Merdeka!!Se-happy ini aku guys, karena bisa bebas dari baju jahanam itu ketika pergi ke luar rumah. Aku bisa merasakan kebahagiaan yang hakiki karena diperbolehkan memakai kebaya yang menutup semua aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Kita udah dapet batik couple yang benar-benar sama dari segi corak. Btw, aku juga pakai jilbab segiempat yah, yang dimodifikasi sama kang salon supaya lebih modis. Selagi gue nunggu Husein selesai sholat Dzuhur, gue pergi ke salon untuk sedikit merias wajah. Itu pun dengan catatan gue harus sholat Dzuhur dulu baru boleh pakai make up. Iye deh, timbang dijejeli ayat, mending ikutin aja, selagi semua janjinya di jembatan itu masih dia pegang."Yang tadi suaminya ya mba?" "Bukan! Eh, maksudnya iya mba!" Aku lagi asyik kirim-kiriman pesan sama Reza sih, sampai-sampai gak fokus sama pertanyaan dari mba-mba salonnya.Si mba salon mungkin sempat memperhatikan Husein yang mengantar aku sampai di depan pintu. Dia dilarang ikut masuk karena salon ini khus
Panik iya, takut iya, parno dikit juga iya! Aku gak tahu kenapa dia bisa tiba-tiba bilang gawat."Hah, gawat kenapa Mas?" Aku jadi panik sendiri ketika Husein memalingkan pandangan matanya apalagi setelah itu dia berkata gawat."Sepertinya kita gak jadi ke undangan deh.""Loh kenapa?" tanyaku sedikit terkejut. Pasalnya, aku udah capek-capek dandan ke salon masa gak jadi sih."Aku gak mau wajah cantik kamu dilihat banyak orang!" Ampun deh! Bikin kaget aja setengah mati, tahunya cuma gara-gara muka aku doang. "Kirain apaan Mas. Bersyukur dong istrinya cantik, daripada buluk, korengan, belekan, nanti malah diejek banyak orang."Dia mendengus kesal sambil memutarkan mobilnya agar bisa kembali ke jalan raya dan membawa kita ke tempat tujuan."Tenang aja, nanti aku bakal pakai kaca mata hitam kok Mas!""Buat apa?" "Ya supaya gak banyak yang mengenali aku, secara aku adalah selebgram dan pemain iklan. "Memangnya ada yang kenal sama kamu?" What, pertanyaan barusan kayak lebih mengarah ke
Aku cuma memperhatikan Husein dari jauh.Ku lihat, dia lagi asyik mengobrol sama teman sejawatnya yang sama-sama hobi dalam dunia otomotif.Jadi guys, sesuai dengan apa yang diceritakan oleh Husein di basemen tadi bahwa sebetulnya Husein itu telah ikut dalam sebuah komunitas mobil mewah sejak satu tahun yang lalu. Gila gak? Aku jelas merinding dong pas dengar penjelasan dia tadi, dan gak nyangka banget. Ternyata, kecintaannya pada dunia otomotif membuat dia sekali-kali ingin tampil modis, dengan sebutan ustad milenium.Ku fikir, Husein adalah anak alim yang ruang lingkupnya hanya di sekitar pondok pesantren, tapi aslinya sangat jauh dari expect aku sendiri. Benar-benar membuat aku berkata what's? Kok bisa?"Sudah makan?" Husein telah menyelesaikan perbincangan dia dengan teman-temannya itu dan segera menemui aku yang lagi duduk di meja bundar. "Sudah." Aku pun mulai penasaran lebih jauh, tentang seberapa dekat dia dan teman-teman pengoleksi mobil mewah itu. "Mas, itu tadi teman-tema
Astaga, betapa terkejutnya aku melihat Reza hadir bersama kita. Posisinya, aku di tengah dan dia di samping kiriku."Reza?" Husein juga ikut menoleh ketika aku menyebutkan nama kekasihku ituTakdir macam apa ini? Baru saja kita bertemu tadi, kemudian berpisah, lalu akhirnya dipertemukan kembali di kotak besi ini. Bahkan bajunya pun masih sama dengan baju yang kamu pakai tadi pas ke pondok.Reza menggenggam tangan aku, tapi Husein dengan sigap melepaskan tangan Reza itu, lalu menarik aku ke belakang badannya. "Anda siapa?" tanya Husein tajam."S-saya..." Dia gak jadi melanjutkan ucapannya. Tapi Reza sempat menoleh ke arahku untuk meminta jawaban yang paling tepat, dan aku menggeleng lemah sebagai sebuah isyarat supaya Reza gak boleh menyebut dirinya sebagai pacarku."Jangan sebut pacar, nanti kita gak bisa ketemu lagi," jeritku dalam hati."Saya.. temennya Reynata. Nama saya Reza." Seketika, pintu lift terbuka. Dan tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Husein segera membawaku keluar dari d
Aku yakin itu mobil Clara, dia juga terlihat masih pakai baju yang sama kayak tadi pagi, cuma model rambutnya aja yang beda. Bersyukur aja sih, ada dia yang bisa menenangkan hati aku sekarang. "Berhenti Mas!" Aku memaksa Husein untuk segera menepi, dan dia benar-benar memberhentikan mobilnya di samping trotoar. "Aku mau sama teman-teman aku!" Gak pakai pikir panjang lagi, aku membuka pintu mobil dan segera berlari menyebrang jalan supaya bisa sampai ke mereka berdua."Rey!" Sedangkan Husein meneriakkan namaku karena aku menyebrang tanpa toleh kanan kiri. Alhasil, seluruh kendaraan menyalakan klakson mobilnya supaya bisa menyadarkan jalan pikiranku.Husein segera menyeberang dan berlari mengikuti aku dari belakang."Nad, Ra!" Aku berteriak, dan mereka melirik ke arahku semua."Rey, kok kamu ada di sini?" tanya Nadine dan merangkul aku yang lagi nangis."Please, ajak gue pergi. Gue gak sanggup kalau harus ikut sama dia sekarang!" jawabku terisak dalam pelukan Nadine."Lo kenapa Rey,
"Udah pergi orangnya Rey!" ucap Nadine.Dan akhirnya aku pun bisa menghirup udara lega, dan gak harus menerobos dua gunung milik Nadine yang sumpek itu."Syukur deh kalau udah pergi, biarin aja!" kataku dengan sebal."Aneh aja tingkah lo Rey, kenapa sih? Suami lo kelihatan baik banget loh itu, dia khawatir dan bertanggung jawab atas keselamatan lo. Eh lo nya malah nakal kayak begini.""Gue habis ketemu Reza, dan dia melihat gue dibawa oleh suami gue rasanya gak tega banget deh! Wajahnya dia kayak sakit hati gitu, dan hal itu membuat gue hancur hari ini. Makanya gue gak bisa kalau ikut Husein, semakin gue sama dia, semakin gue marah dan menyalahkan takdir!" Sekalian aja gue ungkapin ke mereka, biar mereka gak salah paham hanya melihat dalam satu sisi."But, last meet lo juga menolak buat diajak kabur kan sama Reza, terus sekarang mau lo apa?" Clara, aku rasa dia udah sangat geram sama aku."Gak tahu deh, kalian gak bakal ngerti karena kalian gak merasakan sendiri. Udah lah, kalau kalia
"Rey? Alhamdulillah wasyukurillah, terima kasih kamu sudah pulang Rey." Husein mungkin mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari dari tempatnya saat menerima panggilan telepon dariku bahwa aku sudah ada di depan gerbang pondok.Aku rasa dia juga menunda jam mengajarnya, karena setahuku setelah sholat magrib hari rabu ini, ada satu jam mengajarnya.Aku senyum singkat, "iya biasa aja lagi. Aku juga ngerti, meski lagi marah aku tahu tempat untuk pulang," jawabku judes. Beda sekali dengan ekpresi wajah Husein yang sepertinya lega karena aku sudah ada di hadapannya lagi."Rey, gak gitu. Hehe, maaf Pak itu jin nya belum keluar sepenuhnya," sahut Clara. Sepanjang jalan, dialah manusia terbawel yang tiada henti marahin aku sepuas hatinya. Bahkan, masih berlanjut meski udah nyampe di pondok."Di-ruqyah mandiri aja Pak di kamar!" Kini giliran Nadine yang menyahut. Duh mulut mereka berdua rasanya pengen aku sumpel pakek sendal jepit deh. Bikin aku malu terus di depan Husein. Lagian jangan d
Jidatku penuh sama keringat kayak baru selesai lari maraton. Emang dasar ya, dalam mimpi aja masih dibuat capek! Aku langsung terduduk dan memutarkan pandangan mata ke seluruh penjuru kamar, sampai aku melihat sosok Husein yang sedang tidur di sofa.Duh, laki-laki itu yang dalam sekejap bikin hidup aku jadi super berantakan. Serba salah jadinya, pengen protes mati-matian tapi kayaknya aku gak pantas banget begitu sama orang baik. Kamu itu terlalu baik sekali Mas buat wanita yang kurang ajar kayak aku. Aku mendekati dia ke sofa, dan membangunkan tidurnya. "Mas, Mas Husein bangun!" Dalam sekejap dia langsung membuka matanya."Ada apa Rey, kamu perlu apa?" tanyanya begitu dia sudah dalam poisi duduk."Gak ada Mas, kamu pindah gih tidur di kasur. Biar aku yang di sofa!" kataku lagi. Aku hampir gak bisa berpikir apa-apa karena perasaan aku lagi gak karuan begini. Dia diam sambil menatapku, "ada apa Rey, apa aku punya salah sama kamu tadi siang? Kamu bisa bilang kalau ada yang kamu gak