Keesokan harinya. Yuksel dan Kimberly menyambut kedatangan Putra mahkota yang turun dari kereta. Pandangan pria itu langsung tertuju ke arah Kimberly.Meski sudah beranak tiga. Namun, Kimberly tetaplah wanita yang cantik. Apalagi tubuh masih terlihat bagus, membuat Yuksel menghalangi pandangan Putra mahkota dengan menggeser tubuhnya."Selamat datang di kerajaan Kairi, Putra mahkota," ujar Yuksel berusaha tersenyum.Putra mahkota juga tersenyum lebih lebar. "Terima kasih karena sudah mau menerima kehadiran saya Yang mulia Raja."Yuksel tersenyum, namun sorot mata terlihat jelas tidak menyukai pria ini. Orang yang datang secara paksa. tentu saja harus disambut dengan terpaksa juga."Kalau begitu Madam Ane, tolong tunjukkan jalan ke tempat Putra mahkota bisa beristirahat," pinta Yuksel pada Madam Ane yang langsung menunduk hormat."Baik Yang mulia."Madam Ane bertemu mata sejenak dengan Putra mahkota. Membuat pria itu terpaksa mengikuti Madam Ane. Meski Putra mahkota menatap dengan panda
Yuksel menatap serius. "Buat lagi gerbang kota Lefan."Putra mahkota menarik napas. "Lalu biaya pembangunan gerbang bagaimana? Pembuatannya bukan hanya satu atau dua meter."Kimberly menyadari hal itu. Gerbang itu harus dibangun mengikuti wilayah yang diputus. Itu artinya mencapai puluhan kilometer. "Kalau begitu lakukan dengan perlahan. Lagi pula, bukankah setelah kekeringan berhenti. Kota Lefan akan bangkit kembali dan bisa membuat gerbang," singgung Yuksel."Yang mulia, apa Anda meminta peniadaan gerbang kota untuk beberapa waktu hanya demi hujan ini?" Putra mahkota benar-benar tersinggung.Yuksel menyeringai. "Permintaanku itu masih bagus, kalau aku sangat serakah. Maka, aku akan meminta kedua wilayah digabung dan salah satu kerajaan dibuang.""Bukankah aku masih punya rasa belas kasih?" lanjut Yuksel.Kimberly menatap suaminya yang memang sudah dibilang serakah. Membangun sebuah gerbang yang kokoh dan anti penyerangan itu membutuhkan waktu serta uang yang banyak."Menerima pajak
Siang harinya. Noah yang sudah kembali ia ajak bermain di luar dengan Isabella dan Alesha. Tentunya mereka ditemani para pelayan dan Tapi, begitu melewati kediaman tempat Putra mahkota tinggal sementara. Kimberly justru bertemu dengan pria itu yang kebetulan melintas. Putra mahkota pun ditemani oleh pelayan serta penjaga."Yang mulia Ratu," sebut Putra mahkota Lefan tersenyum manis."Ah Putra mahkota.""Anda mau pergi ke mana?"Kimberly menunjuk ke arah gerbang yang akan muncul setelah melewati jembatan kecil dan terhalang dinding. Putra mahkota menatap ke sana dan mengangguk. "Saya juga akan pergi ke sana, ingin jalan-jalan. Bagaimana jika kita pergi bersama?"Kimberly menggeleng. "Tidak. Hari ini aku membawa ketiga anakku, jadi itu kurang pantas jika pergi bersama seorang pria.""Bukankah Putra mahkota juga pria?" sindir Kimberly membuat pria ini mengangguk dan tersenyum.Kemudian mata menatap pada ketiga anaknya dengan pandangan sendu. Seolah pria ini memiliki kesedihan yang tak
"Hah? Kau menggunakan cara itu untuk mendapatkan tanah serta bangunan di kediaman lama?"Di meja makan. Pangeran kelima meletakkan sendok dengan wajah kaget. Sementara Yuksel menyesap teh sembari melihat sang ayah. "Ya, benar, Yah.""Seperti yang Putra mahkota katakan, menyewa 1 ahli sihir saja lumayan mahal. Dan kau membutuhkan lebih dari 10 untuk melakukan formasi itu?""Benar," sahut Yuksel lagi.Kimberly hanya mendengarkan. Sembari menjaga Alesha yang berusaha makan sendiri, meski belepotan. Tapi, Kimberly tak mempermasalahkannya."Lalu, bagaimana caramu mendapatkan uangnya? Kau sendiri saja sudah hampir miskin."Yuksel merasa tertusuk mendengar ucapan dari sang ayah. "Yah, anakmu ini masih kaya, lalu menantumu, Kimberly ini. Dia memiliki bisnis yang menghasilkan.""Ya memang." Dan Pangeran kelima mengakui hal itu."Aku meminta bantuan beberapa ahli sihir yang membuat hujan hari itu. Dan membawa mereka ke hutan, tempat perbatasan Lefan dengan Kairi," sahut Yuksel."Jadi, tidak ak
Kimberly melepas Yuksel pergi dengan harapan suaminya cepat kembali. Kimberly menjalani malam tanpa suaminya, namun kali ini ketiga anaknya menemani Kimberly tidur. Bahkan Noah mengusap lengannya sembari memejamkan mata.Sementara Yuksel sendiri, tengah berdiri di atas gerbang kota Lefan bersama Raja yang sangat dibenci, juga Putra mahkota. Yuksel hanya diam saja dengan mata menatap petir yang masih menggelegar di atas langit. Hujan pun sudah turun sejak tadi.Raja Lefan berdehem. "Apakah Anda tidak akan beristirahat?"Yuksel menoleh. "Saya beristirahat? Maka kita semua akan hancur tersambar petir."Raja mengerutkan dahi. "Bukankah para ahli sihir yang mengendalikannya?"Yuksel tak menyahut membuat Raja Lefan mengepalkan tangan. Sedang Putra mahkota menatap ke arah tangan Yuksel yang sejak tadi memegang pedang. Seolah petir bisa dikendalikan oleh pedang tersebut.Meski begitu Putra mahkota memilih diam. Ketika petir sudah tak terdengar lagi, sesuai dugaan, Yuksel memasukkan pedang ke
Setelah hujan berhenti di pagi hari dan menunggu seharian hingga tanah sedikit kering. Akhirnya Yuksel langsung bersiap untuk kembali pulang. Namun Aiden sampai turun tangan saat sang Raja yang mendekati salah satu kuda."Yang Mulia, bukankah seharusnya membawa kereta?""Kereta lama, lebih cepat memakai kuda," sahut Yuksel.Aiden pun akhirnya diam. Meski memperhatikan Yuksel yang langsung menaiki kuda dan bergerak lebih dahulu. Membuat Aiden menaiki kuda dan memerintah seluruh pengawal untuk bergerak. Sementara para ahli sihir berada di kereta masing-masing.Sepanjang jalan yang dilalui dengan hati-hati. Yuksel memikirkan sesuatu, hingga berhenti di depan pepohonan yang cukup rindang. Namun dengan ranting yang tak ganas. Membuat Aiden berhenti dan bertanya."Yang Mulia ada apa?""Kau punya pisau kecil kan?" Yuksel malah bertanya."Ya Yang Mulia.""Berikan."Aiden pun mengeluarkan pisau dan memberikan pada Yuksel. Namun, Aiden dibuat terkejut oleh hal yang dilakukan Yuksel. Aiden langs
Yuksel tidak mau ke kamar sendiri. Malah mandi di kamar miliknya dan memakai baju yang ada di lemarinya. Kimberly menemani Alesha bermain di lantai yang dialasi oleh karpet.Lantas Kimberly melirik begitu pintu kamar mandi terbuka. Terlihat Yuksel yang seperti biasanya. Dibalut pakaian kerajaan dengan tubuh kekar itu."Jangan dimakan Sayang," ujarnya sembari merampas mainan di tangan Alesha, dan mengganti dengan yang lain.Yuksel mendekat, namun hanya mengusap kepalanya. Kemudian berjalan pergi meninggalkan kamarnya. Hal itu membuat Kimberly kesal."Apa ini tempat numpang mandi?" sindirnya.Yuksel menoleh dan tersenyum. "Sebentar Sayang, aku ingin ke kamar Isabella dulu.""Apa yang akan kau lakukan di sana?""Yuksel?"Kimberly menghela napas karena Yuksel tak menyahut. Justru menutup pintu kamar dan benar-benar telah pergi. Namun, rasa kesalnya hilang saat melihat Alesha yang tertawa karena mainan terlempar ke arahnya."Baiklah, lupakan ayahmu dan ibu akan fokus main dengan Alesha, ba
Senja yang mulai singgah itu. Menyaksikan keluarga kecil Kimberly dan Emma duduk bersama di atas tikar dengan mulut mengunyah buah serta makanan. Terkadang berbagi cerita dan tertawa bersama."Saya benar-benar tidak menyangka, hari itu Yang Mulia Raja berguling-guling di lumpur," ujar Aiden sembari tertawa.Yuksel yang menatap tajam ke arah sang bawahan. "Bukankah sudah sepakat untuk tidak membicarakannya?"Kimberly berdecak. "Hanya bercerita saja, lagi pula kami kan ingin tahu. Bukan begitu anak-anak?""Ya!" seru Isabella semangat, sementara Noah dan Prisa hanya tersenyum.Yuksel menghela napas. "Itu cerita yang memalukan Sayang.""Lebih memilih mana, cerita memalukan itu atau bertengkar denganku?"Mendengar pertanyaan darinya, Yuksel langsung menuangkan teh untuk Aiden. "Ceritakan lebih banyak lagi, istri dan anakku sangat menyukainya."Noah menatap ke arahnya yang tertawa senang. Kemudian memenjarakan Prisa yang tersenyum manis ketika Isabella menyuapkan buah. Isabella yang menyada