"Mas, tadi ibu ngajak aku pergi ke mana sih, aku lupa nama tempatnya, yang jelas ada ri ri nya gitu," kataku saat Husein sudah pulang dari sholat subuh nya. Kadang, dia suka mengisi kultum dulu, alias ceramah singkat tujuh menit gitu lah. Makanya jam setengah tujuh baru kembali ke kamar."Rumah kiayi Manshori yah?""Iya bener, itu maksudnya.""Iya aku sudah dengar, tadi ibu sudah minta izin sama aku buat ajak kamu. Tapi apa perlu aku buat alasan supaya kamu gak jadi ikut?""Kenapa memangnya?""Soalnya kalau kamu ke sana, ibu pasti maksa kamu buat pakai baju gamis panjang, dan aku ragu kamu akan baik-baik saja kalau masih pakai baju yang lebih pendek." Penjelasan Husein sangat tepat dengan apa yang aku pikirkan sejak tadi. Aku memang sempat berpikir untuk memintanya menolak aku pergi, karena meski aku cantik, kalau mereka ngobrolnya tentang agama-agama gitu aku pasti jadi orang yang paling bengong sendirian. Tapi, ada tapinya.Kalau aku gak datang, mereka justru akan semakin membicar
"Husein rencana akan berangkat besok dengan bapak, jadi hari ini kita akan menginap supaya besok bisa stay menerima tamu dengan leluasa."Aku diam tapi aku paham apa inti yang dibicarakan oleh bumer. Aku gak tahu keadaan di sana seperti apa, ada hal apa dan tamunya siapa aja karena ini baru pertama kali buat aku. Cuma yang ku tangkap adalah, aku harus jaga diri, jangan menelan omongan apapun yang bakal menyakitkan hati. Karena di sana yang kita temui bukan hanya satu atau dua orang, melainkan ratusan.Aku memutarkan pandangan mata ke luar jendela. Aku gak nyangka yah, bisa terjun dalam kehidupan rumit kayak gini.. Waktu jadi artis iklan, perasaan aku gak sesulit ini kehidupannya. Sekarang, tiap hari ada aja tantangan baru yang harus aku lewati. Rasa pengen menyerah sih ada, tapi mau mundur udah terlalu jauh kayaknya.***Gak kerasa ya, sudah empat jam kita terombang-ambing di jalanan yang mahadahsyat, akhirnya sampai juga di lokasi tujuan dengan total satu kali istirahat karena supir
Di situlah aku akan berhadapan dengan orang-orang yang entah akan memandangku seperti apa. Nyata kan, di saat ada acara dan harus masak-masak bareng wargberhadapana begini, pasti di sana akan dijadikan ajang bergosip ria yang tak luput membahas hal apapun, mungkin mulai dari perkembangbiakan telur cacing, sampai ke daleman janda sebelah juga pasti akan dibahas.Kuat-kuatin mental Rey, anggap aja nyamuk kalau misalken mereka ngomong seenak jidatnya."Assalamualaikum, boleh kita bantu?" Ibu mertuaku menyapa dan mereka meresponnya dengan random. Ada yang kenal, ada yang enggak. Terlebih sama diriku.Mereka ada yang bilang bahwa Husein beruntung memiliki aku, ada yang bilang kasian perempuan yang mendamba ustadz Husein, pasti kecewa lahir batin. Lah, bukan salahku kan?***Aku duduk di antara orang-orang yang berdatangan memberikan ucapan bela sungkawa meskipun setahu yang ku dengar, pak Kiayi itu sudah meninggal empat tahun lalu. Mereka terus memperingati hari kematiannya setiap tahun s
"Walah Bu, jangan dilebih-lebihkan begitu, saya biasa aja," sahut Aisyah. Idih, senyum ya senyum aja! Gak perlu matanya disipit-sipitkan gitu dong. Biar apa coba?"Nah kan, dipuji saja selalu merendahkan diri. Padahal siapapun laki-laki yang lihat kepribadian Mba Aisyah pasti jatuh cinta," ungkapnya lagi.Sumpah, berasa lagi nonton drama kolosal yang membosankan tau lah! Kalian tuh, lebay banget. Mungkin yah, dari yang aku tangkap oleh ibu mertuaku itu, kayaknya dia mau si Aisyah ini yang jadi menantunya, tapi karena ayah sudah datang dan minta kita berdua dinikahkan, makanya ibu kecewa berat. Lagian PD amat sih Bu, Husein nya juga belum tentu naksir Aisyah. Buktinya, kenapa gak dari dulu Husein nikahin Aisyah, malah terima untuk nikahin aku yang gak sama sekali dia kenal. Logikanya kan gitu!"Kalau Teh Reynata sendiri, lulusan apa?" Lamunanku terpecah saat nenek tua itu mulai bertanya padaku."Saya lulusan S1 seni Bu," jawabku. Untung saja aku cepat tersadar begitu ibu tua itu men
Dingin banget! Udara malam hari di daerah atas gunung begini benar-benar dingin. Ini sudah jam 9 malam, tapi aku gak bisa istirahat sama sekali.Selain berisik, kamarnya juga sempit. Tidur beralaskan kasur lantai yang dihuni dua orang membuatku risih.Aku cuma memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di antara para pedagang-pedagang itu, sedangkan posisiku berdiri di atas tebing yang digunakan tempat bersantai.Syukurlah, Reza peka sama kondisi aku yang lagi sendirian, dia memanggilku dalam sambungan telepon ini.Aku segera mengangkatnya supaya aku juga gak merasa kesepian lagi."Hai, makasih udah telepon," ucapku mengawali percakapan di antara kita."Kok suaranya sengau, habis nangis ya? Ini kamu di mana?"Masa sih suara aku sengau? Kok dia bisa tahu ya? Aku berdehem kecil supaya menormalkan suaraku."Enggak nangis sih, cuma lagi galau aja. Dan aku sekarang lagi ada di tempat yang sangat jauh, lebih jauh dari bandung!" "Oh ya? Di mana tuh, kamu sendiri?""Enggak, di sini banya
"Kamu menyukai ustadz Husein?"Astaga apa ini, tiba-tiba datang langsung nanya hal yang privat. "Maksudnya apa ya, saya gak paham!" jawabku yang memang gak paham apa arti dari pertanyaan itu."Iya. Anda istri yang dijodohkan kan, dan setahu saya kalian seperti kurang akur begitu, apa anda gak menyukai ustadz Husein?""Maaf yah, saya gak menerima pertanyaan aneh." Sekalian aja ku jawab seperti itu supaya dia gak melanjutkan pertanyaan anehnya lagi."Kasihan aja ustadz Husein harus membimbing anda lebih lama agar bisa tunduk dan hormat pada seorang suami."Gemess! Rasanya pen aku cubit ginjalnya. Husein aja gak pernah protes apakah aku cinta sama dia atau enggak. Dia aja menerima aku apa adanya, eh kamu yang gak tau apa-apa malah menyerang dengan opini. Andaikan ibu mertuaku paham bahwa yang dibanggakan nya adalah si pesilat lidah. Pasti bakal terkejut."Mba Aisy!" Ku lihat seseorang lain telah bergabung sama kita bertiga di sini."Eh Aminah, ada apa?" Siapa lagi dia? Mau skak saya d
Dari tadi handphone aku berdering, tapi aku gak bisa mengangkatnya. Setiap mau beranjak ada aja kiriman dari dalam. Sampai-sampai mau nangis pun udah gak bisa. Aku udah di posisi pasrah yang terima benda-benda itu dari dalam, menumpuk, sampai diprotes orang-orang karena di sana kehabisan.Tapi deringnya terus berbunyi, aku jadi khawatir itu berasal dari orang yang penting jadi aku hentikan sementara pekerjaan itu lalu aku angkat teleponnya. "Halo?" Nadaku cukup ketus."Halo Rey, assalamualaikum.""Siapa nih?""Ini saya, Husein."Ya Tuhan, aku gak tau kalau itu panggilan telepon darinya.Kita memang jarang bertukar pesan, dan mataku emang benar-benar gak fokus sama nama panggilan.Duh, gak enak kan jawabnya ketus begini."Maaf Mas, aku gak tahu. Lagian kenapa gak kirim pesan dulu sih?""Sudah 5 pesan, dan kamu di mana sekarang? Saya ada di depan rumah, baru saja tiba. Tapi dari tadi saya gak lihat kamu."Ya iya lah, jelas kamu gak bakal lihat aku Mas, orang aku lagi di belakang cuci
"Ibu tahu tidak, saya saja gak pernah menyuruh Rey untuk cuci piring. Saya sangat menjaga tubuhnya agar selalu cantik di mata saya. Kenapa justru malah ibu memperkerjakan Rey sampai tangan-tangannya terluka seperti ini?""Itu kewajiban loh Sein, tugas istri ya di dapur," sahut ibunya lagi dengan masih tak merasa bersalah. "Tidak! Kewajiban mengurus rumah tangga ada pada saya. Dahulu, Aisyah Radhiyallahu pernah ditanya oleh salah seorang sahabat. 'Apa yang dilakukan Nabi di rumah?' Lalu beliau menjawab, 'Rosullullah ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya.' Jadi jelas kan Bu, apa arti dari hadist al-Bukhari itu? Saya mengizinkan Rey ke sini untuk membantu ibu menyambut para tamu, bukan untuk cuci piring seperti ini."Takjub, ternyata itu lah marahnya seorang yang pendiam. Benar kata Husein sendiri bahwa jangan meremehkan yang polos, karena yang polos adalah suhunya. Dia marah dengan mata yang terbuka dan bibir gemetar. Percayalah, saat ini dia sedang berada dalam posisi ant
POV: USTADZ HUSEINAlhamdulillah, jazakumullah ya Allah, tidak lelah lidah hamba mengucapkan kata syukur atas nikmat yang Allah berikan pada saya.Di usia yang menginjak 31 tahun ini, saya hanya ingin menghabiskan sisa waktu yang ada bersama istri, anak-anak, juga ibunda saya.Mereka lah penguat, penyemangat, penyembuh segala kerisauan yang selama ini saya rasakan.Terutama untuk istri saya, dia adalah wanita yang sangat hebat, wanita yang selalu membuat saya jatuh cinta ketika memandangnya. Wanita yang hanya akan saya cintai hingga akhir menutup mata. Apa yang terjadi pada kita terakhir kali di Korea sana, menjadikan saya banyak berpikir untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan. Pertama, urusan apapun itu sebelum saya berkata iya atau tidak sebaiknya didiskusikan dan cari jalan keluarnya.Karena sejatinya, subhanallah wanita adalah mahluk yang harus kita sebagai laki-laki duluan lah yang mengertinya.Semakin kita egois, seorang wanita akan semakin kuat dengan pendiriannya.Saya
Aku membanting pintu taksi dengan kuat, setelah sebelumnya memberikan ongkos taksi sesuai tarif.Aku berlari menuju loket informasi, karena 30 menit lagi pukul empat sore."Excuse me, i wanna ask about the plane to Jakarta-Indonesia with Zhara Airline, already departed?"Dia memeriksa komputernya, dan menatap aku lagi. "No yet, now is waiting to boarding pass.""Oh, thank you." Informasi itu cukup meyakinkan aku bahwa aku tidak terlambat, lantas aku langsung saja berlari menuju gate 3 sesuai yang tertera di layar informasi.Aku gak mau kehilangan Akang, aku harus pulang bersama dia. Walau kakiku lelah, tapi aku berusaha mencarinya.Sampai akhirnya aku menemukan seorang laki-laki yang pakaiannya sangat aku kenal. Jas itu, adalah kado ulang tahun dariku, yang katanya jas favorit dan selalu dia pakai dalam momen penting. Dia berdiri menghadap ke jendela sambil memperhatikan prepare pesawat yang siap terbang.Lalu, perlahan-lahan aku berjalan mendekatinya dan dari arah belakang, aku mel
Aku heran, hatiku sepertinya mati sampai gak merasakan kesedihan sama sekali, bahkan sampai Akang lah yang mengantar aku sampai memesankan taksinya.Aku malah justru merasa bangga pada diri sendiri, karena aku berhasil menang dalam pertempuran kali ini.Biarlah, Akang merasakan rasanya harus mengalah dalam satu situasi.Ingat tidak? Dalam keadaan hamil, aku harus merelakan dia kuliah di luar negeri? Tiga tahun lamanya.Masa kali ini, untuk beberapa bulan aja dia gak sanggup? Gantian dong!Aku menatap ke luar jendela dan memperlihatkan bangunan yang tinggi dan megah itu. Kapan aku bisa setenar itu di sini?Tapi kok lama-lama, mataku ngantuk ya? Rasanya, aku pengen tidur sekejap saja untuk menghilangkan rasa kantuknya. Akhirnya, perlahan-lahan, kelopak mataku mulai sayu, dan pandanganku sedikit kabur. Sepertinya aku tertidur!!***"Jeogiyo Agashi, ulineun dochaghaeshi-imida." ( Permisi Mba, kita udah sampai)"Jeogiyo Agashi? Jhaisso-yeo?" (Apa kamu tidur?)Hah, Akang!!!!Gak sengaja aku
Satu Jam Yang Lalu~~~~Aku membuka pintu kamar hotel, karena keputusan aku sudah bulat, untuk sekali ini aja, izinkan aku menggapai impianku, biarkan suamiku mengalah, karena gak melulu harus aku yang kalah.Tapi setibanya aku diluar kamar hotelku, Akang kembali menghentikan langkahku dengan rasa panik yang luar biasa."Ya Allah Ay, tidak bisa kah berikan saya kesempatan untuk bicara sama kamu?"Ku jawab dengan menggelengkan kepala.Ada orang yang lewat, baik itu sesama tamu hotel, atau pegawai yang melihat keributan dari kita berdua. Tapi sesudahnya, mereka langsung saja acuh, karena rata-rata orang di sini, sangat tidak peduli dengan urusan orang lain."Oke sayang, oke! Ayo kita masuk dulu ke dalam dan biarkan saya sholat sunah dua rakaat dulu."Masuk ke dalam? Tidak mau lah, tentu! Sama saja menyuruh aku untuk berubah pikiran lagi, seandainya aku masuk ke dalam. "Aku mau pergi sekarang!" "Oke, Ay oke! Tunggu 10 menit di luar sini saja, ya. Kamu mau pergi dengan ridho saya atau t
Aku ingat, aku ingat laki-laki itu siapa.Aku ingat semua yang aku alami bersamaan laki-laki itu, dia adalah suamiku. Dia adalah laki-laki yang aku cintai, laki-laki yang cuma menjaga pandangan matanya untukku. Laki-laki yang mencintai aku lebih dari dirinya sendiri.Ya Allah, ini apa? Kenapa aku kembali pada tubuhku di lima tahun yang lalu?Kenapa dia tidak mengenali aku, kenapa dia berkata aku bukan muhrimnya.Sial! Aku mengumpat berkali-kali, tapi rasanya kata-kata itu tidak bisa dikeluarkan dari dalam mulutku. Aku hanya mengatupkan bibir, sambil terus mengeluarkan air mata yang semakin deras ini.Aku gak mau kehilangan dia!Aku gak mau dia tidak mengenali aku!Ya Allah, ingin rasanya aku teriak dan berkata dia suami aku! Mataku melihat dia yang sedang duduk bersila itu, sambil memegang mikrofon dan membaca sholawat pembuka.Bagaimana cara aku mengingatkan laki-laki itu, supaya dia juga ingat bahwa kita suami istri?"Ay, kenapa kamu nangis?" Seorang laki-laki bernama Reza itu tiba
Sepertinya tubuh aku dipaksa untuk melewati detik demi detik yang lagi berjalan ini, walaupun serasa seperti melayang, karena kaki aku tidak terasa menapak di bumi. Dari aku selesai mandi, pakai baju gamis yang udah disediakan, memakai riasan, aku seperti gak hidup.Menatap wajah aku di cermin, semua begitu abu-abu. Apa aku berada dalam dimensi lain? Apa aku sedang traveler ke lain waktu?Semua ambigu sekali.Tapi ya sudahlah, mungkin badan aku lagi gak sehat, jadinya pikiran aku kacau. Aku pun segera memakai jilbab, yang sebelumnya benda itu sangat jarang aku sentuh.Potongan sebuah momen pun tiba-tiba terlintas dalam benakku, ketika aku memasang jarum pada jilbab ini."Demi Allah, saya janji tidak akan pernah menyentuh tubuh Mba jika bukan Mba yang mengizinkannya. Saya janji tidak akan mengekang hidup Mba jika mba tidak melewati batas. Silakan hidup seperti biasanya, jika hijab masih berat silakan lakukan pelan-pelan. Cukup berbusana yang menutup tangan dan kakinya, ingsyallah saya
Hoaaammm... Alarm ini, kalau gak dimatikan rasanya bakal terus berdering sampai kiamat. Dengan malas aku meraih ponselku dan meski tanpa melihatnya, aku udah berhasil mendiamkan bunyi-bunyian yang melengking itu.Setelah menggeliat ke kiri dan ke kanan, aku menguatkan diri untuk bangun meski medan magnet antara tubuhku dam kasur ini kuat sekali."Jadwal gue, apa aja hari ini?"Tanggal 28 Januari, jadwal Reynata adalah pemotretan produk air mineral, dan icon ekspedisi yang terbaru. Syukurlah, mereka memakai aku untuk menjadi brand ambassador-nya, mereka gak salah pilih artis.Setelah dirasa tubuhku siap berdiri, aku langsung turun ke lantai bawah menemui menegerku."Morning Rey Kim, nyenyak tidurnya?"Aku sedikit terpaku melihat rumahku yang tertata lebih rapi, dan digelar karpet juga banyak hidangan di sana."Apa ini Om?" (panggilan Reynata untuk Pak Danu.)"Loh gimana sih, lupa ya? Hari ini kan selamatan rumah lo Rey, sekarang berkat kerja keras lo memilih peran itu, lo udah menghas
"Akang, aku dapat tawaran ini. Main di sebuah drama, jadi pemeran figuran. Untuk jilbab, nanti akan diganti rambut palsu, dan jangan khawatir sama baju. Aku akan dikenakan baju panjang setiap scene-nya"Setelah berdiri sekian lama, bertatapan dengan sangat serius sama Akang, aku pun berhasil mengatakan hal tersebut. Bahwa aku mendapat tawaran.Dia terdiam sambil melakukan aktivitasnya lagi mengemas baju ke dalam koper."Siap-siap, sebentar lagi kita berangkat ke Bandara," ujarnya tanpa melihat aku dan dapat dipastikan dia tidak mengizinkan aku mengambil peran ini."Kenapa? Aku bilang aku dapat tawaran, dan aku harus tinggal selama beberapa bulan untuk menyelesaikan proses syuting." Rasanya aku gak mau kalah, kali ini."Apa sih? Kamu itu sudah menikah, ada anak kamu di rumah, nunggu uma nya.""Apa artinya aku gak dibolehkan?""Buat apa kamu bertanya jika kamu sudah tau jawabannya?"Siap banget aku kalau disuruh bertengkar hari ini, sudah lama kita gak beradu otot. Selama ini aku seperti
"Maaf ya, Rey selama ini gak pernah jadi istri yang neko-neko sama Akang. Untuk sekali aja."Aku cuma berkata itu pada Akang, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk turun ke lantai lobi dan bertemu pak Danu di sana. Dia menunggu aku di kursi khusus tamu dengan dua cup kopi di atas meja."Hai, lama ya nunggu?" sapa aku setelah duduk di hadapannya."Rey, Rey Reynata Adizti anak gue hellooo?? Bisa-bisanya lo nikah sama laki kek gitu? Apa hidup lo sama sekali gak tersiksa?"Sebelumnya, aku gak pernah terima kalau ada satu pun orang yang menghina Akang dengan contoh perkataannya apapun. Tapi aneh banget, aku seakan setuju sama Pak Danu dan baru saja berpikir "selama ini, aku bahagia karena memang bahagia atau karena terpaksa?" Aku berjuang mati-matian, mengurus anak aku saat berpisah dengan Husein, berjuang mati-matian mencari bukti untuk membela namanya. Tapi, untuk aku sendiri mana?"Dengerin Rey, lo gue ambil dari agensi menyebalkan itu, gue rawat lo, gue naikin nama elo sampai tenar G