"Harus banget tinggal di komplek ini juga, Mas? Saudara kamu dari mana? Anaknya siapa? Kok bisa kuliah di sini? Emang nggak ada kampus di Solo? Pindahan juga, emang alasannya apa?" Zita memberondong pertanyaan ke suaminya yang hanya bengong. Tau kan, Zita anak detektif, maka insting keponya pun, cukup tinggi.
"Intan anaknya Bude Anik, sepupunya Ibu, dia pindah karena mau deket sama tunangannya, yang kebetulan, orang sini dan... yang punya mal tempat kita sering ngemal, Zit."
"Wih... holang kaya, kenapa nggak minta tinggal deket tunangannya aja? Kenapa harus di komplek sini? Mencurigakan..." kedua mata Zita memicing, Pandu menggelengkan kepala.
"Apa, cemburu? Kamu cemburuin sepupu aku?" tanya Pandu yang bersiap ke kantor untuk menyerahkan hasil medical check up dan melihat jadwal kebera
Siapa sih yang tidak kesal dengan sikap seseorang, mau itu saudara dekat, tetangga, teman biasa, atau sekedar kenal, jika berperilaku berlebihan. Seperti apa maksudnya? Seperti yang dialami Zita sekarang, sejak pagi Intan – yang sudah tinggal tiga hari di rumah yang ia sewa – mendadak sering merengek, dan meminta bantuan ke Pandu untuk hal sepele. Padahal, suami Zita itu sedang persiapan untuk berangkat ke laut lagi."Mas Pandu, masa air panas di kamar mandi rumah aku nggak nyala, aku nggak bisa mandi pakai air dingin? Dari semalam mati, aku ke sini belum mandi, nih." Intan mengadu, Pandu yang sedang sibuk membaca beberapa laporan tentang zona yang ia pegang, hanya bisa berdeham. Sementara Zita, ia bersingut sendiri sembari memanaskan makanan yang ia pesan ke Dety, ayam gulai."Mas Pandu! Ih... aku ngomong nggak digubris." I
"Ayo Ibu-ibu... SEMANGAT!" teriak instruktur senam."WOOOOOO!" sahut para ibu yang sudah berbaris rapi dengan penuh semangat."Siap! Satu... dua... tiga... Mulai!"🎶Balenggang patah-patah, nganape goyang pica-pica, nganape bodi... poco-poco...🎶"Siap-siap lagi!" teriak wanita yang berdiri di atas panggung kecil.🎶cuma ngana yang kita cinta, cuma ngana yang kita sayang, cuma ngana... yang bikin pusing🎶Kegiatan senam bersama di lapangan itu menjadi ajang Zita melepas kebosanan di rumah karena sudah ditinggal Pandu ke laut selama dua hari. Zita tak canggung, justru ia semangat dan berbarik di depan. Ikut teriak-t
Zita mau tak mau harus melakukan petermuan, ia kini sedang duduk dicoffee shopmal besar itu. Berhadapan dengan Brandon yang tampak menunggu Zita berbicara."Ok. Jadi, aku ajak ketemuan kamu, karena jujur, aku penasaran sama hubungan kalian berdua, kamu sama Intan maksudnya. Bukan tanpa alasan, karena ak--""Kedekatan Intan dan Bang Pandu maksud Kak Zita?" ucap Brandon yang memotong kalimat Zita. Istri Pandu itu mengangguk."Intan tunangan saya, kita pacaran udah mau empat tahun, dan nggak ada masalah apa pun. Bang Pandu memang sepupu Intan, Kak, kalau itu yang Kak Zita mau tau." Brandon menatap Zita yang menyimak."Yakin?" tanya Zita. Brandon mengangguk. "Udah pernah ketemu keluarga besar mereka," lanjut Zita.
"Zita... ta..., gimana?"Bisik Maya."Apanya yang gimana, Kak? Lagian Kak Maya nggak perlu bisik-bisik, kita lihatin dia kan dari dalam mobil ini," toleh Zita.Maya bengong, "oh iya lupa," lalu ia cengengesan.Keduanya sudah satu jam berada di parkiran kampus itu, membuntuti Intan yang berangkat ke kampus, selalu menggunakan taksionline,dan tak nampak pun Brandon.Tak ada pergerakan yang mencurigakan, ya jelas ya, kan Pandu tidak ada disekitar wanita itu, juga Brandon di jam kuliah itu."Zit ....""Apa, Kak?" Zita menyahut sembari menatap area sekitar kampus dari dalam mobil city car hitam itu.
"Kak Maya ..." ucap Zita dengan suara tegas dan dalam. "Tahan dulu, Zit, kita dengerin dulu," ucap Maya lirih. Sementara Zita, tangannya sudah gatal ingin menjambak Intan, napasnya juga sudah naik turun menahan kesal. "Intan, kamu kenapa begini..., aku kurang apa sama kamu, Ntan, kamu kenapa mau aku aja tunangan saat itu, keluarga aku minta kepastian dari kamu kapan kita nikah. Aku harus jawab apa lagi sama mereka, kasih alasan apa lagi, Intan..." rengek Brandon yang tampak begitu memohon. "Brandon. Kamu tau kan, alasan ku apa mau terima kamu untuk seriusin hubungan kita? Aku mau panas-panasin Mas Pandu, supaya dia lihat ke aku, tapi ternyata dia malah nikah sama Zita yang nggak jelas kenal di mana. Kamu tau itu kan, aku suka sama kamu, Brandon, tapi nggak cinta. Aku minta maaf untu
Kedua mata Zita menatap sayu, bukan karena napsu, namun karena ia mengantuk. Sedangkan Pandu, di seberang sana - layar laptop maksudnya - tak henti tersenyum sembari mengamati wajah cantik Zita yang begitu menggemaskan."Aku minta maaf, karena sama sekali nggak tau kalau Intan bukan sepupu kandungku,"gumam Pandu. Zita mengangguk."Aku juga minta maaf karena labrak dia tanpa bilang kamu, Mas, eh tapi... ngapain bilang ya, ini kan urusan wanita." Zita tersenyum dengan mata begitu berat untuk tetap terbuka."Zita ...."panggil Pandu lembut. Zita membuka matanya sedikit lebar. "Stay with me, like, forever?"Pandu meminta. Zita tersenyum dengan kepala manggut-manggut."Apa pun yang terjadi?
Ketiga wanita itu duduk bersama, dengan cukup berjarak. Ruang tamu rumah yang ditempati Intan, tidak ada sofa, jadi mereka lesehan duduk di karpet.Zita terus menatap tajam ke Intan yang mencoba untuk tersenyum, padahal jelas, bibir bawah wanita itu bergetar pelan. Efek salah tingkah dan tak enak hati."Bisa janji untuk nggak deketin atau coba buat rebut suami aku?" Pertanyaan ringan dengan jawaban susah - bagi Intan - dilontarkan Zita dengan tenang. Intan menghela napas, ia menyandarkan tubuh ke dinding.Kedua mata menyorot dengan tatapan sendu ke arah Zita."Mbak tahu kan, kalau rasa suka atau perasaan jatuh cinta itu akan susah dihalau juga dilupain? Aku tahu, Mbak, keluarga besar pasti kaget kalau tau kenyataan hal ini, aku juga udah...," Intan menunduk sejenak sebelum melanju
Zita duduk di bawah pohon belimbing sembari mencatat barang-barang yang akan ia, Dety, Maya dan Bu rima belanja di mega grosir, karena hari jumat besok, akan diadakan sedekah jumat yang diadakan keliling kota guna membagikan sembako. Mulut Zita tak henti mengunyak bakwan dengan sambal kacang, ia hempaskan jauh-jauh nenek sihir bernama Intan itu dari kepala dan hatinya.Layar ponselnya menyala, nama Pandu muncul, Zita hanya melirik lalu mengabaikan panggilan itu. Ia masih jengkel dengan suaminya yang membentak ia semalam. Biarkan, sesekali ngambek boleh, dong, masa selalu jadi jagoan yang melupakan kesalahan.No way, untuk kali ini. Kegiatan menulisnya terhenti saat ia teringan kejadian subuh tadi, ia sebenarnya sudah menyiapkan air sisa mengepel lantai untuk ia siram ke Intan, namun ia urungkan karena takut difitnah lagi oleh penyihir itu.