Jadi nyesel cerita kejadian sebenarnya kalau jadi dia yang lebih meratap dari pada aku sendiri. Dia terus-terusan menyalahkan dirinya karena merasa jadi penyebab tangan aku luka. Padahal udah jelas-jelas semua ulah ibunya, tapi justru dia yang minta maaf sedari tadi. Putus asa nya itu udah kayak ginjal aku aja yang luka, padahal cuma telapak tangan yang lecet. Aku belum jatuh cinta sama kamu aja, kamu udah khawatir kayak gini Mas, apalagi ketika nanti aku jatuh cinta sama kamu. Mungkin kamu juga bakalan marahin spons cuci piringnya."Mas aku gak apa-apa kok, kamu biasa aja lah. Nanti dikira aku ngadu yang macem-macem kan, atau ngomong yang aneh-aneh tentang ibu," jawabku yang memang pengen mengakhiri ke dramatisan nya Husein."Ya sudah, kita pulang yah. Kamu mau makan dulu?""Iya gitu, lebih baik kita pulang Mas. Tapi kalau mau ajak makan ya ayok!" kataku lagi. Syukurlah akhirnya dia gak lebay lagi.Aneh, memang super aneh! Harusnya aku tersentuh
Sekarang aku sama Husein lagi duduk di ruang tengah sambil menonton televisi dan mengupas beberapa buah salak. Hening masih karena aku malas membuka percakapan. Pembicaraan aku tentang izin untuk pergi ke acara ulang tahun Nadine aja belum juga clear, mau mulai nanya keputusannya juga udah kadung males. Tapi kalau gak datang kan bener-bener gak enak sama Nadine. Masa iya sampai harus dirayakan di Ponpes ini biar kamu tenang Mas?"Oh iya, tadi kamu izin kan? Itu tempat apa ya kalau boleh saya tahu?"Astaga, untunglah Husein peka seperti bisa dengar rintihan hati aku. Gak lama dari aku menggerutu dalam hati, dia pun bertanya demikian."Itu semacam klub yang isinya musik-musik gitu, tapi udah di sewa khusus untuk ulang tahun Nadine aja. Memangnya Mas belum pernah masuk ke tempat gitu ya?"Dia pun langsung menggeleng. "Acaranya dimulai jam berapa?""Dimulai jam 7 malam Mas," jawabku."Kok malam ya? Berarti ada kemungkinan kamu pulang lebih larut lagi dari wa
"Mas please deh aku mau ke pesta ulang tahun, bukan mau kondangan! Bisa-bisanya Mas nyuruh aku masuk ke tempat itu pakai baju batik ini, yang bener aja!" Aku sampai gak bisa berkata-kata lagi saat ini. Udah nelan ludah berkali-kali karena ulahnya yang di luar nalar."Kenapa? Bagus kok. Nih ya, tiga baju yang kamu tunjukkan tadi gak ada yang cocok, saya gak mau kamu pakai baju yang kelihatan aurat dada sama pahanya.""Tapi pikir-pikir aja kali Mas, aku juga harus menyesuaikan baju dengan tempat yang aku kunjungi. Ini sih gak wajar."Aku tetap stay kalem dan sekuat diri nahan tinju aku supaya gak melayang ke wajahnya."Rey aku mohon yah, jangan nambahin dosa saya. Karena yang nanggung dosa kamu di akhirat adalah saya. Ini saya sudah biarkan kamu tanpa jilbab. Tapi masa kamu masih meminta yang lebih berat untuk saya?"Apa dia bilang? Kemarin-kemarin sok khawatir tangan saya luka, sekarang bawa-bawa dosa dan akhirat. "Mas, aku udah pernah bilang apa sa
"Enggak, kalian berdua aja. Please, gue bener-bener berasa lagi mati tau lah. Happy birthday aja buat lo Nad, semoga hidup lo gak apes kayak gue!" ucapku pada Nadine. Btw, doa itu beneran gue ucapin tulus buat dia. Karena kalau itu Nadine yang ada di posisi aku, pasti dia udah gila dan paling parah kabur alam lain."Terus lo ke sini sama siapa?""Siapa lagi kalau bukan sama suami gue, dah lah! Kalian happy-happy aja. Lupakan gue!" kataku dengan melas.Reza yang ada di sampingku juga gak kalah ikut termenung karena nasib pacarnya yang memang mengenaskan sekali. Dia lihat bahwa aku udah gak bisa merasakan kebahagian sama sekali. Terbukti dari raut wajah aku yang cemberut dan cenderung terdiam di saat yang lain menyanyikan lagu ucapan selamat ulang tahun."Pulangnya aku antar ya Rey, kita nikmati dulu udara malam berdua supaya kamu gak stress seperti ini," ujar Reza mengelus rambutku."Aku ucapin terima kasih karena kamu perhatian, tapi maaf aku gak bisa. Aku lagi g
"Duh, kepala gue." Aku langsung reflek memijit kepala yang kesakitan ini. "Di mana nih?" Aku pun memusatkan perhatian ke seluruh tempat yang gelap itu, dan ketemu lah Husein yang duduk di samping aku, sedang menatapku dengan tajam.Aduh, berarti dia tahu kalau aku habis mabuk? Dah lah, siap-siap dipasung aja entar.Aku menggeliat sedikit."Sekarang jawab, kenapa kamu minum? Kamu sudah janji sama saya Rey, kamu sudah memegang kepercayaan saya bahwa kamu gak akan minum arak. Tapi kenyataannya, kamu buat saya kecewa sekali. Kamu tahu Rey, minuman keras itu induk dari hal-hal yang buruk, siapa yang meminumnya maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari, jika ia meninggal sedangkan minuman keras berada di dalam perutnya, maka ia akan meninggal dunia dalam keadaan jahiliyyah. Hadis ini sangat shohih diriwayatkan oleh imam Ath-Thabarani. Kamu tahu, bagaimana putus asa dan merasa gagalnya aku sebagai seorang suami melihat istrinya melakukan maksiat
"Apa jangan-jangan Husein?" Aku langsung terperanjat begitu sepintas membayangkan laki-laki itu membuka bajuku dan melihat semuanya. Aku mau protes kalau iya.Tapi belum saja aku beranjak, Husein ternyata sedang berdiri di samping lemari dan memperhatikan aku dengan tatapan lasernya, sedang tangannya menyilang di dada."Kenapa, masih pusing?" tanyanya setengah mengolok."Udah tahu kenapa pakek nanya?" Aku jawab dengan nada yang ketus juga. "Oh iya, Mas yah yang ganti baju aku? Kok Mas lancang sih buka-bukaan gitu. Pasti kesempatan kan buat nyentuh tubuh aku?" "Kenapa memang? Bukannya tubuh kamu sudah sah jadi milik saya.""Hah apa? Jadi sekarang sudah lupa sama janjinya?" tanyaku mencecarnya."Tidak! Saya tidak akan pernah lupa dengan janji yang saya ucap atas nama Allah. Dan janji itu saya sebut di dua tempat. Satu, ketika kamu hendak bunuh diri, dan satu lagi ketika saya memegang tangan ayah kamu di waktu ijab qobul.
Iya, maksudnya diambil Husein secara paksa kan sama aja dirampok? Gak salah-salah amat loh?? Cuma konteks jawaban aku gak sinkron dengan keadaan pondok pesantren yang notabene harus aman dari pencurian."Astaghfirullah Mba." Bodohnya, aku gak mikirin konsekuensi dari jawaban aku, alhasil Retno pun heboh sambil menyebut istighfar. Seluruh kelas yang tadinya khidmat, menjadi tegang seketika."Ada apa Retno?" tanya Husein di depan."Ini ustadz, kasihan Mba Rey. Dia habis kecopetan, handphonenya hilang!" seru gadis itu. Sedangkan aku tepuk jidat."Wah, di pondok kita udah ada maling nih? Oke, musti saya perketat keamanannya," ujar salah satu santriwati yang ku fikir dia ada dalam badan organisasi keamanan pondok.Husein menunduk pasrah setelah mata kami sempat bertemu.Suasana kelas langsung heboh sendiri, membuat para santri jadi berasumsi macam-macam."Sudah, sudah! Bahas malingnya nanti saja ya. Sekarang masih dalam jam mata
"Sstt Mba, Mba Rey?"Aku denger sebuah bisikan kecil yang berasal dari suara remaja wanita. Setelah ku putar pandangan, ternyata aku menemukan Retno yang ada di balik dinding rumahku. "Hey, sini. Ada apa?" tanyaku dan ku taruh sapu yang lagi aku pakai barusan. "Mba, kita mau ke air terjun Cimajur, kalau naik angkot sekitar 20 menit dari sini. Mba mau ikut gak?"Aku gak salah denger nih? Kenapa mereka tiba-tiba ngajakin aku yah? "Kayaknya gak bisa deh, Mba belum izin sama ustadz Husein," jawabku memelas."Yah, padahal air terjunnya bagus banget loh Mba. Kita sudah dapat izin dari pengurus, tadinya ngajakin Mba karena kita tahu pasti Mba lama ada di pondok ini rasanya pasti membosankan. Tapi kalau Mba gak bisa ya sudah ya. Kita pergi dulu yah."Benar apa yang diucapkan Retno, aku memang merasa sangat membosankan, apalagi sekarang karena gak pegang handphone sama sekali. Husein juga posisinya sekarang lagi ngisi sebuah ceramah di balai kota