Arsen dan Lily benar-benar pergi menonton konser bersama. Keduanya mendapat kursi di Cat 2 yang ada di bagian sisi depan panggung utama. Mereka menggunakan masker dan topi agar tidak ada yang mengenali keduanya.Selama konser berlangsung, Lily hanya menyaksikan dan tidak seheboh fans yang datang ke acara itu. Sesekali Lily meringis karena suara teriakan keras ketika boyband ternama itu menyanyikan lagu dan saat menyapa para fans yang datang.“Apa tenggorokan mereka tidak sakit berteriak sekencang itu?” bisik Arsen. Dia membuang muka kesal setelah bicara.Lily melirik Arsen, lalu membalas, “Lebih baik jangan bersuara nanti kamu bisa ditendang keluar stadion karena memprotes mereka.”Arsen tersenyum hambar di balik maskernya. Dia memilih melipat kedua tangan di depan dada, lalu kembali menyaksikan acara konser itu.Saat suasana semakin riuh, orang yang berada di sebelah Lily tak sengaja menyenggol lengan gadis itu sampai terhuyung. Beruntung Arsen langsung merengkuh kedua lengan Lily.P
Pagi itu, Sonia masuk ke ruang kerjanya dengan ponsel yang menempel di telinga. Dia mengabaikan staff yang menyapa karena sedang menghubungi Bryan.“Aku merasa aneh dengan hal ini, Beb.”Sonia baru saja mendapat kabar yang dia terima dari rapat direktur. Dia mengeluhkan keputusan mendadak dari Arsen tentang penggantian acara pelatihan.Arsen membatalkan pelatihan di hotel yang bahkan sudah dilunasi pembayarannya oleh perusahaan dan memindahkan acara itu ke Jogja.“Mungkin dia ada pertimbangan lain,” balas Bryan dari seberang panggilan.Sonia mendudukkan tubuhnya di kursi. Dia menghela napas kasar. Tatapannya tajam ke arah Lily meskipun pandangannya terhalang tembok kaca ruangannya.“Bukan begitu, saat tim mengajukan lokasi di Jogja dia menolak proposal itu mentah-mentah, sekarang sudah hampir mendekati hari acara lokasi dipindahkan atas perintahnya begitu saja. Bukankah ini sangat aneh?” Sonia mengeluh masih dengan memandang benci Lily yang sibuk bekerja.“Mana mungkin dia mengambil k
Untuk beberapa waktu, Arsen dan Lily saling menatap dalam diam.Napas Lily tertahan di tenggorokkan ketika melihat wajah suaminya yang benar-benar tenang tanpa ekspresi. Apa suaminya itu marah karena tindakannya barusan?“Hm.” Arsen hanya menjawab dengan gumaman setelah itu beralih dari hadapan Lily dan pergi menuju kamar mandi.Tubuh Lily berputar mengikuti kepergian Arsen. Napas yang sejak tadi dia tahan, akhirnya Lily keluarkan perlahan.Malam harinya, Lily berbaring memunggungi Arsen. Perasaan canggung itu tetap ada di dalam hatinya mengingat tindakannya yang memeluk pria itu tanpa sadar. Lily berusaha memejamkan mata, tetapi meskipun sudah mencoba beberapa kali dia tetap tidak bisa jatuh ke alam mimpi.Kenapa dirinya merasa gelisah seperti ini?Lily menghembuskan napas kasar. Dia tidak merasakan gerakan sama sekali dari belakang punggungnya.Bingung harus melakukan apa, akhirnya Lily meraih ponselnya yang ada di nakas, lalu mencoba mengirim pesan pada Natasha yang sudah lama tida
“Apa yang terjadi?!”Lily terbangun dengan kesadaran penuh ketika menyadari dirinya berada di sebuah kamar hotel. Napasnya memburu cepat saat perlahan membuka selimut yang melilit tubuhnya untuk memastikan sesuatu.Jantungnya seolah mendadak berhenti ketika sesuatu yang dia pastikan itu ternyata benar terjadi.“Tidak mungkin!”Lily menunduk memegangi sisi kepalanya mengumpulkan memori. Aroma parfum pria dan sentuhan menggairahkan itu awalnya dia pikir hanya halusinasi. Namun, matanya membola ketika melihat bajunya yang berceceran di lantai juga ujung ranjang. Dia menyisir seisi kamar dan syok melihat sepasang sepatu pria di dekat meja kopi.Kini, memori semalam berkelebat di kepalanya dan benar-benar menyesali tindakannya tadi malam.Semalam, Lily memergoki Bryan, calon suaminya yang ia cintai, sedang menyentuh wanita lain di apartemen miliknya. Dan lebih parahnya lagi, wanita yang menjadi selingkuhan Bryan adalah Sonia!Di antara banyaknya wanita, mengapa Bryan harus berselingkuh den
Setelah kejadian malam itu Lily memilih mengabaikan semua panggilan dan pesan yang Bryan kirimkan. Lily mengurung diri di kamar, menjadikan sakit sebagai alasan baginya untuk tidak pergi bekerja.Hingga dua hari kemudian, Lily mau tak mau harus bertemu dengan Bryan. Orang tua pria itu mengundang keluarganya ke pesta ulang tahun pernikahan.“Apa perlu kita pergi ke dokter?”Lily menoleh pada Risha, berharap wanita itu tidak sadar kalau sebenarnya dia malas menghadiri pesta orang tua Bryan.“Aku baik-baik saja, Bunda tidak perlu cemas,” jawab Lily sambil mengalihkan pandangan ke kaca spion tengah mobil untuk menatap Adhitama, papanya.Lily merasa ada yang salah. Mungkinkah papanya tahu apa yang sudah dia perbuat, sehingga mengabaikannya dua hari ini?Lily menghela napas lantas membuang muka ke arah jendela mobil. Dia tak lagi banyak bicara di sisa perjalanan menuju kediaman orang tua Bryan.Setibanya di sana, Lily mendapati Bryan sudah menanti mereka. Lily menatap malas Bryan yang tampa
Lily mengepalkan telapak tangan di samping tubuh. Menahan amarah yang terasa ingin meledak, tetapi dia sadar dan menghormati kedua orang tuanya.“Jangan bertindak atau membuat keputusan gegabah. Bagaimana bisa kamu membatalkan pertunanganmu dan Bryan secara tiba-tiba? Apa kamu pikir papa akan percaya begitu saja dengan alasanmu?”Lily menatap tak percaya pada Adhitama yang sedang memarahinya di ruang keluarga.Apa yang papanya katakan? Tidak percaya padanya? Kenapa? Lily tahu kalau sang papa sangat menyayanginya, tetapi kenapa kali ini papanya tidak mau mendengarkannya?Bola mata Lily berkaca-kaca, tetapi dia berusaha menahan diri untuk tak menangis atau meluapkan emosinya ke sang papa.Andai sang papa tahu, bagaimana perasaannya saat ini, mungkinkah sang papa tetap tak percaya padanya?“Jika Papa tidak percaya padaku, oke tidak masalah. Tapi, aku akan tetap pada keputusanku. Lebih baik aku melajang sampai mati daripada menikah dengan pria yang tidak baik seperti Bryan!” Lily bicara d
Lily memilih pergi ke rumah pamannya. Tentu saja untuk saat ini, hanya sang paman yang mungkin bisa sedikit memahami kondisinya.“Duduklah, kamu mau minum teh atau kopi?” tanya Haris sambil mengajak Lily duduk.Lily memasang wajah cemberut. Dia ingin mengadu atas semua yang terjadi pada dirinya ke pamannya itu. Dia bahkan menunggu sampai sore sampai Haris pulang.“Ada apa? Kenapa mukamu masam seperti itu?” tanya Haris keheranan.“Aku sedang bertengkar dengan Papa,” jawab Lily lalu memeluk bantal sofa.Haris terkejut, tapi dia tampak tenang.“Tidak biasanya. Ada masalah apa sampai kalian bertengkar?” tanya Haris.Lily menceritakan soal pertengkarannya dengan Adhitama, juga pemicunya. Namun, Lily tentunya tidak menceritakan semuanya apalagi malam panas itu, kecuali jika dia ingin mati cepat.Haris bergumam pelan. Dia mengangguk-angguk memahami apa yang Lily ceritakan.“Ya, mungkin papamu hanya cemas. Kamu yang lebih muda, seharusnya bisa sedikit mengalah dan mintalah maaf ke papamu,” uj
Lily masih berdiri dengan satu tangan yang urung memutar gagang pintu. Kesepakatan apa maksud pria ini?“Pernikahan,” kata Arsen lagi seolah bisa membaca pikiran Lily.Mata Lily membola. Lily langsung membalikkan tubuhnya kembali menghadap Arsen. “Pernikahan.” Lily menunjuk dirinya dan Arsen bergantian. “Kamu dan aku?”Arsen menyandarkan tubuhnya pada puncak sofa di ruangannya sambil bersedekap. “Jika kamu keberatan, kita bisa menikah kontrak selama tiga tahun, setelah itu kamu bisa bercerai dariku.”“Pernikahan kontrak? Kenapa kamu tiba-tiba menawarkan pernikahan?” tanya Lily. Dahinya sampai berkerut halus, bingung.Lily melihat Arsen yang tak langsung menjawab, maka itu dia kembali berkata, “Apa kamu pikir aku akan menerimanya? Asal kamu tahu saja, setelah memutuskan pertunangan dengan Bryan, aku tidak ingin menikah seumur hidupku! Tapi, sekarang kamu menawarkan pernikahan, secara kontrak pula? Itu sangat konyol!”Pandangan Arsen datar. Setelah mendengar semua ucapan Lily, Arsen mem
Untuk beberapa waktu, Arsen dan Lily saling menatap dalam diam.Napas Lily tertahan di tenggorokkan ketika melihat wajah suaminya yang benar-benar tenang tanpa ekspresi. Apa suaminya itu marah karena tindakannya barusan?“Hm.” Arsen hanya menjawab dengan gumaman setelah itu beralih dari hadapan Lily dan pergi menuju kamar mandi.Tubuh Lily berputar mengikuti kepergian Arsen. Napas yang sejak tadi dia tahan, akhirnya Lily keluarkan perlahan.Malam harinya, Lily berbaring memunggungi Arsen. Perasaan canggung itu tetap ada di dalam hatinya mengingat tindakannya yang memeluk pria itu tanpa sadar. Lily berusaha memejamkan mata, tetapi meskipun sudah mencoba beberapa kali dia tetap tidak bisa jatuh ke alam mimpi.Kenapa dirinya merasa gelisah seperti ini?Lily menghembuskan napas kasar. Dia tidak merasakan gerakan sama sekali dari belakang punggungnya.Bingung harus melakukan apa, akhirnya Lily meraih ponselnya yang ada di nakas, lalu mencoba mengirim pesan pada Natasha yang sudah lama tida
Pagi itu, Sonia masuk ke ruang kerjanya dengan ponsel yang menempel di telinga. Dia mengabaikan staff yang menyapa karena sedang menghubungi Bryan.“Aku merasa aneh dengan hal ini, Beb.”Sonia baru saja mendapat kabar yang dia terima dari rapat direktur. Dia mengeluhkan keputusan mendadak dari Arsen tentang penggantian acara pelatihan.Arsen membatalkan pelatihan di hotel yang bahkan sudah dilunasi pembayarannya oleh perusahaan dan memindahkan acara itu ke Jogja.“Mungkin dia ada pertimbangan lain,” balas Bryan dari seberang panggilan.Sonia mendudukkan tubuhnya di kursi. Dia menghela napas kasar. Tatapannya tajam ke arah Lily meskipun pandangannya terhalang tembok kaca ruangannya.“Bukan begitu, saat tim mengajukan lokasi di Jogja dia menolak proposal itu mentah-mentah, sekarang sudah hampir mendekati hari acara lokasi dipindahkan atas perintahnya begitu saja. Bukankah ini sangat aneh?” Sonia mengeluh masih dengan memandang benci Lily yang sibuk bekerja.“Mana mungkin dia mengambil k
Arsen dan Lily benar-benar pergi menonton konser bersama. Keduanya mendapat kursi di Cat 2 yang ada di bagian sisi depan panggung utama. Mereka menggunakan masker dan topi agar tidak ada yang mengenali keduanya.Selama konser berlangsung, Lily hanya menyaksikan dan tidak seheboh fans yang datang ke acara itu. Sesekali Lily meringis karena suara teriakan keras ketika boyband ternama itu menyanyikan lagu dan saat menyapa para fans yang datang.“Apa tenggorokan mereka tidak sakit berteriak sekencang itu?” bisik Arsen. Dia membuang muka kesal setelah bicara.Lily melirik Arsen, lalu membalas, “Lebih baik jangan bersuara nanti kamu bisa ditendang keluar stadion karena memprotes mereka.”Arsen tersenyum hambar di balik maskernya. Dia memilih melipat kedua tangan di depan dada, lalu kembali menyaksikan acara konser itu.Saat suasana semakin riuh, orang yang berada di sebelah Lily tak sengaja menyenggol lengan gadis itu sampai terhuyung. Beruntung Arsen langsung merengkuh kedua lengan Lily.P
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Arsen belum juga pulang. Lily mendesah kecil, tetapi ia kembali membolak-balikan majalah fashion yang ada di tangannya.Pandangannya tertuju pada majalah di tangannya, namun pikirannya memikirkan hal lain. Pikirannya yang terus berkelana membuatnya tidak sadar jika pintu kamarnya terbuka dan Arsen telah pulang.Lily berjengit kaget ketika sesuatu menghalangi pandangannya dari majalah fashion di hadapannya.Lily mengerutkan alis saat melihat kertas bertuliskan tiket konser. Dia menoleh dan terkejut mendapati Arsen yang menyodorkan tiket itu padanya.“Apa ini?” tanya Lily keheranan.“Untukmu.” Arsen masih berdiri seraya menggerakkan tiket itu agar Lily cepat mengambilnya.Lily terkesiap. Dia hanya iseng demi menutupi kebodohannya soal status yang dibuatnya, tetapi kenapa Arsen malah mendapatkan tiket konser untuknya?Tetapi, tunggu sebentar … bukankah Arsen juga tidak bisa melihat statusnya karena Lily memblokir nomor pria itu agar tidak
Lily menggigit bibir bawahnya. Dia baru menyadari kalau sudah salah karena membuat status yang baru saja diunggahnya.“Bagaimana ini?” Lily bingung, apalagi Risha sudah melihat statusnya itu.Lily meletakkan ponselnya mencoba mengabaikan. Dia memilih kembali fokus bekerja, meski masih memikirkan soal status yang dibuatnya itu.Dia merasa bodoh, kenapa harus seimpulsif itu membuat status tidak penting yang malah akan membuatnya malu sendiri?Lily berusaha tenang menarik napas dan membuangnya lewat mulut. Saat Lily mencoba fokus bekerja lagi, dia tak sengaja mendengar Dini mengeluh.“Ah, bagaimana ini. Selalu saja kalah war tiket. Kalau begini caranya, kapan aku bisa nonton konser mereka?”Lily menajamkan pendengaran. Dia mendadak mendapat ide untuk menutupi kebodohannya membuat status yang sebelumnya.Lily membuka sebuah situs web, lalu mencari informasi boyband yang Dini maksud. Matanya berbinar saat mendapat apa yang diinginkan, dia lalu mengambil screenshot informasi konser boyband
Informasi yang diberikan Thomas selalu akurat. Divisi pemasaran kedatangan staff baru laki-laki bernama Arjuna yang kini sedang menyapa para staff di sana.Staff baru yang memiliki nama sapaan Juna itu memang tampan, sehingga tak hanya staff divisi pemasaran yang terpesona, staff lain yang berpapasan dengannya di lift tadi juga tak bisa memalingkan muka.Namun, setampan apa pun staff baru itu tidak mencuri perhatian Lily. Dia bersikap biasa saat Dini menginjak kakinya sambil tertawa-tawa menatap Juna saat pria itu memperkenalkan diri.“Mohon bantuannya agar saya bisa bekerja dengan baik di sini,” ucap Juna pada seluruh staff, sebelum kemudian tatapannya jatuh pada Lily yang tampak tenang, tak seheboh staff lain.“Baiklah, kalau ada apa-apa kamu bisa meminta bantuan staff lain,” ucap Sonia. Wajah selingkuhan Bryan itu masam dan tertuju pada Lily.Juna mengangguk sopan. Dia juga membalas senyum para staff wanita yang sejak tadi menatapnya kagum. Juna berjalan ke meja kerja miliknya, tep
Adhitama menatap tak senang karena ucapan Arsen. Pria itu sepertinya ingin melawannya. Bagaimana pun, Adhitama akan tetap waspada dan tak menerima Arsen begitu saja, firasatnya mengatakan kalau ada sesuatu yang membuatnya tak bisa mempercayai Arsen. “Bagaimana pun, ini penting bagi kami. Jika Anda menginginkan cucu dari kami, bukankah memang sebaiknya status pernikahan kami tidak disembunyikan?” Adhitama terlihat tenang meski rasa kesal bercokol di dada. Dia menatap Lily yang diam dan tetap menatap Arsen, lalu akhirnya Adhitama kembali menatap menantunya itu. “Itu akan menjadi urusanku. Keputusanku tetap sama.” Setelah mengatakan itu, Adhitama memilih berdiri dari kursi meninggalkan semua orang. Risha menjadi bingung, harapan berkumpul bersama dengan suasana hangat, jadi berantakan karena pembahasan yang sebenarnya bisa dicarikan solusi. Risha ikut berdiri lalu mengejar Adhitama. Rencananya mengundang Arsen dan Lily makan siang bersama tak lain untuk membuat Adhitama dan Ars
Hari berikutnya.Lily sudah bersiap-siap untuk pergi bersama Arsen. Dia sedang memakai sepatu ketika melihat Arsen keluar dari kamar ganti dan sudah berpakaian rapi.“Sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Lily karena Arsen belum memberitahu tujuan mereka.“Kamu akan lihat nanti,” jawab Arsen seraya mengancingkan manik ujung kemeja polos yang dipakainya.Kerutan samar terlihat di dahi Lily. Semoga Arsen tak membawanya ke tempat aneh-aneh.“Ayo!” ajak Arsen saat melihat Lily sudah selesai memakai sepatu.Lily mengangguk. Dia segera berdiri seraya meraih tasnya, lalu berjalan keluar kamar bersama Arsen.Arsen dan Lily menuju mobil yang sudah disiapkan di depan teras. Lily keheranan saat melihat Arsen berjalan ke arah pintu kemudi.“Kenapa? Cepat masuk.” Di antara pintu mobil yang terbuka, Arsen berdiri dan menatap Lily.“Kamu mau menyetir sendiri?” tanya Lily merasa aneh. Belakangan ini Arsen selalu pergi dengan sopir, tetapi sekarang pria itu yang mengendarai mobilnya sendiri.“Ada masala
Lily tiba-tiba merasa gerah, terlihat jelas raut wajahnya menunjukkan rasa malu.Lily langsung berdiri. Pembicaraan ini terlalu intim, jika Lily masih terus ada di sana, Lily tidak tahu apa yang akan dilakukan Arsen padanya!Kening Arsen terangkat melihat Lily berdiri. “Kamu mau ke mana? Tugasmu belum selesai." Arsen bicara dengan nada tegas seraya menatap pada Lily.“Kembali ke kamar!”Setelah mengatakan itu, Lily meninggalkan Arsen begitu saja di ruang kerja.Melihat kepergian Lily yang malu-malu seperti itu membuat pria itu tersenyum, menggoda Lily ternyata menyenangkan. Jadi, ini belum seberapa, masih banyak hal yang bisa Arsen lakukan dan membuat Lily meminta Arsen berhenti untuk menggodanya.Baru Lily menutup pintu ruang kerja Arsen dan melangkah beberapa langkah, tiba-tiba dari arah belakang Lily mendengar pintu ruangan Arsen kembali dibuka.Suara pintu yang langsung terbuka tanpa diketuk, jadi membuat Lily penasaran. Dengan langkah pelan, Lily kembali mendekati ruang kerja Ars