"Assalamualaikum ustadz, maaf mengganggu waktunya pagi-pagi.""Waalaikumsalam, iya ustadz Anton, ana sedang santai juga. Ada apa ya?""Ini.. saya dikabari oleh pihak pesantren Di Bondowoso kalau mereka bersedia mengirim dua guru untuk mengajar di As-Salam nanti.""Walah.. Alhamdulillah... terima kasih ustadz, ana senang mendengarnya.""Iya Ustadz saya juga senang. Namun ini eh, masalahnya pihak sana mau ada yang jemput gurunya. Sedangkan saya tidak bisa pergi karena di minggu ini ada ziarah dengan guru besar.""Oh begitu ya.. tapi apa memang tidak terlalu cepat jika menjemput gurunya, sekarang?""Tidak Ustadz, karena pembangunan pesantren sudah 80%, maka dari itu guru sudah bisa didatangkan. Agar dua guru itu juga bisa ikut merintis pondok dari awal. Jadi bagaimana, apa Ustadz bisa menjemput kedua guru itu ke Bondowoso?"Husein menghela nafas setelah mematikan sambungan telepon itu. Bagaimana, ini berhubungan dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya, jadi Husein tidak bisa menolak. Namu
"Saya tidak akan lama, hanya tiga hari."Kata-kata itu selalu terngiang di pikiran Reynata, dimana saat Husein pamit pada dirinya dan kedua orangtuanya untuk menjemput guru itu. Namun ini bukan hanya tiga hari, tapi sudah lewat 10 hari dan Husein belum kunjung pulang ke Bandung.Reynata cuma bisa pasrah karena saat ia bertanya pada sang suami kapan pulang, Husein selalu bilang tidak tahu karena dia terjebak dengan para guru besar.Alasan lainnya karena dia diminta menjaga pondok Muhajirin itu, sebab para guru sedang ada kegiatan.Reynata sih kurang faham seluk beluknya karena memang dia tak tau masalah per-ustadz-an kayak begitu.Namun satu hal yang bikin Reynata heran adalah suaminya yang gak kunjung pulang.Ayah bunda, apalagi anak-anak udah mulai bawel menanyakan keberadaan Husein. Sehari, Zula dan Zulfi sampai bisa lima kali bertanya kapan Abinya pulang dan Reynata hanya bisa menjawab tidak tahu sambil mengalihkan perhatian si kecil. Misal dengan bermain, sekolah, tidur, atau memb
Tugu sebuah pesantren besar itu sudah terlihat di depan tiga pasang mata yang saat ini sedang menaiki sebuah mobil sewaan. Reynata tak sabar ingin segera sampai di sana dan ia urungkan niatnya untuk marah pada sang suami.Melihat banyaknya santri di sini, Rey yakin kalau suaminya menang terjebak di pondok ini dan sangat sibuk. Rey janji dia tidak akan marah dan akan berusaha mendengarkan semua penjelasan sang suami.Saat Reynata menurunkan kaca mobil dan bertanya pada salah satu santri di sana, dia menjawab dengan informasi yang sedikit membuat Reynata terkejut."Ustadz baru itu sedang berada di sebuah gedung besar, mengisi ceramah. Lokasinya sekitar 15 menit dari sini, peresmian gelanggang olahraga baru. Namanya Gor JSJ.""Baiklah terima kasih."Mau tak mau Reza mengantarkan Reynata ke tempat yang tadi di sebutkan oleh si santri tadi. 15 menit berlalu mereka sudah ada di depan gedung yang memang kelihatan baru ini. "Tunggu sebentar ya, gue kabarin kalau akang Husein ada di dalam. Ja
"Hiks.. Ra.. Hiks huhuhuhu Ra hiks." Clara menghela nafasnya saat Reynata menangis kencang di pelukannya.Reza yang berdiri tepat di depan dua sahabatnya segera mengelapi jejak air mata Reynata yang terus mengalir keluar tanpa henti. Wanita yang sedang bersedih itu lupa membiarkan tangan lelaki lain menyentuh kulitnya. Karena saat ini, Rey benar-benar sedang kalut."Sayang Rey, udah hikss gue jadi ikut sedih.. gue musti gimana ini?"Mendengar itu, Rey makin mengeraskan tangisannya karna mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Dimana seorang wanita mengatakan jika Husein adalah calon suaminya.Terluka? Tentu saja. Sakit hati? Jangan di tanya. Kecewa? Sangat!Dan beruntungnya tadi Clara dan Reza masih menunggu di depan gedung itu dengan sabar, jadi Rey punya tempat pelarian dari suaminya. Perlu diketahui bahwa saat ini Reynata dan kedua sahabatnya sedang menyewa sebuah hotel. Clara bahkan belum sempat menemui sepupunya karena masih sibuk mengurus perihal masalah Reynata ini.Siapap
Begitu dilarikan ke rumah sakit besar kota Bondowoso, orang tua Reynata langsung mengambil penerbangan tercepat, sampai tiga jam kemudian, mereka sudah tiba di rumah sakit tempat anak perempuannya dirawat. Si kembar dengan sangat terpaksa ditinggalkan begitu saja bersama Retno agar tidak melihat bagaimana kacaunya rumah tangga orang tua mereka.Sekarang semuanya pasti sedang merasa sedih, terlebih saat ayah dan bunda mendengar semua cerita yang dilontarkan Clara tadi. Cerita yang benar-benar membuat mereka menggelengkan kepala, dan tak menyangka bahwa Husein sekejam itu.Mereka berdua, kecewa pada sosok Ustadz yang luarnya baik, tapi sekalinya Husein pria licik.Dugh Dugh Dugh.. suara gedoran pintu beberapa kali terdengar dan itu menarik atensi ke empat orang yang ada di ruangan itu.Dengan tak sabar, segera pintu terbuka lebar dan menunjukkan seorang pria yang wajahnya kacau. Pria yang tak lain adalah Husein itu, langsung melangkah memasuki kamar rawat yang tadi dijaga oleh beberapa
"AAAAAAA!!!!" Husein tersentak kaget saat mendengar teriakan nyaring dari arah sampingnya, dimana kepala Reynata sedang berada di dada lelaki itu. Sebuah posisi yang disukai Reynata agar tidurnya lebih nyaman."Ay? Kenapa? Hei istighfar, apa kamu mimpi buruk?" tanya Husein gelagapan, mengingat ini masih pukul dua malam.Rey yang sadar keberadaan sang suami disisinya refleks duduk dan menengok ke kanan dan kiri dengan panik."Ini dimana?!" Pekiknya sambil menatap mata Husein dengan tatapan kalut.Ustadz tampan itu mengerutkan keningnya, ia mengedipkan matanya bingung dan mengelus lengan sang istri lembut. Ia juga ikut celingukan sana sini, mencari objek yang dimaksud Reynata."Sebentar ya sayang.."Husein menyamankan posisi mereka berdua karena saat ini Reynata benar-benar ketakutan. "Kita di kamar sayang, kenapa hm?" Rey mengedipkan matanya bingung. la lalu mengalihkan pandangannya ke segala arah.Mereka berada di kamar mereka sendiri, kamar yang sama seperti yang dia lihat beberapa
"Jadi, apakah calon istri saya yang kedua cantik?" goda Husein. Hmm sepertinya dia belum jera dengan segala ancaman Reynata. Masih saja punya nyali untuk menggoda istrinya itu."CANTIK BANGET!" setelahnya Reynata dengan segera mengambil bantal dan memukulkannya ke arah Husein."Eh udah berani sekarang pukul-pukul?"Tidak, Husein tidak marah melainkan gemas karena istrinya itu semakin berwajah merah padam."Habis akang ih, jangan bahas lagi ah. Rey jengkel, kesel, marah, sedih, terlebih apaan dia bilang 'jangan marah sama calon suami saya' Dan akang tau? Akang diem aja ditarik-tarik sama dia." cecar Reynata yang kembali mengulang momen cemburunya itu. Padahal itu benar-benar hanya mimpi. Tidak terjadi apapun pada rumah tangga mereka, dan Husein sudah kembali padanya tadi sore.Setelah isya, Reynata memutuskan untuk tidur lebih dulu karena rasa lelahnya setelah menemani anak-anak santri lomba karikatur antar sekolah menengah atas. Dan mimpi itulah yang Rey dapatkan dari rasa lelahnya."
"Akang ini beneran boleh? Rey boleh jalan-jalan sama Nadine ke Jakarta?""Kok masih aja gak percaya? Boleh istriku.. sana jalan-jalan saja semau kamu ya, kartu ATM ada di kamu kan? Beli apapun yang kamu mau, pokoknya seneng-seneng aja ya."Yang diperintah masih tak berkutik apa-apa karena jujur Reynata sendiri bingung, kenapa suaminya tiba-tiba minta Reynata jalan-jalan, belanja, dan sang sahabat Nadine sudah menjemputnya tadi."Yang penting jangan kecapekan. Maksudnya kalau terasa kram perut atau pusing, langsung istirahat. Oke?"Sontak Reynata mengangguk bahagia."Sampai jam berapa Rey boleh ke Jakarta?""Pokoknya jam lima sore udah harus di rumah ya.. dan jangan lupa sholat ya.""Siap captain!" Reynata membawa kedua tangannya melingkar di leher Husein dan mengecup pipi serta bibir suaminya berkali-kali. Sebagai tanda bahwa dia sangat senang, juga berterima kasih pada suami yang mengerti ngidamnya.Betul, sejak seminggu lalu, tepatnya ketika Reynata mimpi buruk itu, dia tiba-tiba m