Aku cuma memperhatikan Husein dari jauh.Ku lihat, dia lagi asyik mengobrol sama teman sejawatnya yang sama-sama hobi dalam dunia otomotif.Jadi guys, sesuai dengan apa yang diceritakan oleh Husein di basemen tadi bahwa sebetulnya Husein itu telah ikut dalam sebuah komunitas mobil mewah sejak satu tahun yang lalu. Gila gak? Aku jelas merinding dong pas dengar penjelasan dia tadi, dan gak nyangka banget. Ternyata, kecintaannya pada dunia otomotif membuat dia sekali-kali ingin tampil modis, dengan sebutan ustad milenium.Ku fikir, Husein adalah anak alim yang ruang lingkupnya hanya di sekitar pondok pesantren, tapi aslinya sangat jauh dari expect aku sendiri. Benar-benar membuat aku berkata what's? Kok bisa?"Sudah makan?" Husein telah menyelesaikan perbincangan dia dengan teman-temannya itu dan segera menemui aku yang lagi duduk di meja bundar. "Sudah." Aku pun mulai penasaran lebih jauh, tentang seberapa dekat dia dan teman-teman pengoleksi mobil mewah itu. "Mas, itu tadi teman-tema
Astaga, betapa terkejutnya aku melihat Reza hadir bersama kita. Posisinya, aku di tengah dan dia di samping kiriku."Reza?" Husein juga ikut menoleh ketika aku menyebutkan nama kekasihku ituTakdir macam apa ini? Baru saja kita bertemu tadi, kemudian berpisah, lalu akhirnya dipertemukan kembali di kotak besi ini. Bahkan bajunya pun masih sama dengan baju yang kamu pakai tadi pas ke pondok.Reza menggenggam tangan aku, tapi Husein dengan sigap melepaskan tangan Reza itu, lalu menarik aku ke belakang badannya. "Anda siapa?" tanya Husein tajam."S-saya..." Dia gak jadi melanjutkan ucapannya. Tapi Reza sempat menoleh ke arahku untuk meminta jawaban yang paling tepat, dan aku menggeleng lemah sebagai sebuah isyarat supaya Reza gak boleh menyebut dirinya sebagai pacarku."Jangan sebut pacar, nanti kita gak bisa ketemu lagi," jeritku dalam hati."Saya.. temennya Reynata. Nama saya Reza." Seketika, pintu lift terbuka. Dan tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Husein segera membawaku keluar dari d
Aku yakin itu mobil Clara, dia juga terlihat masih pakai baju yang sama kayak tadi pagi, cuma model rambutnya aja yang beda. Bersyukur aja sih, ada dia yang bisa menenangkan hati aku sekarang. "Berhenti Mas!" Aku memaksa Husein untuk segera menepi, dan dia benar-benar memberhentikan mobilnya di samping trotoar. "Aku mau sama teman-teman aku!" Gak pakai pikir panjang lagi, aku membuka pintu mobil dan segera berlari menyebrang jalan supaya bisa sampai ke mereka berdua."Rey!" Sedangkan Husein meneriakkan namaku karena aku menyebrang tanpa toleh kanan kiri. Alhasil, seluruh kendaraan menyalakan klakson mobilnya supaya bisa menyadarkan jalan pikiranku.Husein segera menyeberang dan berlari mengikuti aku dari belakang."Nad, Ra!" Aku berteriak, dan mereka melirik ke arahku semua."Rey, kok kamu ada di sini?" tanya Nadine dan merangkul aku yang lagi nangis."Please, ajak gue pergi. Gue gak sanggup kalau harus ikut sama dia sekarang!" jawabku terisak dalam pelukan Nadine."Lo kenapa Rey,
"Udah pergi orangnya Rey!" ucap Nadine.Dan akhirnya aku pun bisa menghirup udara lega, dan gak harus menerobos dua gunung milik Nadine yang sumpek itu."Syukur deh kalau udah pergi, biarin aja!" kataku dengan sebal."Aneh aja tingkah lo Rey, kenapa sih? Suami lo kelihatan baik banget loh itu, dia khawatir dan bertanggung jawab atas keselamatan lo. Eh lo nya malah nakal kayak begini.""Gue habis ketemu Reza, dan dia melihat gue dibawa oleh suami gue rasanya gak tega banget deh! Wajahnya dia kayak sakit hati gitu, dan hal itu membuat gue hancur hari ini. Makanya gue gak bisa kalau ikut Husein, semakin gue sama dia, semakin gue marah dan menyalahkan takdir!" Sekalian aja gue ungkapin ke mereka, biar mereka gak salah paham hanya melihat dalam satu sisi."But, last meet lo juga menolak buat diajak kabur kan sama Reza, terus sekarang mau lo apa?" Clara, aku rasa dia udah sangat geram sama aku."Gak tahu deh, kalian gak bakal ngerti karena kalian gak merasakan sendiri. Udah lah, kalau kalia
"Rey? Alhamdulillah wasyukurillah, terima kasih kamu sudah pulang Rey." Husein mungkin mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari dari tempatnya saat menerima panggilan telepon dariku bahwa aku sudah ada di depan gerbang pondok.Aku rasa dia juga menunda jam mengajarnya, karena setahuku setelah sholat magrib hari rabu ini, ada satu jam mengajarnya.Aku senyum singkat, "iya biasa aja lagi. Aku juga ngerti, meski lagi marah aku tahu tempat untuk pulang," jawabku judes. Beda sekali dengan ekpresi wajah Husein yang sepertinya lega karena aku sudah ada di hadapannya lagi."Rey, gak gitu. Hehe, maaf Pak itu jin nya belum keluar sepenuhnya," sahut Clara. Sepanjang jalan, dialah manusia terbawel yang tiada henti marahin aku sepuas hatinya. Bahkan, masih berlanjut meski udah nyampe di pondok."Di-ruqyah mandiri aja Pak di kamar!" Kini giliran Nadine yang menyahut. Duh mulut mereka berdua rasanya pengen aku sumpel pakek sendal jepit deh. Bikin aku malu terus di depan Husein. Lagian jangan d
Jidatku penuh sama keringat kayak baru selesai lari maraton. Emang dasar ya, dalam mimpi aja masih dibuat capek! Aku langsung terduduk dan memutarkan pandangan mata ke seluruh penjuru kamar, sampai aku melihat sosok Husein yang sedang tidur di sofa.Duh, laki-laki itu yang dalam sekejap bikin hidup aku jadi super berantakan. Serba salah jadinya, pengen protes mati-matian tapi kayaknya aku gak pantas banget begitu sama orang baik. Kamu itu terlalu baik sekali Mas buat wanita yang kurang ajar kayak aku. Aku mendekati dia ke sofa, dan membangunkan tidurnya. "Mas, Mas Husein bangun!" Dalam sekejap dia langsung membuka matanya."Ada apa Rey, kamu perlu apa?" tanyanya begitu dia sudah dalam poisi duduk."Gak ada Mas, kamu pindah gih tidur di kasur. Biar aku yang di sofa!" kataku lagi. Aku hampir gak bisa berpikir apa-apa karena perasaan aku lagi gak karuan begini. Dia diam sambil menatapku, "ada apa Rey, apa aku punya salah sama kamu tadi siang? Kamu bisa bilang kalau ada yang kamu gak
Aku mulai mengentikan tangisanku.Terbukti benar apa penilaian Clara, bahwa Husein sangat bertanggung jawab. Padahal ibu dan ayah udah bilang bahwa Husein terbaik, tapi saat itu aku mengacuhkannya."Ya sudah, tidur gih Rey di kasur. Aku sudah biasa tidur di sofa, di lantai, di matras, karena aku alumni pondok. Tapi kalau kamu, aku yakin kamu selalu terbiasa tidur di atas ranjang yang empuk. Jangan memaksakan diri."Aku berpikir, kalau misalkan aku tetap naik ke atas ranjang, sia-sia dong confess yang memilukan tadi. Jadi aku berinisiatif untuk membelokkan jalan. Aku ke daerah tempat tidur, dan mengambil selimut tebal itu terus aku gelar di lantai."Ya udah kalau Mas gak mau di tidur di kasur, aku tidur di lantai aja!""Loh buat apa? Kamu jangan menyiksa diri sendiri gitu Reynata, nanti badannya sakit loh!"Aku gak dengar, aku tetap dengan songong nya menata selimut itu di bawah.Lalu aku meraih bantal di kasur dan segera ambil posisi tidur di atas selimut yang tergerai itu. Aku gak
"Siap-siap, setelah sholat subuh kita akan berangkat menuju rumah ibu kiayi Manshori. Di sana sedang ada acara dan karena mereka kerabat, maka sewajarnya tugas kita untuk membantu. Dan harus ibu ingatkan yah, pakai pakaian yang pantas, dan tutup rambutnya. Perlihatkan bahwa kamu adalah istri ustadz," terang beliau dengan wajah dingin mencekam. Tahu sih ini subuh, tapi gak perlu menjelma jadi es batu gitu juga lah. Ngajakin jalan kayak ngajakin ribut deh. Gak bisa apa lebih biasa aja, lemah lembut gitu? Katanya istri ustadz, eh salah anda kan istri kiayi."Iya bu," jawabku singkat.Lalu aku melihat ibu mertua itu meninggalkan rumahku dan kembali ke rumahnya melewati pintu perbatasan. Udah kayak zona Demiliterisasi antara Korsel dan Korut aja deh, mirip banget. Tapi mereka bagian Korut nya yah, soalnya bapak mertuaku lebih mirip kayak Kim Joung Un, alias sadis.Balik lagi ke rumah, jadi singkatnya model rumah ini tuh berbentuk L. Untuk bagian yang menghadap depan adalah rumah mertuaku,
POV: USTADZ HUSEINAlhamdulillah, jazakumullah ya Allah, tidak lelah lidah hamba mengucapkan kata syukur atas nikmat yang Allah berikan pada saya.Di usia yang menginjak 31 tahun ini, saya hanya ingin menghabiskan sisa waktu yang ada bersama istri, anak-anak, juga ibunda saya.Mereka lah penguat, penyemangat, penyembuh segala kerisauan yang selama ini saya rasakan.Terutama untuk istri saya, dia adalah wanita yang sangat hebat, wanita yang selalu membuat saya jatuh cinta ketika memandangnya. Wanita yang hanya akan saya cintai hingga akhir menutup mata. Apa yang terjadi pada kita terakhir kali di Korea sana, menjadikan saya banyak berpikir untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan. Pertama, urusan apapun itu sebelum saya berkata iya atau tidak sebaiknya didiskusikan dan cari jalan keluarnya.Karena sejatinya, subhanallah wanita adalah mahluk yang harus kita sebagai laki-laki duluan lah yang mengertinya.Semakin kita egois, seorang wanita akan semakin kuat dengan pendiriannya.Saya
Aku membanting pintu taksi dengan kuat, setelah sebelumnya memberikan ongkos taksi sesuai tarif.Aku berlari menuju loket informasi, karena 30 menit lagi pukul empat sore."Excuse me, i wanna ask about the plane to Jakarta-Indonesia with Zhara Airline, already departed?"Dia memeriksa komputernya, dan menatap aku lagi. "No yet, now is waiting to boarding pass.""Oh, thank you." Informasi itu cukup meyakinkan aku bahwa aku tidak terlambat, lantas aku langsung saja berlari menuju gate 3 sesuai yang tertera di layar informasi.Aku gak mau kehilangan Akang, aku harus pulang bersama dia. Walau kakiku lelah, tapi aku berusaha mencarinya.Sampai akhirnya aku menemukan seorang laki-laki yang pakaiannya sangat aku kenal. Jas itu, adalah kado ulang tahun dariku, yang katanya jas favorit dan selalu dia pakai dalam momen penting. Dia berdiri menghadap ke jendela sambil memperhatikan prepare pesawat yang siap terbang.Lalu, perlahan-lahan aku berjalan mendekatinya dan dari arah belakang, aku mel
Aku heran, hatiku sepertinya mati sampai gak merasakan kesedihan sama sekali, bahkan sampai Akang lah yang mengantar aku sampai memesankan taksinya.Aku malah justru merasa bangga pada diri sendiri, karena aku berhasil menang dalam pertempuran kali ini.Biarlah, Akang merasakan rasanya harus mengalah dalam satu situasi.Ingat tidak? Dalam keadaan hamil, aku harus merelakan dia kuliah di luar negeri? Tiga tahun lamanya.Masa kali ini, untuk beberapa bulan aja dia gak sanggup? Gantian dong!Aku menatap ke luar jendela dan memperlihatkan bangunan yang tinggi dan megah itu. Kapan aku bisa setenar itu di sini?Tapi kok lama-lama, mataku ngantuk ya? Rasanya, aku pengen tidur sekejap saja untuk menghilangkan rasa kantuknya. Akhirnya, perlahan-lahan, kelopak mataku mulai sayu, dan pandanganku sedikit kabur. Sepertinya aku tertidur!!***"Jeogiyo Agashi, ulineun dochaghaeshi-imida." ( Permisi Mba, kita udah sampai)"Jeogiyo Agashi? Jhaisso-yeo?" (Apa kamu tidur?)Hah, Akang!!!!Gak sengaja aku
Satu Jam Yang Lalu~~~~Aku membuka pintu kamar hotel, karena keputusan aku sudah bulat, untuk sekali ini aja, izinkan aku menggapai impianku, biarkan suamiku mengalah, karena gak melulu harus aku yang kalah.Tapi setibanya aku diluar kamar hotelku, Akang kembali menghentikan langkahku dengan rasa panik yang luar biasa."Ya Allah Ay, tidak bisa kah berikan saya kesempatan untuk bicara sama kamu?"Ku jawab dengan menggelengkan kepala.Ada orang yang lewat, baik itu sesama tamu hotel, atau pegawai yang melihat keributan dari kita berdua. Tapi sesudahnya, mereka langsung saja acuh, karena rata-rata orang di sini, sangat tidak peduli dengan urusan orang lain."Oke sayang, oke! Ayo kita masuk dulu ke dalam dan biarkan saya sholat sunah dua rakaat dulu."Masuk ke dalam? Tidak mau lah, tentu! Sama saja menyuruh aku untuk berubah pikiran lagi, seandainya aku masuk ke dalam. "Aku mau pergi sekarang!" "Oke, Ay oke! Tunggu 10 menit di luar sini saja, ya. Kamu mau pergi dengan ridho saya atau t
Aku ingat, aku ingat laki-laki itu siapa.Aku ingat semua yang aku alami bersamaan laki-laki itu, dia adalah suamiku. Dia adalah laki-laki yang aku cintai, laki-laki yang cuma menjaga pandangan matanya untukku. Laki-laki yang mencintai aku lebih dari dirinya sendiri.Ya Allah, ini apa? Kenapa aku kembali pada tubuhku di lima tahun yang lalu?Kenapa dia tidak mengenali aku, kenapa dia berkata aku bukan muhrimnya.Sial! Aku mengumpat berkali-kali, tapi rasanya kata-kata itu tidak bisa dikeluarkan dari dalam mulutku. Aku hanya mengatupkan bibir, sambil terus mengeluarkan air mata yang semakin deras ini.Aku gak mau kehilangan dia!Aku gak mau dia tidak mengenali aku!Ya Allah, ingin rasanya aku teriak dan berkata dia suami aku! Mataku melihat dia yang sedang duduk bersila itu, sambil memegang mikrofon dan membaca sholawat pembuka.Bagaimana cara aku mengingatkan laki-laki itu, supaya dia juga ingat bahwa kita suami istri?"Ay, kenapa kamu nangis?" Seorang laki-laki bernama Reza itu tiba
Sepertinya tubuh aku dipaksa untuk melewati detik demi detik yang lagi berjalan ini, walaupun serasa seperti melayang, karena kaki aku tidak terasa menapak di bumi. Dari aku selesai mandi, pakai baju gamis yang udah disediakan, memakai riasan, aku seperti gak hidup.Menatap wajah aku di cermin, semua begitu abu-abu. Apa aku berada dalam dimensi lain? Apa aku sedang traveler ke lain waktu?Semua ambigu sekali.Tapi ya sudahlah, mungkin badan aku lagi gak sehat, jadinya pikiran aku kacau. Aku pun segera memakai jilbab, yang sebelumnya benda itu sangat jarang aku sentuh.Potongan sebuah momen pun tiba-tiba terlintas dalam benakku, ketika aku memasang jarum pada jilbab ini."Demi Allah, saya janji tidak akan pernah menyentuh tubuh Mba jika bukan Mba yang mengizinkannya. Saya janji tidak akan mengekang hidup Mba jika mba tidak melewati batas. Silakan hidup seperti biasanya, jika hijab masih berat silakan lakukan pelan-pelan. Cukup berbusana yang menutup tangan dan kakinya, ingsyallah saya
Hoaaammm... Alarm ini, kalau gak dimatikan rasanya bakal terus berdering sampai kiamat. Dengan malas aku meraih ponselku dan meski tanpa melihatnya, aku udah berhasil mendiamkan bunyi-bunyian yang melengking itu.Setelah menggeliat ke kiri dan ke kanan, aku menguatkan diri untuk bangun meski medan magnet antara tubuhku dam kasur ini kuat sekali."Jadwal gue, apa aja hari ini?"Tanggal 28 Januari, jadwal Reynata adalah pemotretan produk air mineral, dan icon ekspedisi yang terbaru. Syukurlah, mereka memakai aku untuk menjadi brand ambassador-nya, mereka gak salah pilih artis.Setelah dirasa tubuhku siap berdiri, aku langsung turun ke lantai bawah menemui menegerku."Morning Rey Kim, nyenyak tidurnya?"Aku sedikit terpaku melihat rumahku yang tertata lebih rapi, dan digelar karpet juga banyak hidangan di sana."Apa ini Om?" (panggilan Reynata untuk Pak Danu.)"Loh gimana sih, lupa ya? Hari ini kan selamatan rumah lo Rey, sekarang berkat kerja keras lo memilih peran itu, lo udah menghas
"Akang, aku dapat tawaran ini. Main di sebuah drama, jadi pemeran figuran. Untuk jilbab, nanti akan diganti rambut palsu, dan jangan khawatir sama baju. Aku akan dikenakan baju panjang setiap scene-nya"Setelah berdiri sekian lama, bertatapan dengan sangat serius sama Akang, aku pun berhasil mengatakan hal tersebut. Bahwa aku mendapat tawaran.Dia terdiam sambil melakukan aktivitasnya lagi mengemas baju ke dalam koper."Siap-siap, sebentar lagi kita berangkat ke Bandara," ujarnya tanpa melihat aku dan dapat dipastikan dia tidak mengizinkan aku mengambil peran ini."Kenapa? Aku bilang aku dapat tawaran, dan aku harus tinggal selama beberapa bulan untuk menyelesaikan proses syuting." Rasanya aku gak mau kalah, kali ini."Apa sih? Kamu itu sudah menikah, ada anak kamu di rumah, nunggu uma nya.""Apa artinya aku gak dibolehkan?""Buat apa kamu bertanya jika kamu sudah tau jawabannya?"Siap banget aku kalau disuruh bertengkar hari ini, sudah lama kita gak beradu otot. Selama ini aku seperti
"Maaf ya, Rey selama ini gak pernah jadi istri yang neko-neko sama Akang. Untuk sekali aja."Aku cuma berkata itu pada Akang, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk turun ke lantai lobi dan bertemu pak Danu di sana. Dia menunggu aku di kursi khusus tamu dengan dua cup kopi di atas meja."Hai, lama ya nunggu?" sapa aku setelah duduk di hadapannya."Rey, Rey Reynata Adizti anak gue hellooo?? Bisa-bisanya lo nikah sama laki kek gitu? Apa hidup lo sama sekali gak tersiksa?"Sebelumnya, aku gak pernah terima kalau ada satu pun orang yang menghina Akang dengan contoh perkataannya apapun. Tapi aneh banget, aku seakan setuju sama Pak Danu dan baru saja berpikir "selama ini, aku bahagia karena memang bahagia atau karena terpaksa?" Aku berjuang mati-matian, mengurus anak aku saat berpisah dengan Husein, berjuang mati-matian mencari bukti untuk membela namanya. Tapi, untuk aku sendiri mana?"Dengerin Rey, lo gue ambil dari agensi menyebalkan itu, gue rawat lo, gue naikin nama elo sampai tenar G