Mendengar kata-kata Hannah, Robin mengira itu hanyalah gejala dari masalah psikologisnya yang muncul kembali. Dia mengusap lembut kepala Hannah dan berkata dengan tenang, "Bukannya kamu sudah mulai bisa menerima semuanya? Kenapa sekarang jadi begini lagi? Kamu takut aku akan melupakanmu kalau sama Lyla?""Ya, aku memang khawatir. Aku takut ... Lyla akan memisahkan kita.""Dasar bodoh, wajar saja kalau kakak beradik selalu bersama. Tapi bagaimanapun, aku harus menikah dan melahirkan anak suatu hari nanti. Kamu juga akan menikah. Kamu tetaplah adikku dan aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi.""Robin ... kalau aku menikah nanti, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Hannah dengan hati-hati.Robin terdiam sejenak, matanya tampak kelam bagaikan langit malam. Sebelumnya, dia tidak pernah memikirkan tentang kemungkinan Hannah akan menikah. Namun seiring berlalunya waktu, dia tidak bisa lagi menghindari kenyataan itu. Adik yang selalu dia jaga dan sayangi ini, pada akhirnya akan mene
Robin juga tidak menahan diri. Dia minum segelas demi segelas hingga akhirnya mabuk dan tertidur di sofa. Memandang wajah tampan Robin, air mata Hannah akhirnya tidak tertahankan lagi."Robin ...." Dia berteriak memanggil namanya, tetapi Robin tidak mendengarnya."Robin, dengarkan aku baik-baik, aku mencintaimu. Aku, Hannah, mencintaimu.""Cintaku padamu begitu dalam hingga aku kehilangan diriku sendiri. Aku mencintaimu sampai gila. Memang benar, aku sudah melakukan banyak hal bodoh. Aku minta maaf, maafkan aku .... Tapi, apa yang bisa kulakukan? Aku nggak bisa mengendalikan diriku sendiri!""Robin, kamu adalah dokter terbaik, bisa nggak kamu membantuku? Bisa nggak kamu beri tahu aku, gimana caranya mengeluarkanmu dari hatiku? Gimana caranya supaya aku berhenti mencintaimu? Tolong beri tahu aku ....""Kamu tahu nggak? Aku menderita sekali. Kamu masih bisa mencintai orang lain, tapi aku ... aku sudah nggak sanggup mencintai orang lain!"Dengan keberanian yang didapatkannya setelah mabuk
Malam ini memang ditakdirkan kacau ....Keesokan harinya, Lyla menelepon Robin, tetapi ponselnya dinonaktifkan. Sebagai seorang prajurit, Robin seharusnya selalu siaga 24 jam. Kenapa dia bisa melakukan kesalahan mendasar seperti ini? Apa jangan-jangan ... telah terjadi sesuatu?Lyla agak cemas, sehingga dia pergi ke Keluarga Lubis. Namun, Sofyan malah mengatakan bahwa Robin mengantarkan Hannah pulang dan tidak pulang semalaman. Sofyan tampak begitu tenang, seolah-olah tidak khawatir sama sekali terhadap Robin dan Hannah.Lyla merasa gelisah, apalagi setelah mengingat bagaimana perilaku Hannah yang tampak tidak stabil dan aneh kemarin. Dia segera pamit kepada Sofyan dan buru-buru mengendarai mobilnya menuju tempat tinggal Hannah."Hannah, Robin, buka pintunya!" teriak Lyla sambil menekan bel pintu dengan cemas. Namun, tak ada jawaban dari dalam.Firasat buruk langsung melanda hati Lyla. Dia mengetuk pintu semakin keras, kali ini dengan ketukan yang lebih kuat.Di dalam, Hannah terbangun
"Kamu mau bilang sama Robin, kalian berhubungan badan dan melanggar moral? Kamu boleh mencelakakan dirimu sendiri, tapi jangan celakakan dia! Kalau dia sampai tahu dia melakukan hal yang biadab, apa menurutmu hidupnya bisa tenang? Kamu mau mendesaknya sampai gila ya?""Aku ... nggak mau ...," jawab Hannah."Kalau nggak mau, tetaplah di sini!" tukas Lyla dengan dingin. Dia bahkan ingin membunuh orang sekarang! Namun karena mencintai Robin, dia terpaksa harus menanggung semua ini meski merasa sangat sakit hati.Jika Robin sampai mengetahui apa yang terjadi semalam, dia pasti akan merasa sangat bersalah. Bahkan, mungkin saja dia akan mengakui kesalahannya pada Sofyan dan bunuh diri di hadapannya.Sifat Robin terlalu kaku dan jujur. Dia tidak mungkin akan membiarkan dirinya melakukan kesalahan sebesar ini. Lyla tidak mungkin membiarkan Robin terjerumus masalah. Oleh karena itu, dia terpaksa harus menanganinya sekarang.Lyla keluar dari kamar dan melihat pria yang sedang berbaring di karpet
"Bukan begitu, aku pasti akan bertanggung jawab padamu." Robin meraih tangan Lyla sambil menatap noda merah di atas sofa. Dia tidak seharusnya merenggut kesucian Lyla. Dia benar-benar harus berhenti minum."Tapi, aku nggak ngerti. Kenapa kamu bisa di sini? Di mana Hannah?" tanya Robin."Sepertinya kamu benaran lupa semuanya. Semalam Hannah telepon aku. Katanya, kalian minum kebanyakan. Dia minta aku mengantarmu pulang. Waktu aku sampai, pintu nggak dikunci. Hannah sudah tidur. Kemudian ... kita ...." Lyla telah menyiapkan kebohongan. Meskipun Robin orang yang waspada, dia tidak akan menyadari apa pun."Sebenarnya aku ingin melawan, tapi tenagamu besar sekali. Aku sampai kesakitan. Makanya, aku menuruti keinginanmu saja. Lagian, kita sudah mau nikah. Apa salahnya kalau berhubungan intim duluan?" Lyla menunduk, bersikap seperti gadis yang tersipu.Lyla juga tidak menduga dirinya begitu jago berakting. Kemudian, dia segera memakai bajunya. Wajahnya memerah bukan karena malu, melainkan kar
Hanya saja, warna sebersih dan sesuci itu terlihat tidak cocok di tubuh Hannah."Kak, maaf. Aku juga nggak nyangka bakal terjadi hal seperti itu. Aku minum kebanyakan semalam, makanya ...," jelas Hannah."Di bawah ada apotek?" tanya Lyla"Ada." Suara Hannah terdengar lirih, seolah-olah dia adalah anak kecil yang membuat kesalahan.Tanpa berbasa-basi, Lyla langsung turun untuk membeli obat kontrasepsi. Kemudian, dia kembali ke apartemen. "Makan obat ini."Ketika melihat pil putih itu, Hannah memahami maksud Lyla. Dia langsung meminumnya tanpa ragu sedikit pun. Dia memang tidak boleh hamil.Lyla menghela napas lega melihat sikap lugas Hannah. Dia khawatir Hannah menolak dan membuat onar."Kamu suka Robin, 'kan?" tanya Lyla."Aku ...." Hannah tahu dirinya tidak bisa berbohong lagi. Dia menarik napas sambil mengepalkan tangannya dan menyahut, "Ya ... aku menyukai Robin.""Sejak kapan?" tanya Lyla lagi."Entahlah, aku nggak pernah menyadarinya dulu. Waktu SMA, kakakku membawa pacarnya pulan
Hannah tidak ingin pergi. Robin akhirnya pulang. Dia belum puas melihat Robin. Jika pergi begitu saja ...."A ... apa aku boleh tetap di sini? Apa nggak ada cara lain?" tanya Hannah."Cukup!" Lyla tidak tahan lagi. Dia murka hingga menyapu barang-barang di meja dengan tangannya.Gelas terjatuh dan hancur, menimbulkan suara nyaring yang menakutkan. Hannah ketakutan hingga mundur beberapa langkah. Sementara itu, Lyla sempoyongan sebelum terduduk di sofa. Tangannya berdarah karena tergores pecahan gelas, tetapi Lyla tidak merasakan sakit apa pun."Tanganmu ...." Hannah hendak membantu Lyla mengobati lukanya, tetapi Lyla menghentikannya."Jangan mendekat. Obsesimu terhadap Robin membuatku sangat takut. Kamu terlalu egois ...," ucap Lyla."Aku .... Kalau kamu jadi aku, apa kamu bisa pergi begitu saja? Aku mencintainya selama bertahun-tahun. Kami tumbuh besar bersama. Kamu ngerti perasaan seperti itu?" tanya Hannah."Ya, kamu menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya daripada aku. Sejak awa
"Kenapa bisa begini?""Aku nggak sengaja menjatuhkan gelas.""Kamu bukan orang yang ceroboh.""Mungkin aku kehilangan fokus gara-gara teringat kejadian semalam."Lyla terkekeh-kekeh. Pada akhirnya, hatinya diliputi kegetiran. Robin tertegun. Pengalaman pertama seharusnya sangat membekas bagi wanita, 'kan? Namun, Robin malah tidak ingat apa-apa. Hal ini membuatnya merasa bersalah pada Lyla."Kamu marah?""Nggak kok. Aku justru merasa senang. Robin, kamu mencintaiku nggak?"Lyla tidak pernah menanyakan hal seperti ini kepada Robin. Dia yakin Robin bisa merasakan cintanya. Lyla telah menyerahkan seluruh hatinya kepada Robin. Sekalipun Robin idiot, pria ini pasti bisa merasakannya.Lyla merasa mereka saling mencintai, jadi tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun, sekarang dia ingin bertanya untuk mendengar jawaban Robin."Kalau aku jawab jujur, apa kamu bakal menikamku dengan pisau bedah?""Nggak bakal. Jujur saja. Kalaupun kamu bilang nggak mencintaiku, aku bakal menerimanya."Tatapan Robin
Grace pergi dengan kecewa. Tiba-tiba, terdengar suara benturan dari belakang. Begitu Grace menoleh, terlihat pintu kedai terbuka. Ada penggorengan beserta tepung dan sejenisnya yang dilemparkan dari dalam.Seorang pria yang berusia 20-an tahun melemparkan barang-barang sambil berujar dengan kasar, "Kalau kamu nggak kasih aku uang, jangan harap bisa buka kedai ini lagi! Memangnya kamu kerja keras cari uang bukan untukku? Kenapa kalau aku ambil sedikit uangmu?""Dasar bajingan! Istrimu sudah mau melahirkan, butuh banyak biaya. Kamu malah berjudi di luar! Sekalipun kamu menghancurkan kedai ini, aku juga nggak akan kasih kamu sepeser pun!" balas pemilik kedai."Dasar tua bangka! Kamu nggak mau kasih aku uangnya?" tanya pria itu. Dia meraih kerah baju pemilik kedai, lalu melemparkannya keluar dengan kasar bersama peralatan dapur.Grace melihat wajah pemilik kedai memar dan bengkak, tampak seperti telah dianiaya. Tidak lama setelah pemilik kedai dilempar keluar, tidak disangka seorang wanita
Harry segera menggendong Grace ke ranjang. Ada luka memar yang besar di pantat Grace. Grace juga merasakan sakit yang luar biasa di tulang ekornya. Harry mencarikan salep untuk Grace, lalu mengoleskannya secara merata."Pelan-pelan ... sakit sekali ...," rintih Grace. Dia kesakitan sampai air matanya menetes."Gimana kalau aku panggilkan dokter untuk periksa?" tanya Harry."Jangan. Memalukan sekali!" pekik Grace."Sudahlah. Kalau panggil dokter kemari, nggak ada peralatan juga di sini. Besok aku antar kamu ke rumah sakit untuk melakukan rontgen. Kita lihat tulangmu retak atau nggak," timpal Harry."Harry, apa kita sial? Kita sudah gagal dua kali!" ujar Grace dengan kesal."Mungkin Tuhan mau hukum aku karena melanggar janji," balas Harry."Tapi ... aku yang dapat hukumannya. Bukan kamu yang jatuh!" keluh Grace. "Tuhan tahu kamu menggodaku, jadi wajar kamu yang dihukum. Terakhir kali aku yang terluka, kali ini kamu yang terluka. Kita sudah impas," timpal Harry."Mulai sekarang, aku past
Harry berkata, "Aku nggak tahu gimana hidup tanpamu. Jadi, janji padaku jangan pernah meninggalkanku. Kamu harus berada di tempat yang bisa aku jangkau dan lihat, oke?""Harry ...." Hati Grace tersentuh saat mendengar ucapan Harry. Hidungnya terasa perih. Dia hampir menangis."Kamu bisa jangan tiba-tiba katakan sesuatu yang sentimental nggak? Aku nggak bisa kendalikan perasaanku ...," keluh Grace."Aku tiba-tiba merasa gadis kecilku sudah dewasa dan makin hebat. Aku juga mau menjadi lebih baik agar pantas untukmu," balas Harry dengan lembut.Mendengar ini, Grace merasa sangat terharu. Di seluruh dunia, hanya Harry yang begitu memuji dirinya. Harry merasa Grace makin baik, bahkan merasa dirinya tidak pantas untuk Grace. Harry memberikan Grace kepercayaan diri seakan-akan terlahir kembali.Jika bukan karena Harry, tidak akan ada Grace yang sekarang. Tanpa Grace, tidak akan ada Harry yang sekarang. Jadi, mereka memang ditakdirkan bersama!Grace terbawa perasaan. Dia melepaskan pelukan Har
"Menurutmu, kenapa dia sangat menggemaskan? Dia sangat cantik saat marah, bersikap manja, dan percaya diri," tanya Harry."Um ...." Juan merasa frustrasi. Bisakah dia menolak menyaksikan kemesraan Harry dan Grace?....Setelah malam ini, Grace seperti orang yang berbeda. Dia tidak rakus dan menonton drama lagi. Hannah mengajaknya bermain gim saat malam, tetapi Grace menolaknya dengan tegas. Kesehariannya makin sibuk, entah mencoba resep baru di dapur atau mengerjakan tugas kuliahnya.Grace juga tidak meminta Harry membantunya memilih soal-soal latihan. Dia sudah tahu materi mana yang sesuai untuknya. Kali ini, dia benar-benar berencana untuk mengikuti ujian sertifikasi akuntansi, bukan sekadar bicara.Grace mulai belajar setiap pagi dan malam. Peningkatan nilainya memang sedikit, tetapi masih bisa terlihat ada kemajuan.Harry sangat tidak tega. Dia ingin Grace menjadi diri sendiri dengan bahagia tanpa harus melakukan segalanya dengan sempurna. Sayangnya, Grace malah menolak.Grace dudu
"Hah?" Grace menatap Harry dengan heran. "Harry, sejak kapan kamu pintar bicara omong kosong? Kamu bilang mencintaimu adalah sikap yang baik?"Harry berseru, "Kesatuan antara suami istri dan kerukunan keluarga nggak patut dijunjung tinggi?""Hah?" Grace tidak bisa berkata-kata."Jadi, mencintaiku bukan norma budaya dan nggak perlu dipertahankan?" tanya Harry.Grace terdiam. Dia menjadi jengkel karena tidak bisa membantah. Dia berkata, "Aku nggak bisa menang debat denganmu.""Aku berkata apa adanya, tentu saja kamu nggak bisa menang," ucap Harry sambil tersenyum. Dia menarik selembar tisu untuk mengelap mulut Grace.Grace sudah makan banyak di malam hari, tetapi sistem pencernaannya sangat bagus sehingga dia lapar lagi sekarang. Begitu Grace selesai makan, tak disangka bos membawakan seporsi pangsit goreng lagi. Bos tersenyum saat berkata, "Ini sisa hari ini, aku sudah mau tutup toko. Isinya sawi, enak banget. Coba kalian makan.""Bisnismu bisa bangkrut kalau jualan begini!" seru Grace
Grace membuka aplikasi itu karena penasaran. Periode menstruasi yang tercatat di aplikasi itu sangat familier. Bukankah ... itu periode menstruasinya? Selain banyak atau sedikit jumlah darah, yang lain tercatat lengkap. Ada juga catatan tentang pola makan dan tidur, suasana hati, dan intentitas olahraga.Grace ceroboh. Dia sering kali lupa dengan siklus mentruasinya. Namun, entah mengapa, selalu ada pembalut dalam tas Grace ketika akan datang bulan. Grace mengira itu sisa dari persediaan sebelumnya yang belum habis terpakai. Jika dipikirkan lagi sekarang, jangan-jangan Harry yang menyiapkannya?Grace bertanya, "Kamu ... kamu catat semua?""Sejak kamu tiba-tiba datang bulan saat pergi ke taman hiburan waktu itu, aku selalu catat. Aplikasi ini praktis banget. Aku akan suruh Grup J.C investasi lain kali," jawab Harry.Grace tidak bisa berkata-kata. Orang kaya memang berbeda. Investasi hanya masalah sepele baginya. Grace mengecek ponsel Harry sekilas dan mengembalikannya, tetapi tidak Har
Tak lama kemudian, mereka tiba di Kedai Pangsit Maman. Bisnisnya sangat ramai, bahkan masih ada antrean di larut malam. Orang yang mengantre di depan mengatakan toko itu akan buka sampai jam setengah satu subuh, barulah mulai ditutup.Grace takjub atas keramaian toko itu. Dia bertanya, "Harry, bisa nggak aku buka toko makanan juga nanti?""Kamu hanya bisa jadi staf. Ada ujian untuk bisa jadi bos," jawab Harry.Grace menyahut, "Oke. Aku pasti lulus."Sesaat kemudian, sudah giliran mereka. Bos memiliki kesan yang mendalam terhadap Harry. Hanya Harry yang memakai setelan jas rapi. Dilihat dari gerak-geriknya, Harry jelas bukan orang biasa. Harry memiliki aura yang mulia dan menonjol di antara yang lain, sulit untuk dilupakan."Kamu datang lagi?" sapa bos dengan sopan dan ramah. Dia adalah seorang pria paruh baya.Harry menjawab, "Ya, bawa pacarku ke sini. Dia suka sekali dengan pangsit goreng kalian.""Benar, benar. Pangsit gorengmu enak banget. Kulitnya tipis, dagingnya banyak. Luarnya g
"Sepertinya ... memang begitu," ucap Grace. Grace berusaha keras mengingat kembali, memang seperti itu. "Lalu ... kali ini gimana? Kalian berpelukan tadi!" kata Grace dengan jengkel."Aku tahu kamu sedang sembunyi. Aku tunggu kamu ambil tindakan. Mana tahu kamu membiarkanku tunggu begitu lama. Aku hampir pingsan karena parfumnya," ujar Harry dengan ekspresi polos sambil menggelengkan kepala.Grace bertanya, "Kamu tahu aku akan ambil tindakan?""Kalau nggak, awas kamu habis pulang," kata Harry dengan nada dingin. Berbeda dengan sikap yang lembut tadi, Harry mengernyit dan mata rampingnya menjadi lebih gelap. "Aku tahu kamu nggak peka. Kalau kamu masih nggak ambil tindakan di saat ini, kamu bukan peka, tapi nggak cinta aku. Menurutmu, kamu pantas mati nggak?" ucap Harry dengan suara dingin dan tegas yang mengguncang hati orang.Benar .... Bagaimana mungkin Grace tidak mengambil tindakan? Harry adalah pria yang dia putuskan untuk menghabiskan waktu bersama selama sisa hidup. Sekalipun
Grace meneguk segelas air lemon tanpa sungkan."Lemonnya segar, baru diperas oleh pelayan tadi. Bisa isi ulang terus," kata Harry dengan suara lembut. Grace-lah yang memberitahunya bahwa minuman gratis juga bisa terasa lezat. Dulu, Harry yang angkuh tidak pernah memperhatikan hal-hal kecil seperti itu. Sekarang, karena Grace, Harry merasa ada banyak hal yang dapat memicu rasa kebahagiaan.Usai minum, Grace menoleh pada Harry dengan marah. Setelah menuntaskan masalah dengan Sherline, sekarang giliran pria bajingan ini.Grace berucap, "Harry, aku kira aku sudah memahamimu dengan sangat baik setelah sekian lama kita bersama. Tapi, sekarang aku baru sadar aku terlalu naif."Grace melanjutkan, "Kalau kamu nggak suka aku atau ingin mencari wanita lain di luar, kamu bisa beri tahu aku. Nggak perlu pura-pura marah dan bilang akan menungguku dua tahun. Kamu nggak merasa kamu munafik? Sudah beri janji, tapi nggak ditepati. Mending nggak usah beri janji!"Grace meneruskan, "Malam ini, kita bicar