm, sebetulnya pesantren ini sudah pernah melakukan siaran seperti itu dua kali, jadi tidak ada salahnya."Mampus deh lo Rey! Husein udah memberikan lampu kuning ke Reza gitu. Duh, kenapa jadi kacau gini sih? Sumpah, sekarang aku lagi pengen hidup damai loh tapi kenapa malah ada Reza di sini."Nanti Nadine dan Clara juga bisa sesekali main ke sini karena mereka berdua sponsor atas kegiatan aku Rey," sambung Reza lagi.Aku memperhatikan ekpresi laki-laki it
Dia terdiam sambil menantikan aku akan berkata apa.Duh Mau jujur kenapa susah banget sih."Mas, sebenarnya dia...""Oh iya, ini handphone kamu. Sudah saya perbaiki layarnya." Husein memotong pembicaraan aku dan tiba-tiba menyerahkan ponselku dengan keadaan yang lebih bagus. Karena setahuku, sebelum pindah tangan, handphone ini memang layarnya dalam keadaan yang retak karena pernah ku banting saat pertama kali dengar mau dijodohkan oleh ayah. Jadi, Husein menyita ponselku waktu itu ternyata untuk dia perbaiki layarnya? Ya ampun, aku udah terlalu banyak buruk sangka sama kamu Mas. Ku pikir karena kamu bener-bener lagi ngasih hukuman aja sama aku."Mas... kamu perbaiki layarnya yah?""Iya dong, kan retak. Ponsel itu adalah barang milik pribadi, jadi gak boleh rusak. Sebetulnya harusnya udah selesai dari kemarin lusa, cuma Lcd pesanan saya baru sampai kemarin sore, jadi hari inilah baru saya dihubungi oleh pihak counter untuk ambil barangnya. Alhamdulillah udah lebih rapi, enak dipandan
Percakapan kita beralih ke sofa kamar. Karena kata Husein barusan, obrolan suami istri yang menjurus pada hal-hal intim, sebaiknya di bahas di dalam kamar, dan cukup hanya keduanya lah yang tahu. Kalau kita masih ada di ruang tamu, dikhawatirkan akan banyak telinga yang mendengar. Sedangkan aib rumah tangga hendaknya ditutup rapat-rapat dari semua orang.Kita duduk saling bersebelahan. "Rey, saya mau nanya. Serius kah ucapan kamu tadi pagi?"Aku sempat bingung apa yang dia maksud, tapi sedetik kemudian aku langsung paham. Semua ini tentang aku yang membolehkan dia mencium ku."Memangnya kedengaran kayak bercanda ya Mas?""Mau dijawab jujur atau bohong nih?""Jujur dong! Bohong kan dosa," selaku lagi."Iya. Ucapan itu kedengarannya hanya sebagai rasa kasihan kamu terhadap saya Rey." Aku masih mencerna ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Husein, karena aku gak paham bagian mananya ucapan ku dinilai sebagai rasa kasihan."Maksud Mas apa ya? Kok bisa Mas nilai seperti itu?""Iy
Mana tinggal besok hari lagi. Aku gak tau kenapa rasanya kecewa banget baru dikasih tau H-1 begini. Pasti kalau seminar kayak gitu rata-rata dikasih tahunya seminggu sebelum berangkat kan? Apalagi aku lihat jadwal ceramahnya sangat padat dalam satu minggu ke depan. Kenapa dia gitu sih? Aku kan jadi sedih."Oh, sendiri?""Berdua sama Mba Aisyah. Tapi kita berangkat beda kendaraan," tambahnya lagi sambil menegaskan hal yang mungkin akan aku pertanyakan.Aneh, kalau dulu aku berharap bisa lepas jauh atau berpisah sementara waktu sama Husein, tapi sekarang kenapa ada rasa gak rela kayk gini ya? Apalagi saat aku dengar dia akan pergi sama si Aisyah. Walau gak bakal satu mobil dan satu kamar, tapi kan meresahkan banget buat diingat-ingat."Kok diam?" tanyanya kembali memecah lamunanku."Kok harus sama dia, guru yang lain gak ada?" Aku masih berusaha buat berpikir wajar, meskipun dalam hati udah dongkol banget."Karena yang alumni Al-Azhar kita berdua Rey, jadi kami yang diundang. Nanti kam
Aku pulang dari kobong dengan jalan yang tergesa-gesa sambil dibarengi dengan terngiang-ngiang nya cerita dari anak-anak tadi yang membuat aku seperti kebakaran jenggot. Panas terik di siang hari aja kalah sama panasnya hati aku akibat ulah mereka yang entah cerita itu benar atau hanya dilebih-lebihkan.Apalagi ditambah kenyataan bahwa Husein akan tugas bersama Aisyah nanti! Bener-bener bikin aku makin murka.Sholat ashar baru saja selesai, dan mungkin saja Husein udah kembali ada di kamarnya lagi. Jadi aku udah mempersiapkan diri kalau nanti ditanyain habis dari mana aja. Yah, entar seklian aja aku bakal jujur, kalau habis dapat asupan gas tiga kilo gram dan bensin. Entar lagi bakal meledak gitu, biar dia kebingungan."Salamulekom!" Sangkingnya kesal, ucapan salam ku hampir terdengar seperti menyimpang dari lafadz sebenarnya.Aku berjalan ke arah kamar dan menemukan Husein yang udah ada di sana."Dari mana Rey ba'da ashar baru datang?" tanyanya menghampiri aku di depan pintu."Kan