Melepaskan seseorang yang paling disukai bukanlah sebuah hal mudah. Di sisi lain, Grace yang tidak bisa menghubungi Harry sama sekali juga akhirnya telah menyerah. Dia terpaksa meminta bantuan dari Hannah.Begitu mengetahui bahwa Dennis menyatakan perasaannya kepada Grace, Hannah langsung meminta cuti dan bergegas mengunjungi Grace. Mereka janjian di sebuah bar untuk bertemu. Grace yang biasanya tidak minum alkohol sama sekali, malah menghabiskan dua botol bir. Sebelum Hannah tiba, dia telah minum sendirian hingga cukup mabuk. Saat Hannah tiba dan melihat kondisi Grace, dia merasa sangat sedih."Apa yang terjadi?" tanya Hannah.Grace menceritakan seluruh kejadiannya kepada Hannah."Gadis bodoh, apa kamu sendiri juga nggak tahu siapa yang kamu sukai?" tanya Hannah dengan cemas."Aku nggak pernah pacaran sekali pun sejak kecil. Tunangan ini juga bukan pilihanku sendiri, mana aku tahu?" ujar Grace dengan raut sedih."Kalau begitu, kutanyakan padamu. Siapa yang lebih tampan, Dennis atau Ha
"Aku suka Harry ...." Awalnya Grace masih agak ragu-ragu, tapi kemudian dia mulai yakin. "Ya, aku suka sama Harry! Aku suka padanya! Aku hanya melindungi orang yang kupedulikan, jadi aku nggak suka mendengar orang lain menjelek-jelekkannya. Aku juga merasa dia kesepian, makanya aku ingin menemaninya. Meskipun dia jelek, kelak juga nggak akan terlalu kaya, lalu memangnya kenapa? Aku suka dengan kehidupan yang tenang, nggak suka dengan kekayaan yang melimpah. Aku cuma ingin sehat selalu!"Grace akhirnya telah memahami isi hatinya dan seketika merasa lega. Dia menarik tangan Hannah dan berkata, "Aku sudah mengerti sekarang. Aku mau beri tahu Harry. Aku mau jelaskan langsung padanya. Aku mau beri tahu dia perasaanku ...."Lantaran terlalu bersemangat, Grace jadi terbata-bata. Hannah juga sebenarnya tidak tahu, apakah keputusannya untuk menyadarkan Grace ini adalah sebuah keputusan yang baik. Bagaimanapun, Harry sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Dennis. Namun, mau bagaimana lagi ji
Grace sudah jarang sekali merasa terlindungi sedemikian rupa, dia bisa merasakan kelembutan Harry dengan jelas. Oleh karena itulah, Grace juga ingin berkorban demi Harry."Haeh, aku benar-benar nggak mengerti pikiran anak zaman sekarang. Kamu sudah tahu kamu suka pada Harry, lalu apa kamu sudah yakin dia juga suka padamu?" tanya Hannah tiba-tiba. Senyuman di wajah Grace langsung menjadi kaku.Grace lupa mempertimbangkan pertanyaan ini. Sepertinya Harry tidak pernah mengungkapkan perasaannya. Grace menggelengkan kepalanya. Hannah yang terkejut melihat reaksinya, langsung menginjak pedal gas dan menghentikan mobilnya."Astaga, kalian ini benar-benar tunangan nggak sih? Sejak tunangan sampai sekarang sepertinya sudah ada dua bulan, 'kan? Aku bisa maklum kalau kamu baru ngerti sekarang, tapi ternyata kamu malah nggak tahu apakah Hary benar-benar suka padamu atau nggak?""Mungkin ... suka?""Aku benar-benar bisa mati kesal karena kamu!" Hannah hampir memuntahkan darah saking kesalnya. Kenap
Hati Grace langsung tersentak mendengar ucapan Rudi. Ternyata Harry memang marah padanya sampai memutuskan untuk ke luar negeri."Kalau begitu ... bagaimana bisa menghubunginya? Waktu kutelepon, ponselnya nggak aktif.""Sekarang Tuan seharusnya sedang berada di pesawat. Kalau sudah sampai, Juan akan meneleponku. Mungkin butuh waktu penerbangan sekitar lima jam. Nona Grace nggak usah tunggu lagi, tidur saja dulu. Kalau ada butuh apa-apa, silakan beri tahu aku.""Terima kasih, Pak Rudi." Grace juga tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Tadinya dia merasa sangat bersemangat, tapi sekarang malah harus kecewa berat. Grace berjalan ke kamarnya sambil menunduk dengan putus asa.Setelah itu, dia memberitahukan Hannah bahwa Harry telah pergi ke luar negeri. Tiba-tiba, dia merasa rumah ini sangat hampa dan hening. Sebenarnya, dulu juga rumah ini tidak terlalu ramai. Hanya ada Juan yang sesekali datang. Seisi rumah itu hanya ada empat orang. Namun, Grace merasa tempat ini adalah rumahnya dan
"Justru karena aku takut akan bertengkar dengannya, makanya aku nggak berani merespons. Temperamenku nggak bagus, tapi aku nggak bisa kejam sama dia. Bahkan untuk bicara saja aku merasa diriku kejam. Menurutmu, apa gadis berusia 18 tahun bisa suka padaku yang seperti ini?"Bukan hanya sekali Harry meragukan dirinya sendiri, tetapi tidak ada yang bisa memberinya jawaban pasti. Jika ada yang mengatakan bahwa Grace pasti akan memilihnya dan melepaskan Dennis, Harry pasti akan memesan tiket dan pulang sekarang juga.Akan tetapi ....Bahkan Harry saja meragukan dirinya sendiri. Pria yang selalu penuh perhitungan dan bisa mengendalikan diri, tiba-tiba menjadi cemas dan kehilangan kepercayaan diri. Ini adalah hal yang sangat menakutkan."Bisa nggak kamu lepas topengmu dulu? Baru aku bisa beri tahu kamu, apakah gadis berusia 18 tahun akan menyukaimu atau nggak," tanya Ellie sambil tersenyum tipis."Sudahlah, aku sudah tahu jawabannya." Harry menggelengkan kepalanya. Salah satu tangannya menopa
"Nggak ada hubungan apa pun!" jawab Grace."Kamu masih berani bilang nggak ada hubungan apa pun? Ada yang melihat kalian berpelukan di samping Danau Lunar dan bahkan berciuman!"Dua orang teman asramanya memperagakan adegan saat itu. Saat bibir mereka hampir bersentuhan, sekujur tubuh Grace langsung merinding."Hush! Semua itu cuma salah paham! Aku dan Kak Dennis nggak ada apa pun. Ada orang lain yang kusukai, Kak Dennis tetap milik kalian!" Kali ini, Grace mengatakannya dengan lantang."Ada orang lain yang kamu sukai? Ganteng nggak? Kaya nggak? Apa dia lebih baik dari Kak Dennis?" tanya temannya."Rahasia!" Grace buru-buru mengambil buku pelajarannya dan melarikan diri.Kepala Grace terasa sangat pusing setelah menyimak mata kuliah ekonomi sepanjang pagi ini. Dia benar-benar curiga bahwa kebotakan profesornya itu diakibatkan karena terlalu banyak menghitung soal. Setelah mata kuliah itu selesai, profesornya bahkan memberikan tugas yang bejibun! Grace benar-benar merasa kesulitan.Hann
"Nona Grace benar-benar pintar! Mahasiswa baru sepertinya bahkan bisa menyelesaikan soal serumit ini! Memang guru yang handal akan menghasilkan murid berkualitas!"Juan bukan hanya memuji Grace, tetapi juga memuji Harry secara tidak langsung. Ekspresi Harry baru terlihat agak reda setelah mendengarnya. Kemudian, dia mengetikkan beberapa kata di ponselnya.[ Kerja bagus, bahkan Juan saja memujimu. ][ Tentu saja, aku ini hebat juga tahu? ]Dari balasan Grace, sepertinya dia sangat bangga saat ini. Harry hanya tersenyum hangat melihat reaksinya. Sementara itu, Juan hanya menggelengkan kepala melihat sikap kedua orang ini. Sebagai pria jomlo, sepertinya dia sudah tidak bisa memahami dunia percintaan ini lagi.Ekspresi Harry benar-benar sangat mengerikan saat melihat Grace dan Dennis berpelukan sebelumnya. Padahal waktu mereka berangkat, Harry terlihat sangat tak acuh. Dia bahkan tidak mau menerima panggilan ataupun membalas pesan Grace. Baru beberapa jam berlalu, semua itu sudah hancur da
Melihat kepergian Grace, hati Dennis terasa sangat berat. Apakah Grace benar-benar punya pacar? Siapa orang itu sebenarnya? Apakah orang itu lebih baik darinya?Dengan tatapan yang murung, Dennis bangkit dan berencana untuk pergi. Dia melihat sekelilingnya, sontak suasana menjadi hening kembali. "Aku nggak mau dengar ada gosip apa pun. Kalau ada yang sengaja mau menjelek-jelekkan, jangan salahkan aku nggak sungkan-sungkan sama kalian."Meski terdengar santai dan wajahnya tidak tampak galak sama sekali, tidak ada seorang pun yang berani meremehkan ancaman Dennis.Saat Grace berjalan keluar, kebetulan badai telah mulai turun. Sebelum dia sempat mengeluarkan payung, kepalanya telah terhalang oleh sesuatu. Grace berbalik dan melihat Dennis berdiri di belakangnya.Grace langsung mundur secara refleks untuk menjaga jarak. Namun, dia lupa bahwa dirinya sedang berdiri di tepi tangga. Saat mundur, dia kehilangan keseimbangan dan terjatuh dengan canggung. Untungnya, Dennis berhasil menangkapnya
Satria mengepalkan tinjunya dan menggerakkan lehernya hingga terdengar suara tulang yang berderak. Suara itu terdengar sangat menakutkan, sehingga membuat atmosfer menjadi tegang.Meskipun gemetaran, Joshua tetap mencoba berdiri di depan Hannah untuk melindunginya. Namun, Hannah mendorong Joshua ke samping dengan tegas."Jangan halangi aku! Mereka sudah mukul kamu sampai begini, hari ini aku akan balas dendam dan buat mereka babak belur! Mereka pikir, dengan badan berlemak gitu bisa menakutiku?" seru Hannah dengan penuh semangat.Hannah yang memang pernah belajar seni bela diri dan teknik penguncian sendi, langsung bersiap menghadapi Satria. Dulunya, dia memohon kepada seorang veteran militer selama berminggu-minggu untuk belajar teknik bela diri sebagai perlindungan diri. Sebagai wanita, dia tahu kekuatan fisik dan ukuran tubuhnya tidak akan sebanding dengan pria, jadi dia mengandalkan kecepatan dan strategi.Dengan lincah, Hannah menghindari pukulan Satria yang berbahaya dan menyeran
Apakah dia datang untuk membalas dendam? Bagaimanapun, tiga pria itu memang mencoba melecehkannya. Hannah mendorong pintu masuk dan resepsionis di depan menyambut dengan senyuman. "Selamat siang, Anda berdua mau belajar Taekwondo?""Nggak, aku mau cari orang. Ronan, Satria, dan Irwan, mereka ada di sini?" tanya Hannah dengan tenang."Oh, ada. Mereka pelatih di sini. Sekarang sepertinya mereka lagi melatih orang di dalam. Anda bisa mencarinya di ruang 2," jawab resepsionis dengan ramah."Baik, terima kasih," ujar Hannah sambil tersenyum. Dia lalu masuk bersama Joshua menuju ruang 2. Ketiga pria itu adalah satu kelompok pelatih yang bertugas mengajar satu kelas, sehingga mereka selalu terlihat bersama.Saat ini waktu istirahat dan mereka sedang duduk santai sambil mengobrol. Tentu saja, topik pembicaraan mereka adalah kejadian tadi malam.Mereka semua tampak menyesal. "Seandainya saja tadi malam kita nggak ribut sama anak itu, pasti sudah selesai urusan. Sayang sekali, tinggal selangkah
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis
Sekujur tubuh Joshua terasa sakit. Dia pergi ke kamar mandi untuk becermin. Kondisinya sangat menyedihkan.Kemeja putih Joshua ternodai darah. Wajahnya dipenuhi lebam dan sudut bibirnya berdarah. Joshua melepaskan kemejanya. Di tubuhnya juga terdapat banyak memar.Joshua menghela napas, lalu mulai mandi. Dia hanya mengalami luka ringan sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. Namun, dia tetap kesakitan.Saat Joshua mandi, tiba-tiba terdengar suara pintu kaca terbuka. Joshua kaget. Dia melihat Hannah berbaring di lantai.Joshua segera berbalik, lalu mengambil jubah mandi dan memakainya. Dia berujar, "Kenapa ... kamu masuk? Kamu harus tahu batasan ...."Wajah Joshua merah padam. Hannah berkata, "Aku mau minum air ... perutku mual. Aku mau ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Hannah muntah. Lantai menjadi kotor. Hannah baru merasa nyaman setelah muntah.Joshua segera menarik Hannah ke kamar tidur, lalu mulai membersihkan lantai. Sesudah selesai, Joshua memandangi Hannah dengan ekspres
Harry segera memapah Joshua. Dia melihat sekujur tubuh Joshua terluka dan sudut bibirnya berdarah. Harry berujar, "Aku antar kamu ke rumah sakit."Joshua menolak, "Nggak usah, cuma luka ringan. Aku nggak apa-apa, nanti aku obati pakai telur rebus. Aku mau sekalian antar Hannah pulang. Dia lagi mabuk, takutnya dia kenapa-kenapa."Joshua merasa tidak berdaya saat melihat Hannah yang tertidur pulas. Harry mengangguk. Dia juga harus mengurus Grace dan Kezia.Harry berpesan, "Kamu telepon Juan saja kalau butuh bantuan. Aku pulang dulu. Kezia tunggu aku di rumah, aku nggak tenang.""Oh, iya. Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Joshua.Harry menjawab, "Bukan cuma Hannah yang mabuk, Grace juga sama. Aku buru-buru datang ke sini dan kebetulan melihat Hannah. Aku nggak menyangka kamu juga di sini, bahkan kamu dihajar sampai babak belur."Joshua bertanya dengan ekspresi lesu, "Apa aku begitu memalukan?"Bahkan Joshua merasa dirinya sangat memalukan. Awalnya, Joshua masih merasa dia tidak terlalu b