(POV author dulu.)"Shobahal khoir bidadariku.."Merasa terganggu dengan belaian di wajah yang memaksa dirinya untuk membuka mata, Reynata sang ibu hamil menggemaskan itu hanya memberikan reaksi menggeliat saja. Masih terlalu pagi bagibya untuk menyatakan diri pada dunia bahwa dia siap untuk menjalani hari.Bukan tidak bangun dan sholat subuh ya, pikir Rey karena ini hari minggu, Rey ingin berleha-leha sebentar. Apalagi setelah tadi subuh morning sicknes, Rey ingin beristirahat sebentar.Iya, memasuki bulan keempat, kini secara bergantian Reynata lah yang mual-mual dan mengidam. Merdeka untuk Husein, tapi sedikit ada rasa kasihan juga, mengingat Husein tau sekali rasanya mual itu seperti apa. Pasti istrinya sangat tersiksa."Ay, katanya mau ke restorannya Mba Clara, bangun yuk, nanti telat loh!" Belaian itu berubah menjadi kecupan ringan yang pastinya hanya didapatkan dari suaminya. Seluruh wajahnya selalu menjadi sasaran jika dia tidak segera membuka mata berhasel coklat miliknya yan
karena panggilan masuk, murrotal yang sempat dia putar di ponselnya pun otomatis terhenti. Sebelum menerima telepon, Husein melihat sekitar memastikan tidak ada yang bisa mendengarnya. Dia menjawab panggilan dari seseorang dengan matanya yang tak henti memandangi ambang pintu.Ekspresinya yang semula memiliki mood yang sepertinya bagus tiba tiba datar, ustadz tampan itu mencoba mendengarkan apa yang di bicarakan oleh seseorang di seberang sana."Jadi tidak ada cara lain?" tanya Husein dan dia kembali mendengarkan apa saja yang di bicarakan oleh seorang pria di seberang sana. "Saya akan melakukannya, tidak perlu memberi tahu dia. Saya yang akan bertanggung jawab penuh untuk hal itu, sementara jangan katakan apapun sampai saya sendiri yang mengatakannya.."Husein bergegas memutus panggilan ketika matanya menangkap sosok istrinya yang terlihat terburu buru menuruni tangga dengan melakukan panggilan, dia memperhatikan Reynata yang sudah siap dengan gamis berwarna biru langit dipadukan den
"Assalamualaikum bebsss..." Suaraku nyaris memecahkan kaca jendela kafe yang belum dibuka sama sekali ini. Sahabatku, cintaku itu bikin kejutan banget dengan tiba-tiba bilang pengen buka kafe di Bandung supaya teman-temannya bisa datang setiap hari.Iya, Nadine yang sudah dipersunting sama dokter Ilham yang domisili Bandung akhirnya menetap di sini.Aku ya apalagi, jangan ditanya! Ya otomatis, dia yang akhirnya mengalah lalu datang dengan sukarela ke Bandung bahkan merubah identitas di kartu tanda penduduknya menjadi warga Bandung.Emang anti mainstream banget sih dia."Waalaikumsalam.. nyonya Husein datang juga.." Wajar sih, kan aku telat.Clara dengan gaya lebaynya berlari menghampiri aku yang jalan perlahan karena gak bisa ikut lari juga. Maklum, lagi bawa barang pecah belah, harus hati-hati."Maaf telat, biasalah..""Habis digempur siang malem keknya!" goda Nadine yang rupanya sudah duluan datang. Ups, aku mengedarkan pandangan aku ke satu orang yang aku gak mengerti kenapa dia
"Gue setuju kalau Reza sama Nadine.""Gue juga, toh si Reza udah berubah jadi baik kok. Buktinya dia keterima jadi guru TK, yang notabene harus mempunyai sikap yang baik dan lemah lembut kan?"Nadine mengangguk setuju."Gue masih gak nyangka sih, kok bisa-bisanya si Reza jadi guru TK anak Lo Rey, kayak dunia ini tuh sempit banget."Aku pun Nad, aku orang pertama yang paling syok saat tau Reza ada di sekolah itu. Karena kalau dipikir-pikir, taman kanak-kanak di Bandung itu ada puluhan, bahkan ratusan tapi kenapa harus kerja di tempat anak-anak aku sekolah. Aneh banget kan?"Taulah, penguntit kali!""Hush!!" Nadine memekik saat aku asal ceplos aja. "Berapa bulan kandungan lo Rey? Gimana kehamilan kedua? Sekarang lo pasti manja-manja kan sama suami, gak kayak dulu!""Jalan empat bulanan lah, 11 mingguan. Dan Soal ngidam itu? Lo jangan kaget ya! Kebalik kali, malah Akang yang jatuhnya lebih manja. Dia yang ngalamin morning sicknes dan ngidam yang aneh-aneh.""Serius? Ih.. berarti dia cint
(Pov Author)"Di sini ustadz.."Sarah mengacungkan tangannya dengan tinggi agar Husein dapat menangkap keberadaan dia di antara banyaknya meja dalam restauran itu. Setelah menemukan wanita itu, Husein berjalan ke arahnya.Tepat seperti pesanan lelaki itu, meja yang tidak terlalu berdekatan dan tentu saja di kelilingi oleh banyak pengunjung. Husein, tetaplah seorang yang menjaga hatinya hanya untuk sang istri tercinta."Terima kasih karena Ustadz mau datang ke sini, saya tidak tahu mau minta tolong pada siapa lagi." (siyi tidik tihi mii minti tiling simi siipi ligi-pengen nendang si Sarah ke lumpur Lapindo)"Tidak apa-apa, saya juga sudah selesai dengan kegiatan di pondok. Sebelum berangkat ke tempat pembangunan pondok baru, saya menyempatkan diri ke sini!" terang Husein sambil asyik membaca buku menu.Sebetulnya Husein tidak ingin pesan apa-apa, tapi cara inilah dianggapnya paling baik ketika dia harus menghindari tatapan wanita lain yang bukan muhrimnya."Ustadz, apa mba Reynata belu
(Kembali POV Reynata?Ini sudah hampir pukul empat sore dan rasanya aku harus segera pulang karena katanya, Akang akan jemput aku dan tidak akan melebihi dari jam empat. jadi aku putuskan untuk pamit saja ke ketiga sahabatku itu sambil nunggu Akang datang.Tapi hampir setengah jam menunggu, Akang belum ngasih kabar dan menunjukkan tanda-tanda kehadirannya, dan itu tentu saja bikin aku cemas. Akang itu adalah orang yang selalu on time dan kalau harus telat, dia pasti gak bakal lupa ngasih kabar. Ke mana ya? Jadi cemas.."Rey, katanya mau dijemput, kok suami lo belum datang?" Reza yang habis selesai membereskan potongan kertas sisa dekorasi, berjalan ke arahku. Namun tidak terlalu dekat."Gak tau nih, tadi katanya gak sampai jam empat. Eh bentar-" Baru saja aku mengecek ponsel, ternyata sudah ada satu panggilan masuk dari orang yang kutunggu-tunggu kehadirannya sejak tadi. Tanpa berlama-lama lagi, aku langsung mengangkatnya."Assalamualaikum.. Akang ih, ini jam berapa?" Aku membelakangi
Maaf kalau ada typo, karena typo adalah manusiawi ahaaayyyy...Sepanjang perjalanan hening. Aku lebih suka mengalihkan pandanganku ke luar jendela, membiarkan hembusan angin menyapa lembut pipiku. Kututup mata menikmati sejuknya suasana ini sambil menenangkan diri, berujar beberapa kali bahwa perjalanan ini pasti baik-baik saja. Secara tiba-tiba aku merasa seperti Dejavu. Membuat Ingatan buruk itu terputar begitu saja. Bukan hanya tentang Reza yang menculik aku, tapi ketika aku melihat raut wajah Akang yang menahan sakit hati atas perselingkuhan yang pernah aku lakukan.Itu jauh lebih menyakitkan dari pukulan Reza saat menculikku.Hal yang sebenernya ingin aku lupakan adalah wajah kecewa akang saat itu. Huftt, aku memang payah."Udah sampai." Sekian lama memejamkan mata, aku disadarkan oleh interupsi Reza yang berkata kalau kita udah sampai. Yah, setidaknya aku aman hari ini, selamat sampai tujuan."Makasih banyak ya Pak Reza.""Iya sama-sama ibu Reynata.""Kalau gitu saya turun ya!"
"Ay...!!!"Aku menoleh begitu mendengar seseorang memanggil namaku dan yang kulihat adalah lelaki yang wajahnya pucat pasi, berlarian mencari keberadaanku. Ya hanya aku sendiri yang ikut di mobil ambulance dan anak-anak bersama Retno.Aku putuskan untuk cepat-cepat membawa ibu, dan menyuruh akang untuk menyusul. Karena perjalanan dari lokasi pembangunan yang cukup jauh, aku takut semakin beresiko jika tetap memaksakan untuk menunggunya."Akang.." Begitu melihatku, Akang memeluk tubuhku dengan erat tanpa menekan perutku. Jujur saja, sampai detik ini kram itu masih terasa, hanya saja tidak separah tadi. Aku sudah konsul ke dokter kandungan selagi menunggu ibu diperiksa oleh dokter. Kata dokter kandungan itu sangat lumrah jika memasuki trimester kedua karena otot-otot perut semakin melebar dan tentu saja perut perlu adaptasi.Tapi aku memutuskan untuk tak memberitahu Akang karena aku gak mau menambah beban pikirannya."Apa yang terjadi.. saya sepanjang jalan panik Ay.. saya bahkan gak fo