"Gak cuma fiqih Pak, tapi dia juga harus diajari tajwid yang benar sama Mba Aisyah. Karena membaca Alquran tanpa mempelajari ilmu tajwid yang benar itu haram hukumnya."Duh, gak anak, gak emak hobi ceramah semua. Lagian yang mau baca Alquran siapa sih? Kan mereka, bukan aku. Tak bisa lagi ku sembunyikan wajah kesal ku pada mereka.Husein juga diam aja lagi. Bisa gak sih soal gini belain aku, bilang kek ke mereka kalau aku belum siap belajar kayak begituan."Kok gak dijawab? Kan ditanya sama kami!" sambung ibu mertuaku lagi. Terpaksa, dengan terpaksa aku menjawabnya. Ku buang napas kasar sebelum berkata "Iya!" Sesingkat itu dan sejudes itu jawabanku."Ya sudah kalau begitu, lekas sarapan. Jam delapan kelasnya Husein sudah dimulai."Apa sarapan? Siapa yang mood sarapan kalau udah dikasih ultimatum suruh belajar kek tadi. Coba, bisa gak sih kasih taunya tu pas udah makan. Minimal gak bakal kelaparan kan meski marah-marah.Untuk mengambil centong nasi aja tanganku lemes banget! Dahla
Mataku nge-frezz setelah beberapa detik memandangi tubuh suamiku. Memang kenyataan kan, satu minggu kita nikah, aku sama sekali gak pernah melihat seluk beluk tubuh dia kecuali wajah, tangan, dan telapak kakinya. Dia gak pernah sekalipun memakai celana pendek atau sampai bertelanjang dada. Benar-benar menjaga auratnya meski ke istrinya sendiri. Beda sama aku yang udah tebar keseksian sana sini, bahkan dia juga pernah melihat aku yang cuma pakai tank top doang."M-Mas maaf, gak sengaja!" Lucunya, dia juga membeku saat mata kita tak sengaja bertemu. Dia reflek menjatuhkan tangan aku dan segera menutup bajunya yang terbuka. "Mba maaf!" Kok jadi dia yang minta maaf? Oh, mungkin karena dia menepiskan tanganku dengan kasar ya barusan."Ternyata tubuh Mas atletis juga ya! Kalau jadi bintang iklan keren juga loh, mau gak aku kenalin ke produser yang biasa kerja sama aku?" "Produser apaan Rey? Enggak lah, bukan bidang ku!" katanya sambil mengancingkan kancing bajunya."Eh serius Mas, misal
"Ustadz, ada murid baru ya?" Salah satu murid ricuh dan sok tertarik dengan kehadiranku mulai berbicara. Padahal mah gak harus gitu kan, anggap aja aku taek cicak yang jatuh dari plafon, kenapa harus dihiraukan? Aku malah jadi pusat perhatian sekarang."Benar, tapi bukan murid baru ya! Lebih tepatnya anggota baru yang ingin sama-sama melangkah ke jenjang yang lebih baik. Maka dari itu, jika Mba Rey kesulitan tolong dibantu ya!""Iyaaaa Pak Ustadz!" Eh, aku dengar nada mereka kok berubah jadi lebih lemas? Ketahuan nih cuma suka sama ustadz nya doang, istrinya gak dihargai."Kita lanjutkan di bab terakhir yang kita bahas, yaitu tentang macam-macam pembagian air dalam ilmu fiqih yakni air suci dan menyucikan, air musyammas (air yang terkena langsung atau efek dari sinar matahari), air suci tidak mensucikan (air mustakmal), Air Mutaghayar dan air mutanajjis."Suara dia yang lagi ngajar di depan semakin lama semakin samar aku dengar, justru fokus ku berpindah pada sebuah memori manis yan
"Kenapa diam? Berarti kamu memang tidak memperhatikan pelajaran saya kan?" sambungnya lagi sambil menatap ku dengan serius.Wow, ternyata dia beda sekali ya image nya waktu di kamar dan waktu mengajar seperti ini. Ternyata dia seserius itu kalau sedang menerangkan pelajaran.Apa bagi dia agama bukan main-main ya, sehingga mau itu istrinya, atau mungkin anaknya kelak, dia tidak akan pernah memberikan toleransi bagi yang acuh."Iya maaf Mas, eh Pak. Saya kurang memperhatikan tadi!" Tiada daya, akhirnya aku nyerah dan lebih baik ngaku aja, daripada tergagap-gagap dan makin malu."Kalau begitu, jangan dulu keluar setelah ini. Buat essai, dan tulis semua apa yang ada di bab pembagian air, termasuk contoh hadistnya juga. Kalau sudah selesai baru boleh keluar dan temui saya." Galak amat sih, baru tau ternyata dia bisa dalam mode serem begini. Rasanya pengen buka baju aja di depannya, biar dia ketar ketir lagi kan? Duh, gimana nih, apa yang harus aku tulis? Aku mengambil buku itu dan ku lih
"Kak, bagaimana ustadz Husein kalau di dalam kamar, romantis gak?" Dia tiba-tiba tertawa cekikikan, aku mengerutkan kening. "Kok kamu penasaran banget sama dia, emangnya murid-murid di sini pada suka ya sama ustadz Husein?" Sekalian aja aku tanya begitu, toh aku juga jadi penasaran bagaimana sosok Husein di mata mereka."Bangett! Semua murid di sini gak ada yang nggak suka sama ustadz Husein kak. Beliau adalah laki-laki yang sering kami sholawat-in ketika berdoa dan sholat tahajud. Kita berharap bisa jadi pendamping hidupnya. Tapi apalah daya, jodoh di tangan Allah, dan kak Rey yang beruntung."Speechless sih, mereka sampai berusaha dan bersusah payah sholawat buat dapatkan hatinya Husein, tapi kenapa malah aku yang gak kenal dia sama sekali yang jadi jodohnya. Tapi, bukan berarti aku menerima kehadiran dia loh ya! Aku cuma bilang speechless, alias gak bisa berkata-kata lagi aja! "Oh, hehe. Padahal aku gak kenal dia loh, dan gak berharap juga nikah muda.""Tapi takdir Allah kan kak
Gak usah lama-lama deh natap dia, nanti malah keterusan jatuh cinta kan gawat! Emosi di dalam alam bawah sadar aku masih meronta-ronta untuk bisa keluar dari situasi ini, bagaimana pun selalu ada jalan keluar yang disiapkan Tuhan kalau kita bersungguh-sungguh. Entah itu orang tuaku yang mengambil aku lagi, atau bahkan Husein yang bakal membuang ku, aku justru menantikan hari itu datang.Aku membuyarkan lamunan gak berfaedah itu dan berjalan ke arah mejanya. "Nih!" Lalu menyodorkan buku yang di dalamnya ada coretan khas cakar ayam yang indah bila dipajang di museum."Ekhem, ada ibu yai nih, assalamualaikum Bu!" Aku ikutan menoleh ke belakang mencari yang mereka maksud, dan ternyata gak ada siapa-siapa di sana. Mereka menunjuk aku?"Terimakasih. Mau makan juga, di sini enak-enak makanannya!" ujarnya sambil mengambil buku ini."Minggir-minggir, beri tempat untuknya." Semua yang duduk di samping kiri dan kanan Husein telah berpindah ke seberangnya dan menyisakan ruang yang lebar untukk
"Tidak ustadz, astaghfirullah. Semoga Allah mengampuni saya." "Bagus! Buat rangkuman tentang ayat yang melarang zina. Nanti malam saya tunggu!" Kemudian, Husein berdiri lalu menarik tanganku dan membawa kami menjauh dari kerumunan mereka. Buat apa dong tadi ngajak aku untuk ikut makan bareng mereka, kalau akhirnya malah nodong temannya dengan banyak hadits-hadits yang menurutku gak nyambung banget. Memangnya Arif memandangku penuh nafsu apa, sampai harus dijejeli ayat segala?"Mas, lepasin sakit tangan aku." Kami berjalan di tempat yang berbeda dari yang aku lewati pas sama Retno tadi. Mungkin karena di sana aula wanita kali ya, makanya Husein gak mau melewatinya, dia memilih lewat koridor utama sehingga lebih sepi dari orang-orang."Mas, gak usah ditarik gini coba. Sakit pergelangan tangan aku!" Aku mencoba melepaskan dari cengkraman yang begitu kuat itu. Sayangnya, hingga sampai di depan rumah, Husein belum juga melepaskan tanganku dan kami berhenti saat sudah masuk ke dalam ruma
Sekarang di setiap pagi, saat matahari muncul memancarkan cahaya cantiknya di langit, maka seketika ia mulai menjadi musuh terbesarku. Bagaimana tidak, statusku berubah dalam sekejap menjadi istri pak ustadz sekaligus santri dadakan yang ikut belajar mendalami ilmu agama seperti santri yang lainnya. Rasanya seperti tidak ada waktu bersantai lagi buat aku. Memang, bukan Husein pelakunya, tetapi di depan dia ada bapak dan ibu mertuaku yang lebih tegas daripada Husein. Tapi anehnya, Husein sendiri tidak ada kendali buat melarang kedua orang tuanya bertindak begini padaku, dia bilang semua demi kebaikan aku? Dari segi pakaian pun udah dijajah sekali, tiap hari dipaksa pakai baju lengan panjang dan rok panjang. Tau kan dandanan norak ala anak-anak kampung, ya begitulah!Emangnya ada ya belajar pakek paksa-paksaan kayak begini? Dan sekarang pun, gue lagi berjalan menuju ke kelas di mana Husein lagi yang jadi pengajarnya. Hari-hari menyiksa seperti ini akan selalu terulang sampe kapan co