"Bunda hikss..sakit.. huufhh huffh.."Reynata secepatnya di bawa ke rumah sakit karena sejak tadi mengeluh sakit di bawah perutnya. Husein kalut, ia melajukan mobil dengan cepat tanpa memperhatikan batas kecepatan. Yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana keselamatan istri dan calon bayinya yang menjadi nomor satu.Husein rasanya ingin marah, ingin berteriak, ingin berontak kala melihat istrinya yang kesakitan, tapi semua itu hanya bisa ia tahan.Di dalam hatinya tak henti merapalkan doa selamat dan doa mohon ampun pada Allah. Melihat Reynata meraung-raung seperti itu, Husein tak tega.Siapa yang berani menyakiti hati istrinya, Husein akan membuat dia menerima akibatnya.Sesampainya di rumah sakit, Reynata dibawa ke ruang UGD, namun khusus kebidanan. Di sana sudah ada dokter spesialis obgyn yang siaga untuk semua pasien darurat yang berhubungan dengan kehamilan. "Ay, yang kuat ya.. tahan ya, semoga baby baik-baik saja. Saya di sini, jangan berpikiran macam-macam cukup berdoa p
"Bunda.. apa yang mau bunda bicarakan?"Mereka kini sedang duduk berdua di bangku penunggu pasien di luar ruang kebidanan. Namun agar meminimalisir terdengarnya percakapan mereka, Husein juga ibu mertuanya mengambil posisi yang agak jauh dari pintu masuk."Husein, bunda kasian melihat Reynata. Kamu tau, dia mengadu tentang wanita itu bukan hanya sekali dua kali, tapi setiap hari."Deg!! Rasanya Husein baru tau hal ini.Selama ini, Reynata selalu diam dan Husein pikir tidak terjadi apa-apa di rumah. Benar Husein tahu bahwa kerap beberapa kali melihat tingkah Luna yang menyulut emosi sang istri, salah satu contohnya ketika berbelanja di supermarket saat itu. Luna yang sengaja mengikuti Husein dan membuat Husein salah paham, ya itu jelas bikin Rey marah. Tapi Husein tau Reynata seperti tidak membesarkan masalah itu. beberapa saat kemudian, istrinya kembali bersikap biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa.Dan itu berlangsung selama beberapa hari. Terakhir Rey ngadu itu masalah cucian
"Saya tidak mau basa basi lagi. Kamu lihat ini, dan kamu perhatikan siapa dia."Husein memberikan ponselnya di depan Luna dan di sana telah menampilkan sebuah gambar wanita cantik, dengan senyuman yang menawan dilapisi baju berwarna merah.Seketika Luna mengerutkan keningnya, "kak, apakah ini mba Reynata?""Benar. Itu dia.""Tapi kenapa bisa dia dengan pakaian seksi dan tanpa jilbab begini?"Tentu saja Luna mulai menerka-nerka sebuah jawaban di dalam pikirannya, tanpa dia sadari, dia memang tidak kenal siapa perempuan yang telah dia sakiti hatinya beberapa waktu yang lalu."Kejadiannya sekitar 7 tahun lalu. Di mana Reynata dulunya adalah seorang bintang iklan yang sedang naik daun. Dia adalah wanita pekerja keras yang memiliki mimpi besar." Ingatan Husein mulai mengalir pada awal pernikahan mereka. "Suatu hari sebuah musibah terjadi menimpa keluarga Reynata dan membuat perusahaan ayahnya bangkrut. Tak ada harta yang tersisa dan bahkan itu mengancam karir istri saya. Dan untuk menyel
Selesai mengutarakan semua hal tadi pada Luna, Husein tidak ingin berlama-lama diam diri bersama yang bukan muhrimnya. Dia lantas meninggalkan Luna sendirian yang masih menangis di sofa ruang tamu rumah orang tuanya.Tentu, jauh di antara mereka, di balik pintu kamar ada seseorang lain yang turut mendengar semua percakapan mereka.Ya, dia adalah Ayah Yusuf.Semenjak Rey dilarikan ke rumah sakit dan tak lama mendengar Husein datang lalu mengetuk pintu kamar Luna, ayah Yusuf belum memejamkan mata.Begitu mendengar suara dua orang yang saling bersahutan, beliau membuka celah pintu sedikit untuk mendengar semua pembicaraan mereka.Dan begitu Husein menceritakan betapa dia mencintai Rey dengan segala perjuangan anak perempuannya, hati ayah Yusuf mencelos. Air matanya ikut turun untuk sekedar mengucapkan terima kasih pada menantu yang luar biasa hebatnya itu.Husein yang memiliki pribadi dan sikap yang baik, tentu dia tidak akan tega mengusir seseorang yang mana dia adalah keluarganya sendi
Husein memarkirkan mobilnya dengan sempurna di halaman rumah sakit, dekat pintu masuk UGD.Yaps, Reynata memang masih ada di sana karena ia tak harus rawat inap, namun hanya menghabiskan satu kantong cairan infus yang bisa habis satu-dua jam.Reynata masih tertahan di ruang kebidanan, bersama sang bunda. Begitu melihat jam tangan, sekarang sudah pukul 23.40. Lelah? Tentu saja.Seharian ini Husein tidak ada istirahat. Pagi-pagi mengisi kelas, dan setelah Dzuhur dia harus ke lokasi pembangunan karena ada barang datang dan setelah ashar, mengisi tausiyah singkat di sebuah masjid.Setelah magrib, menyimak anak-anak mengaji Alquran dan barulah selepas sholat isya, Husein berniat untuk tidur lebih awal. Namun keinginannya harus terhenti karena ulah perempuan yang berakhir membawa Reynata ke rumah sakit.Sungguh kepala Husein saat ini sangat berat dan ingin rasanya ia tidur sejenak. Namun, melihat istrinya yang tidur dengan kurang nyaman apalagi sesekali meringis menahan sakit, membuat Hus
Ibu :Payah! Menaklukkan satu laki-laki kalem begitu saja tidak bisa. Anak sialan! Kamu sudah diberikan bidik catur terbaik, tapi kamu gagal. Tidak ada lagi harapan, dan terima nasibmu sendiri!Luna terduduk di sisi ranjang, sambil menggenggam ponselnya usai menerima pesan dari sang ibu, sedang tangan kirinya memegang gagang koper yang berisi semua baju-baju miliknya. Hari ini, sesuai perintah Husein bahwa dia harus meninggalkan pondok Al-aqso. Tidak ada lagi kesempatan bagi dirinya menatap lebih lama karena yang ia tuju sudah mengusirnya.Memang bodoh, apa yang dia perbuat selama di pondok pesantren ini adalah hal bodoh. Kedatangan dia yang membawa misi menikahi Husein, kini gagal total.Sang ibu kandung, yang obsesi memiliki menantu tampan itu gagal untuk kedua kalinya. Dulu ibu itu memiliki menantu arsitek muda yang meski sudah berhasil dinikahi lalu hampir memiliki anak, namun takdir berkata lain.Suami dari Luna meninggal saat kecelakaan maut terjadi dan begitu pula dengan calon
"Assalamualaikum ustadz, maaf mengganggu waktunya pagi-pagi.""Waalaikumsalam, iya ustadz Anton, ana sedang santai juga. Ada apa ya?""Ini.. saya dikabari oleh pihak pesantren Di Bondowoso kalau mereka bersedia mengirim dua guru untuk mengajar di As-Salam nanti.""Walah.. Alhamdulillah... terima kasih ustadz, ana senang mendengarnya.""Iya Ustadz saya juga senang. Namun ini eh, masalahnya pihak sana mau ada yang jemput gurunya. Sedangkan saya tidak bisa pergi karena di minggu ini ada ziarah dengan guru besar.""Oh begitu ya.. tapi apa memang tidak terlalu cepat jika menjemput gurunya, sekarang?""Tidak Ustadz, karena pembangunan pesantren sudah 80%, maka dari itu guru sudah bisa didatangkan. Agar dua guru itu juga bisa ikut merintis pondok dari awal. Jadi bagaimana, apa Ustadz bisa menjemput kedua guru itu ke Bondowoso?"Husein menghela nafas setelah mematikan sambungan telepon itu. Bagaimana, ini berhubungan dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya, jadi Husein tidak bisa menolak. Namu
"Saya tidak akan lama, hanya tiga hari."Kata-kata itu selalu terngiang di pikiran Reynata, dimana saat Husein pamit pada dirinya dan kedua orangtuanya untuk menjemput guru itu. Namun ini bukan hanya tiga hari, tapi sudah lewat 10 hari dan Husein belum kunjung pulang ke Bandung.Reynata cuma bisa pasrah karena saat ia bertanya pada sang suami kapan pulang, Husein selalu bilang tidak tahu karena dia terjebak dengan para guru besar.Alasan lainnya karena dia diminta menjaga pondok Muhajirin itu, sebab para guru sedang ada kegiatan.Reynata sih kurang faham seluk beluknya karena memang dia tak tau masalah per-ustadz-an kayak begitu.Namun satu hal yang bikin Reynata heran adalah suaminya yang gak kunjung pulang.Ayah bunda, apalagi anak-anak udah mulai bawel menanyakan keberadaan Husein. Sehari, Zula dan Zulfi sampai bisa lima kali bertanya kapan Abinya pulang dan Reynata hanya bisa menjawab tidak tahu sambil mengalihkan perhatian si kecil. Misal dengan bermain, sekolah, tidur, atau memb