Habis terang terbitlah gelap. Bagiku, itu baru bener!
Bisa-bisanya setelah selesai mengantar kepergian ayah dan ibu, ada beberapa tamu yang ujug-ujug membeludak di rumah mertuaku hanya untuk melihat istri dari ustadz Husein. Dan rata-rata tamunya adalah ibu-ibu yang katanya kumpulan majlis ta'lim.
Mereka, adalah orang-orang kampung yang heboh sendiri dan banyak tanya saat bertemu denganku.
Aku gak suka! Gimana caranya aku menghindari tamu-tamu menganggu itu? Aku pengen kabur ke kamar, minimal melepas baju ninja ini dulu dan ganti pakai baju santai. Sudah dikerubungi ibu-ibu yang bau badan, pakai baju panjang, tanpa kipas angin pula.
"Ya Allah neng, beruntung sekali ya bisa jadi istri dari ustadz Husein. Kami di sini yang punya anak gadis semua merasa patah hati soalnya kami gagal meminang hati Ustadz Husein," ujar mereka yang antara satu ibu dengan ibu yang lain semua rata-rata berkata sama.
Dalam hatiku, ambil aja Bu! Mungkin anak gadis mereka rela dan ridho dinikahi ustad dakwah seperti Husein, gak kayak aku yang menolaknya mati-matian. "Aku juga gak butuh-butuh amat," batinku.
Ku lihat, suamiku hanya tersenyum tanpa banyak berkata dan sering kali menundukkan kepalanya ke bawah. Ia menghindari kontak mata dengan ibu-ibu itu meski umur mereka terpaut jauh. Jangankan lihat kalian, lihat kaki istrinya aja ketar ketir.
Duh aku harus cari alasan untuk pergi.
"Maaf ya, bu saya harus ke kamar dulu. Saya harus menelepon orang tua saya sudah sampai mana, permisi!" Akhirnya sebuah ide muncul juga supaya aku bisa pergi dari mereka. Terserah mau ngobrol apa sama mereka, aku sih gak urus.
**
Akhirnya, aku bisa bebas dari mereka juga. Buru-buru ku lepas baju itu dan ku simpan hanya sampai perut. Minimal, ketek aku kena angin lah ya! Samar, aku mendengar pintu terbuka lagi.
"Astaghfirullah, kamu mau ngapain buka baju begitu Mba? Tolong ditutup lagi!"
Suaranya memekik sampai aku menoleh tajam ke arahnya. Bagian atas gamis ini sudah ku buka dan ku hentikan sampai di perut. Aku hanya memakai BH dilapisi tank top.
"Apaan sih, ngagetin aja. Lagian panas kali di dalam kamar pakek baju ninja begini, ya aku lepas lah!"
"Tapi saya belum siap melihatnya Mba, saya masih malu!" ucap dia sambil menutupi kedua matanya.
Bahkan suaranya pun membuat aku muak. Keberadaannya semakin menambah keinginanku untuk melarikan diri.
"Gimana sih? Katanya Mas udah resmi jadi suamiku, berarti sekarang kita muhrim dong!"
Rasanya ingin ku cekik saja leher pria itu, dosa gak ya?
"Siapa suruh sok-sokan mau dijodohin! Giliran lihat wanita seksi aja kelabakan begitu!"
Ku bawa bantal, dan ku pakai untuk menutupi area dada ini. Soalnya aku perlu ngobrol dan gak mungkin ku biarkan dia tutup mata begitu.
"Udah ditutup!" kataku kesal. "Oh iya Mas, nanti siang teman-teman aku mau ajakin ketemu. Aku mau pergi!" ucapku langsung pada intinya. Dia menurunkan tangannya lalu menatapku balik.
"Perginya ke mana?"
"Ya gak tahu sih, paling di mall terdekat," jawabku sewot. Pokoknya ngobrol sama dia bawaannya emosi.
"Penting ya pertemuannya sampai harus hari ini?"
Aku memandang nya penuh keheranan. "Penting lah! Kehidupan aku sebelum menikah lebih penting dari segalanya." Sekalian aja terus terang. "Aku mau menjelaskan ke teman-teman aku bahwa aku sudah menikah. Supaya mereka gak salah paham pas gak sengaja lihat kita berduaan." Butuh keberanian sangat tinggi untuk sekedar menghayal aku dan dia lagi jalan bareng.
"Temennya cewek atau cowok?" tanyanya lagi, dah mirip kayak reporter.
"Ya cewek lah!"
"Kalau cewek, melihat kita jalan berdua bareng ya gak akan salah paham. Kecuali temen mba cowok, baru!"
Duh, bisa gak sih tidak menyela ucapan ku paus...tad?
"Ya temen cowok juga ada, temenku banyak!"
"Kenapa musti takut temen cowoknya salah paham pada laki-laki yang menjadi muhrim kamu? Toh kita jalan berdua gak dosa. Justru, ketika Mba kumpul dengan teman cowokmu lah yang membuat salah paham."
Astaga! Aku diajakin debat nih ceritanya?
"Ceramah di masjid Pak!"
"Gak semua ucapan saya berisi ceramah," sahutnya lagi.
"Sekali lagi ngomong, ku tonjok beneran deh mukanya entar!" Aku bisa gila lama-kelamaan begini, ini aja udah stres.
"Asal tonjok nya pakek yang lain."
"Pakek apa?"
"Apa aja yang saat ini sedang kamu pikirkan. Silakan pergi, pakai pakaian yang menutupi tangan dan kaki."
Apa nih? Kenapa jantung aku beda banget detak nya pas beradu mulut sama dia barusan? Aku baru dengar ternyata dia jago debat juga.
Tonjok pakek apapun yang ada di pikiranku? Apaan? Aku terpekik sendiri sambil memperhatikan dia yang keluar dari kamar.
Merinding lama-lama.
***
"Hai!" kataku pasrah saat menghadapi mereka di meja restoran yang telah ku reservasi sebelumnya untuk pertemuan kami. Mereka jauh-jauh datang dari Jakarta setelah ku pinta untuk menemui aku di sini. Tetapi, begitu kita i berhadapan, mereka menatapku dengan tatapan aneh. Gimana gak aneh coba?
Aku ke mall pakek baju panjang begini, mau qasidahan apa heh? Duh bapak mertua ngeselin! Untung kiayi, mau ku sumpahin takut kualat.
Kenapa coba musti ada dia pas aku mau pergi, jadinya kan aku dipaksa pakek baju begini. Padahal Husein sudah mengizinkan aku pakai celana panjang dan baju dengan lengan 3/4.
"Salah orang kayaknya!" ucap Clara menyindir.
"Iya salah orang! Gak mungkin Reynata yang kita kenal mau pakek baju ginian!" Mereka semua mengejek pakaianku. Tapi emang wajar sih, aku memang gak pernah pakek baju tertutup kecuali mengunjungi pemakaman orang.
Dan sekarang mereka lihat aku pakek gamis panjang, ya jelas lah syok berat.
"Kalian pasti gak bakal percaya sama omongan gue!" kataku menciut.
Reza, pacarku juga terlihat sudah datang meskipun terakhiran, dan kini kami sedang kumpul untuk mendengarkan pidatoku.
***
"Hah serius?" Nadine melayangkan ekspresi keterkejutannya saat aku udah bilang ke mereka, aku sudah nikah.
Reza yang berada di sampingku juga tak kalah membelalakkan mata. "Kamu bercanda kan sayang? Kamu jago akting loh!" katanya saat dia memaksa menerobos sorot mataku untuk mencari kebohongan.
"Sayang, ini cincin aku. Mana mungkin aku bohong. Maafkan aku ya!" Aku meraih lengannya dan menjatuhkan kepalaku di sana.
"Lo percaya Nad?" tanya Clara pada Nadine.
"Enggak lah! Gila aja, secara Reynata si anti nikah muda, dan bersikeras pengen ke korea mana mungkin mau nikah!" sahut Nadine. Mereka adalah sahabatku yang sama-sama bekerja di dunia entertainment. Bedanya, Nadine adalah selebgram dan Clara adah youtuber, pemilik konten YouTube horor. Sedangkan Reza, dia memiliki studio foto tempat biasanya aku melakukan pemotretan produk yang menjadikan aku brand ambassador nya.
"Sayang, terus hubungan kita?"
"Tidak akan ada yang berubah Za, kita masih tetap pacaran. Kita cuma ijab doang, gak akan ada hubungan layaknya suami istri seperti di bayangan kalian."
"Itulah kenapa aku gak mau rahasiakan hubungan kita. Kalau Papa kamu tau ternyata anaknya punya pacar, pasti akan langsung minta aku menikahinya."
"Gue gak ngerti sama pemikiran bokap gue! Maafkan aku ya sayang. Please, buat kalian sering-sering ya ngunjungi sahabatnya di sini. Soalnya gue pasti yang gak akan bisa ke mana-mana sekarang. Kamu juga sayang." Aku berbicara memohon pada mereka semua.
"Gue jadiin konten deh pernikahan elo, gimana?" ejek si Clara kurang asem itu.
"Emang pernikahan gue genre horor apa? Tapi bisa sih, hantunya bokap mertua gue!"
Reza mendekatiku dan mengelus rambutku. "Suami kamu tau tentang hubungan kita?"
Aku menggeleng. "Enggak, kalau tau pasti gue gak di bolehkan temui kamu lagi," jawabku.
"Udah jangan sedih, gimana kalo kita hangout aja, demi menyenangkan hati Reynata kita tersayang?"
"Ayok, gue setuju!" sahut Clara.
"Aaaaah, makasih. Kalian perhatian banget sama temen kalian yang malang ini. Ayok gas, tapi gue mau beli baju dulu. Masa hangout pakek baju ninja begini!"
Mereka semua mentertawakan aku.
Untung aku memiliki mereka, yang setia dan bisa menghiburku saat aku merana kayak begini. Aku tak peduli Husein mau cariin aku atau enggak, yang jelas aku mau hangout dan senang-senang sama para sahabat.
Tak terasa, kepergian ku bersama mereka sampai mengantarkan ku pada jam 10 malam.
Padahal, Husein sudah pernah berkata bahwa jam 9 malam gerbang pondok sudah ditutup.
***
Mampus, begini kan jadinya hangout gak tau waktu. Padahal awalnya aku santai-santai aja, tapi entah kenapa pas aku lihat jam tangan udah pukul sepuluh malam, aku langsung kalang kabut dan meminta Reza untuk mengantar aku pulang. Walaupun awalnya aku sempat diketawain Clara dan Nadine karena udah ngacir ketakutan, tapi mau gimana lagi kehidupan aku hari ini dan minggu lalu udah beda drastis kayak akhlak ku dan akhlak Husein."Berhenti di mana?" tanya pacarku saat mobil yang dia kendarai sudah hampir sampai di dekat gerbang pondok. Aku jelas minta dia berhenti lebih jauh supaya orang-orang sana gak ada yang lihat aku sama Reza."Di sini aja Za, aku perlu sembunyi-sembunyi dulu," jawabku gemetar. Pandangan ku berpusat ke seluruh area gerbang karena takut ada yang memergoki kita berdua."Kamu serius mau menjalani kehidupan seperti ini? Aku aja gak tega loh Rey lihatnya!"Aku yakin dengar dia bilang apa barusan, tapi aku seperti bodo amat karena sangking sibuknya mengkhawatirkan nasibku
Tak ku sangka kemarahan ini mengantarkan aku sampai di depan kamar. Baru saja aku mau buka pintu kamar, sebuah suara lain sukses mengejutkan aku. Setelah aku menengok ke asal suara, ternyata itu adalah ibu mertuaku yang berdiri di seberang pintu. Dia melihatku dengan tatapan yang dingin.Biasa aja kali, liat mantu kok kayak liat selingkuhan muda suaminya!"Dari mana Rey, jam sepuluh baru pulang? Pakaian kamu?" tanyanya dengan mencekam. Santai, kayak mau terkam aku aja. Aku begini ulah kalian juga kan!"Saya habis bertemu teman-teman Bu, mereka mau ucapin selamat buat pernikahan saya." Untung pinter acting."Harus ya sampai larut malam begini? Kamu gak kasihan, suamimu sampai nunggu di luar dari jam 8 sampai kamu pulang. Paham adab enggak?" Hah? Nunggu di luar? Buat apa, aku sama sekali gak tersentuh tuh! Wajar kali, namanya ke istri sendiri kan?"Uhm..."Aku dengar suara langkah kaki berlari."Buuu!!" Aku spontan menoleh saat tiba-tiba di belakangku sudah ada Husein, dia terengah-en
"Mas, apa-apaan ini. Kamu udah janji gak bakal sentuh aku, kenapa sekarang tiba-tiba nagih hak begini?"Aku ketakutan dan reflek menarik selimut hingga menutupi separuh tubuh. Aku gemetar saat sorot mata elangnya menatapku dengan tajam. Wajahnya serius sampai aku merinding."Aku minta maaf Mas soal tadi, aku janji gak bakal pulang malam-malam lagi. Sana pergi gak, atau aku teriak nih!"Semakin ku suruh pergi, Husein malah semakin mendekat dan sekarang malah menarik selimut yang sedang ku pegang."Aaarrghh!!" Aku berteriak dan meraih bantal lalu ku buat memukuli tubuhnya. "Kurang ajar, dasar laki! Gak bisa pegang janji!" Ku pukul terus tubuhnya sampai tangan Husein terangkat dan berusaha menutupi wajahnya. "Dasar kadal buntung!""Mba kamu kenapa?" Aku membuka mata seketika saat tersadar bahwa runtutan peristiwa yang barusan terjadi adalah hanya sebuah mimpi. Aku melihat Husein di depanku hanya memakai kaos putih dan celana hitam panjang dan sedang berusaha membangunkan aku. "Mba, kam
"Gak cuma fiqih Pak, tapi dia juga harus diajari tajwid yang benar sama Mba Aisyah. Karena membaca Alquran tanpa mempelajari ilmu tajwid yang benar itu haram hukumnya."Duh, gak anak, gak emak hobi ceramah semua. Lagian yang mau baca Alquran siapa sih? Kan mereka, bukan aku. Tak bisa lagi ku sembunyikan wajah kesal ku pada mereka.Husein juga diam aja lagi. Bisa gak sih soal gini belain aku, bilang kek ke mereka kalau aku belum siap belajar kayak begituan."Kok gak dijawab? Kan ditanya sama kami!" sambung ibu mertuaku lagi. Terpaksa, dengan terpaksa aku menjawabnya. Ku buang napas kasar sebelum berkata "Iya!" Sesingkat itu dan sejudes itu jawabanku."Ya sudah kalau begitu, lekas sarapan. Jam delapan kelasnya Husein sudah dimulai."Apa sarapan? Siapa yang mood sarapan kalau udah dikasih ultimatum suruh belajar kek tadi. Coba, bisa gak sih kasih taunya tu pas udah makan. Minimal gak bakal kelaparan kan meski marah-marah.Untuk mengambil centong nasi aja tanganku lemes banget! Dahla
Mataku nge-frezz setelah beberapa detik memandangi tubuh suamiku. Memang kenyataan kan, satu minggu kita nikah, aku sama sekali gak pernah melihat seluk beluk tubuh dia kecuali wajah, tangan, dan telapak kakinya. Dia gak pernah sekalipun memakai celana pendek atau sampai bertelanjang dada. Benar-benar menjaga auratnya meski ke istrinya sendiri. Beda sama aku yang udah tebar keseksian sana sini, bahkan dia juga pernah melihat aku yang cuma pakai tank top doang."M-Mas maaf, gak sengaja!" Lucunya, dia juga membeku saat mata kita tak sengaja bertemu. Dia reflek menjatuhkan tangan aku dan segera menutup bajunya yang terbuka. "Mba maaf!" Kok jadi dia yang minta maaf? Oh, mungkin karena dia menepiskan tanganku dengan kasar ya barusan."Ternyata tubuh Mas atletis juga ya! Kalau jadi bintang iklan keren juga loh, mau gak aku kenalin ke produser yang biasa kerja sama aku?" "Produser apaan Rey? Enggak lah, bukan bidang ku!" katanya sambil mengancingkan kancing bajunya."Eh serius Mas, misal
"Ustadz, ada murid baru ya?" Salah satu murid ricuh dan sok tertarik dengan kehadiranku mulai berbicara. Padahal mah gak harus gitu kan, anggap aja aku taek cicak yang jatuh dari plafon, kenapa harus dihiraukan? Aku malah jadi pusat perhatian sekarang."Benar, tapi bukan murid baru ya! Lebih tepatnya anggota baru yang ingin sama-sama melangkah ke jenjang yang lebih baik. Maka dari itu, jika Mba Rey kesulitan tolong dibantu ya!""Iyaaaa Pak Ustadz!" Eh, aku dengar nada mereka kok berubah jadi lebih lemas? Ketahuan nih cuma suka sama ustadz nya doang, istrinya gak dihargai."Kita lanjutkan di bab terakhir yang kita bahas, yaitu tentang macam-macam pembagian air dalam ilmu fiqih yakni air suci dan menyucikan, air musyammas (air yang terkena langsung atau efek dari sinar matahari), air suci tidak mensucikan (air mustakmal), Air Mutaghayar dan air mutanajjis."Suara dia yang lagi ngajar di depan semakin lama semakin samar aku dengar, justru fokus ku berpindah pada sebuah memori manis yan
"Kenapa diam? Berarti kamu memang tidak memperhatikan pelajaran saya kan?" sambungnya lagi sambil menatap ku dengan serius.Wow, ternyata dia beda sekali ya image nya waktu di kamar dan waktu mengajar seperti ini. Ternyata dia seserius itu kalau sedang menerangkan pelajaran.Apa bagi dia agama bukan main-main ya, sehingga mau itu istrinya, atau mungkin anaknya kelak, dia tidak akan pernah memberikan toleransi bagi yang acuh."Iya maaf Mas, eh Pak. Saya kurang memperhatikan tadi!" Tiada daya, akhirnya aku nyerah dan lebih baik ngaku aja, daripada tergagap-gagap dan makin malu."Kalau begitu, jangan dulu keluar setelah ini. Buat essai, dan tulis semua apa yang ada di bab pembagian air, termasuk contoh hadistnya juga. Kalau sudah selesai baru boleh keluar dan temui saya." Galak amat sih, baru tau ternyata dia bisa dalam mode serem begini. Rasanya pengen buka baju aja di depannya, biar dia ketar ketir lagi kan? Duh, gimana nih, apa yang harus aku tulis? Aku mengambil buku itu dan ku lih
"Kak, bagaimana ustadz Husein kalau di dalam kamar, romantis gak?" Dia tiba-tiba tertawa cekikikan, aku mengerutkan kening. "Kok kamu penasaran banget sama dia, emangnya murid-murid di sini pada suka ya sama ustadz Husein?" Sekalian aja aku tanya begitu, toh aku juga jadi penasaran bagaimana sosok Husein di mata mereka."Bangett! Semua murid di sini gak ada yang nggak suka sama ustadz Husein kak. Beliau adalah laki-laki yang sering kami sholawat-in ketika berdoa dan sholat tahajud. Kita berharap bisa jadi pendamping hidupnya. Tapi apalah daya, jodoh di tangan Allah, dan kak Rey yang beruntung."Speechless sih, mereka sampai berusaha dan bersusah payah sholawat buat dapatkan hatinya Husein, tapi kenapa malah aku yang gak kenal dia sama sekali yang jadi jodohnya. Tapi, bukan berarti aku menerima kehadiran dia loh ya! Aku cuma bilang speechless, alias gak bisa berkata-kata lagi aja! "Oh, hehe. Padahal aku gak kenal dia loh, dan gak berharap juga nikah muda.""Tapi takdir Allah kan kak