Gus Yusuf masih saja menatap ke arah ku seperti tadi, semula aku pikir dia akan menyerah karena aku selalu menolak secara halus, tetap saja tolakan ku tidak membuatnya berhenti.Aku tahu, itu memang kewajiban ku yang harus dilakukan dengannya, tetapi untuk saat ini, dalam situasi seperti sekarang benar-benar tak mungkin bisa melakukannya.Kalaupun aku melakukan, itu tidak akan terjadi dengan lancar ataupun penuh dengan keberkahan, aku tidak rela itulah alasan utamanya.“Anisa? Kenapa? Kenapa diam, jawab saya siap atau tidak malam ini,” tanya Gus Yusuf lagi.Kali ini, dia semakin mendekat seperti tak ingin ada jarak lagi diantara kami. Aku juga jadi bisa merasakan bagaimana napasnya memburu didekat ku, sangat terasa.“Jika kamu terus diam bahkan menolak, bukan saya yang akan tanggung jawab nanti, akan semua dosa itu,” ucapnya pelan.Coba lihat benar saja dugaan ku, dia selalu mengatasnamakan dosa dan kewajiban, tanpa dia beritahu pun sebenarnya aku juga sudah tahu bahkan paham, hanya s
Ke luar dari kamar setelah menangis hampir semalaman, aku mencium aroma yang sudah tidak asing lagi bagiku, apakah itu umi? Mungkinkah umi yang memasak di dapur? Tetapi, mana mungkin bisa.Aku pun bergegas menuju ke dapur untuk memastikan kebenaran nya, benar-benar mustahil jika umi ada di sini karena siapa yang memberitahu alamat jika bukan aku ataupun Gus Yusuf.“Gus?”“Anisa, kamu sudah bangun? Saya pikir kamu tidak akan ke luar, karena salat subuh pun tidak berjamaah dengan saya.”“Kenapa diam di situ? Kemarilah ... apakah kamu datang ke dapur karena aroma masakan ini?” Gus Yusuf terus berbicara padaku yang masih acuh padanya.Jujur saja semua itu sangat mengejutkan bagiku, aroma masakan itu hanya bisa ku cium aromanya pada saat umi memasak, belum pernah ada yang melakukan nya selain umi sebelum hari ini.“Anisa, kenapa hmm? Bingung dengan semua ini? Mertua saya lah yang mengirim resep sekaligus tata cara meluluhkan hatimu pada saat merajuk seperti sekarang, sungguh baik mertua sa
“Aku tahu, kamu menikahi aku bukan karena sepenuhnya kamu ingin, Gus. Tapi bukankah sejak dulu cinta kita nyata? Kenapa sekarang kamu berbicara seolah-olah aku lah penyebab kehancuran ini!”“Saya tidak mengatakan hal seperti itu, Marwah. Saya hanya mengingatkan bahwa kamu ataupun Anisa sama bagi saya, harus saya berikan keadilan, jadi tolong jangan seenaknya dalam bersikap.”“Apa? Apa katamu, Gus? Aku seenaknya dalam bersikap? Bukankah kamu yang begitu, hmm? Salahkan saja aku, salahkan aku sampai kamu puas!”Aku tidak sengaja mendengarkan itu semua di balik pintu, tadinya aku pikir di dalam hanya ada Marwah seperti tadi pagi, aku datang lagi hanya untuk membawakan makanan yang aku pisahkan tadi, untuk dia makan. Akan tetapi, kedua telingaku dikejutkan dengan semua yang ku dengar tadi.Ternyata, di belakang ku mereka tidak seperti yang terlihat di depan ku, benar-benar berbeda, aku sudah banyak soouzon pada keduanya. Sebenarnya apa alasan mereka menikah? Kenapa Gus Yusuf tidak terlihat
Ternyata setelah ku pikir-pikir memang ada keanehan juga dari dirinya, ya Marwah lah yang aku maksud. Sejak awal dia selalu bersikap agresif pada Gus Yusuf, tetapi yang ku rasakan balasan dari Gus Yusuf seperti ada sesuatu, tidak bisa ku pastikan itu cinta, pasti ada sesuatu yang memang aku tidak tahu.“Jangan banyak ngelamun, kalau suami ngajak gituan tuh harusnya kamu senang, Anisa. Kalau posisinya terbalik itu akan menyakitkan loh,” celetuk Marwah yang sedari tadi memang sedang membaca majalah di hadapan ku.Berbeda denganku yang sejak tadi bersih-bersih rumah sebelum malam, agar tidak terganggu pada saat beristirahat nanti oleh debu. Aneh sekali selalu saja ada debu padahal rumah semewah ini AC pun sangat terasa disetiap ruangan, aneh bukan? Aku juga tidak mengerti.“Anisa, kalau dibahas itu ya dijawab jangan pura-pura tak dengar.”“Apa yang harus aku jawab, Marwah? Aku sedang sibuk, nanti saja.”“Sibuk? Sibuk apaan itu cuma elap-elap aja, jangan sering menolak, nanti nyesel,” cel
Setelah ku mengetahui semua kebenaran terbaru yang sebelumnya tidak ku ketahui, rasanya semakin bersemangat untuk mencari tahu kebenaran lainnya yang belum terungkap, pasti masih ada, ya aku harus sabar menunggu semuanya terungkap dengan sendirinya.“Boleh tuangkan air untuk saya membatalkan puasa?”Suara itu? Aku sontak saja menoleh ke belakang, “Kamu?”“Sudah azan, sebelum saya pulang, bisakah minum terlebih dahulu di sini?” tanya nya.Tadinya aku sangat senang jika dia memang orang baik, akan tetapi setelah semua yang terjadi hari ini, aku sedikit meragukan dirinya, berjaga-jaga dan waspada itu sangat harus dilakukan.Tetap memberikan dia minum karena memberi makan serta minuman pada seseorang yang sedang berpuasa itu sangatlah baik, tak ada salahnya tetap melakukan itu walaupun sedang kesal pada orangnya.“Terima kasih, Anisa.”“Kok kamu tahu namaku? Kenapa bisa kamu ....”“Masya Allah, bawel juga ternyata. Tenang, demi Allah. Saya bukan orang jahat, sejak awal saya selalu mengata
“Anisa? Kenapa kamu diam di luar seperti itu, sudah hampir jam sembilan malam, ayo ....”Oh iya? Itu berarti aku sudah duduk di taman samping rumah setelah isya tadi, cukup lama dan tidak terasa juga. Gus Yusuf memanggil ku seperti itu pasti karena ada keinginannya yang belum aku laksanakan, bagaimanapun juga aku belum siap karena berbagai hal.“Ada apa, Anisa? Bukankah saya sudah memberitahu kamu berulang kali tentang malam ini, bahwa saya ....”“Aku tahu dan paham apa itu kewajiban batin dalam rumah tangga, tapi sebaiknya itu semua kita lakukan pada saat kedua belah pihak sudah merasa siap dan kuat menghadapi segalanya,” ucap ku, bukan bermaksud memotong pembicaraan suami akan tetapi itu jauh lebih baik jika dijelaskan secara langsung.Dia nampak terdiam entah apa sebenarnya yang tengah dia pikirkan sekarang, lebih jelasnya lagi aku benar-benar tak ingin ada kesalahpahaman jika nanti aku menolak untuk melakukannya.“Kalau begitu, aku ke dalam duluan, Gus. Permisi,” pamit ku, melewat
Umi sudah memberondong beberapa pertanyaan pagi ini, walaupun hanya melalui sambungan telepon, tetap saja salah satu pertanyaan yang ditanyakan adalah, kenapa tidak melayani suami? Kenapa selalu menunda dan lain sebagainya.Aku hanya bisa menghela napas berat, sulit rasanya menerima semua kenyataan ini, sudah berusaha untuk menahan segala ego, menahan segala sesak di dada, tetap saja kenyatannya tak semudah yang dibayangkan.Selain hanya bisa memberikan jawaban yang cukup menenangkan bagi umi, aku pun hanya bisa berpasrah kepada Allah, apapun yang akan terjadi pada kehidupan ku di suatu hari nanti.Manusia hanya bisa berencana, Allah lah sang maha segalanya. Harus lebih berserah diri, dibandingkan menyerahkan diri, pagi ini pun aktivitas sedikit berbeda, setelah menyiapkan sarapan, aku juga harus mengantar Gus Yusuf sampai ke gerbang rumah, karena hari ini dia mulai kembali semua kegiatan nya, tidak cuti seperti sebelumnya.“Terima kasih, Anisa. Kamu sudah mau mengantar saya sampai si
Aku mencari Marwah, tetapi tidak ditemukan juga sampai aku lelah turun dan naik tangga berulang kali hanya untuk memeriksa lalu memastikan disetiap ruangan rumah ini, sebenarnya dia pergi ke mana? Berada di mana? Tidak mungkin dia pergi dari rumah tanpa izin dari Gus Yusuf, karena itu juga aku semakin bingung mencarinya.Setelah aku selesai menjawab telepon dari ustazah, Marwah sudah tidak ada seperti sekarang, walaupun entah sejak kapan dia pergi, aku tidak tahu kapan perginya sampai-sampai tak bisa menemukan dirinya.“Iya assalamualaikum, Gus? Kenapa menelepon? Maksudnya ada apa, Gus?”“Anisa, waalaikumussalam. Apakah kamu bersama Marwah saat ini? Saya berulang kali menghubungi dia tapi tetap tak bisa dihubungi.”Aku terkejut mendengarnya, benar-benar sangat aneh bahkan Gus Yusuf pun bertanya padaku di mana Marwah? Aku pikir hanya diriku yang sibuk mencari ke sana-sini, ternyata suamiku juga. Apa sebenarnya yang terjadi? Dia sempat bertanya dan pertanyaan itu pasti adalah hal pentin