Keduanya kembali ke rumah, bukan untuk bersiap jalan-jalan ke pantai, tidak, karena hal itu ba—tal. Pandu lebih memilih mengajak Zita nonton bioskop yang gagal dilakukan beberapa hari lalu. Mereka ke rumah juga bukan untuk berganti baju lebih rapi, tetapi hanya mengambil tas slempang tali kecil milik Zita yang isi dompet, dan ponsel miliknya, sementara Pandu mengambil sling bag miliknya yang di isi dengan hal serupa. Dan, mereka masih memakai kaos rumah dengan sandal.
Zita mengambil helm dari lemari di kamar satunya, juga jaket jeans miliknya di dalam lemari pakaian di kamar. Pandu sudah duduk di atas motor sementara Zita menyalakan lampu teras juga mengunci pintu, kasihan nasib semur daging yang fix diabaikan keduanya. "Jalan, Jek." Zita menepuk bahu suaminya dibarengi celetukan yang membuat Pandu menolehkan kepala menatap tajam ke istrinya itu.
Ponsel keduanya berbunyi nyaring, membuat Pandu menjauhkan wajahnya dari Zita secara mendadak, dengkusan juga terdengar dari keduanya."Geser Mas," perintah Zita mendorong tubuh Pandu dari atas tubuhnya. Keduanya berguling ke sisi berlawanan, sama-sama meraih ponsel yang masih berada di tas masing-masing yang dilempar sembarangan oleh keduanya."Halo," jawab keduanya kompak. Mereka duduk di atas ranjang, bersebelahan dan masih dengan pakaian lengkap."Jam segini ke kantor?! Gila kalian!" Pandu ngomel. Ia beranjak, membuka pintu kamar menuju ke ruang tamu. Sementara Zita hanya melirik sambil menjawab telpon dari bude."Opo toh, Bude..., Zita lagi beberes kamar."Ngeles, Zita malu kalau ketauan mau dibuka segelnya sa
Dua jam berlalu, Zita mulai mengantuk, ia sudah menghabiskan bekal cemilan, susu dan roti yang sengaja Pandu beli tadi di minimarket, menunggu seseorang yang bekerja dengan alat berat itu pasti membosankan, Pandu tak mau istrinya sia-sia menunggu dirinya tanpa ada makanan atau minuman. Kepala Zita melirik ke kaca spion kiri, nenek lampir Bianca berjalan ke arah bengkel, ia juga memakai pakaian yang senada dengan suaminya. Zita tak langsung turun, ia ingin melihat dulu apa yang akan Bianca lakukan. Bianca sempat melirik ke mobil Pandu, yang tak sadar jika mesin mobil masih menyala dengan Zita yang ada di dalamnya. Tangan Zita menekan tombol untuk merapatkan kaca mobil, mematikan AC lalu mematikan mesin mobil. Ia turun, mengunci mobil dengan remote, kemudian mindik-mindik berjalan ke arah bengkel.Di dalam bengkel begitu terang, lampu dengan sinar putih itu menerangi semua wilayah. Pintu b
Pandu menatap raut wajah Bianca yang tangisnya hampir pecah, pun beranjak cepat meninggalkan area bengkel dengan rasa malu, patah hati, kesal, dan sebal karena Zita. Jemari tangan Zita terangkat, melambaikan pelan ke arah Bianca yang berjalan cepat."Hati-hati, Mbak Bi! Awas kesandung, nggak ada yang bangunin kan kalo Mbak jatuh!"Zita kepalang kesal. Masa bodoh dibilang kasar. Ia tersenyum sinis, lalu kedua matanya bertemu dengan sorot mata suaminya yang begitu lekat sembari tersenyum tipis. Zita mengangkat sebelah alisnya, dan berkata 'Apa' tanpa suara.Pandu yang berdiri karena mengamati anak buahnya bekerja, hanya bisa mengulum senyum. Ia celingukan, memastikan keadaan aman sebelum mengucapkan 'I love you, Zita' tanpa suara juga tapi sang istri mampu membaca jelas apa yang diucapakan suaminya itu walau hanya bibirnya y
Sekilas info, mari simak.Depresi saat patah hati, apakah ada? Jawabnya, Ya. Berikut penjelasan singkatnya."Reaksi negatif ini disebabkan oleh penurunan kadar dopamin dan oksitosin, hormon pembuat bahagia yang diproduksi oleh otak. Sebagai gantinya, otak justru meningkatkan produksi hormon stress kortisol dan adrenalin. Selain membuat mood nge-drop, tingginya hormon stres kortisol juga bisa tercermin pada rasa . Bahkan, gejala fisik yang diakibatkan oleh peningkatan hormon stres kortisol bisa mirip dengan orang ketergantungan kokain." (Sumber : hellosehat.com)________Alasannya cinta, tapi buta untuk melihat seseorang tersakiti. Bianca bodoh, ia sudah tak bisa untuk memendam rasa suka ke suami Zita itu. Di kamar hot
Zita menemani Pandumedical check upke rumah sakit, sebagai syarat untuk bisa kembali berangkat ke tengah laut. Ia duduk di depan ruang pemeriksaan mata, jemarinya memainkan benda pipih dengan wajah menahan tawa. Zita sedang melihat video lucu di tiktok, hiburannya ringan dan receh, hingga ia bisa cekikikan sendiri.Suara Pandu terdengar menyapa, ia duduk di sebelah istrinya. Tatapan keduanya bertemu."Apa?" tanya mereka kompak, lalu tertawa pelan."Makan yok, laper aku," ajak Pandu dengan tangan menyambar jemari istrinya itu."Udah boleh makan emangnya?" tanya Zita."Udah. Kan cek gula darah, udah, urin lengkap juga. Udah puasa dari semalam kan, aku, berontak nih
Pandu berjalan ke arah parkiran mobil, ia baru saja mengambil hasil cek kesehatannya untuk di serahkan ke kantor esok hari. Mendadak langkahnya terhenti karena melihat Bastian dan dua staf HRD berlari masuk ke dalam rumah sakit besar itu. Kepala Pandu mengikuti arah tujuan dua manusia itu, yang tak menyadari keberadaannya.Ponselnya berbunyi, nama Pak Ahmad muncul. Suami Zita itu sudah merasa enggan untuk menjawab panggilan masuk itu. Ia menghela napas, kemudian menempelkan ponsel ke telinganya."Halo, Pak," sapa Pandu."Pandu. Bianca mau coba bunuh diri, kamu di mana? Saya bisa min--""Maaf Pak, saya tidak bisa dan bukan urusan saya." Begitu tegas ucapan Pandu, bahkan Pak Ahmad memanggip nama Pandu begitu kencang seperti mem
"Mas geseran ih, badanmu tuh gese, aku kayak kurcaci di peluk Obelix tau,nggak!" protes Zita yang terus bergerak-gerak mencoba melepaskan pelukan suaminya yang hanya mesam mesem sambil memejamkan mata."Nggak mau. Bodo amat." Tolak Pandu."Mas... ih... ini aku nggak bisa napas. Bisa mati kegencet kamu. Mas Pandu, aduh... duh... iya ampun, geli... Mas!" jerit Zita di tengah malam. Pandu kembali memeluk sembari menciumi istrinya itu. Zita memberontak karena Pandu terus mengelitik perutnya di balik selimut."Mas! Udah, geli. Aku ngompol nanti, nih!" protes Zita lagi. Pandu diam, ia menopang kepalanya dengan tangan, masih di posisi berbaring, ia menatap istrinya yang berada di sampingnya."Tadi bukannya udah... ngompol?" Goda Pandu diakhi
"Harus banget tinggal di komplek ini juga, Mas? Saudara kamu dari mana? Anaknya siapa? Kok bisa kuliah di sini? Emang nggak ada kampus di Solo? Pindahan juga, emang alasannya apa?" Zita memberondong pertanyaan ke suaminya yang hanya bengong. Tau kan, Zita anak detektif, maka insting keponya pun, cukup tinggi."Intan anaknya Bude Anik, sepupunya Ibu, dia pindah karena mau deket sama tunangannya, yang kebetulan, orang sini dan... yang punya mal tempat kita sering ngemal, Zit.""Wih... holang kaya, kenapa nggak minta tinggal deket tunangannya aja? Kenapa harus di komplek sini? Mencurigakan..." kedua mata Zita memicing, Pandu menggelengkan kepala."Apa, cemburu? Kamu cemburuin sepupu aku?" tanya Pandu yang bersiap ke kantor untuk menyerahkan hasil medical check up dan melihat jadwal kebera