Yuksel menatap serius. "Buat lagi gerbang kota Lefan."Putra mahkota menarik napas. "Lalu biaya pembangunan gerbang bagaimana? Pembuatannya bukan hanya satu atau dua meter."Kimberly menyadari hal itu. Gerbang itu harus dibangun mengikuti wilayah yang diputus. Itu artinya mencapai puluhan kilometer. "Kalau begitu lakukan dengan perlahan. Lagi pula, bukankah setelah kekeringan berhenti. Kota Lefan akan bangkit kembali dan bisa membuat gerbang," singgung Yuksel."Yang mulia, apa Anda meminta peniadaan gerbang kota untuk beberapa waktu hanya demi hujan ini?" Putra mahkota benar-benar tersinggung.Yuksel menyeringai. "Permintaanku itu masih bagus, kalau aku sangat serakah. Maka, aku akan meminta kedua wilayah digabung dan salah satu kerajaan dibuang.""Bukankah aku masih punya rasa belas kasih?" lanjut Yuksel.Kimberly menatap suaminya yang memang sudah dibilang serakah. Membangun sebuah gerbang yang kokoh dan anti penyerangan itu membutuhkan waktu serta uang yang banyak."Menerima pajak
Siang harinya. Noah yang sudah kembali ia ajak bermain di luar dengan Isabella dan Alesha. Tentunya mereka ditemani para pelayan dan Tapi, begitu melewati kediaman tempat Putra mahkota tinggal sementara. Kimberly justru bertemu dengan pria itu yang kebetulan melintas. Putra mahkota pun ditemani oleh pelayan serta penjaga."Yang mulia Ratu," sebut Putra mahkota Lefan tersenyum manis."Ah Putra mahkota.""Anda mau pergi ke mana?"Kimberly menunjuk ke arah gerbang yang akan muncul setelah melewati jembatan kecil dan terhalang dinding. Putra mahkota menatap ke sana dan mengangguk. "Saya juga akan pergi ke sana, ingin jalan-jalan. Bagaimana jika kita pergi bersama?"Kimberly menggeleng. "Tidak. Hari ini aku membawa ketiga anakku, jadi itu kurang pantas jika pergi bersama seorang pria.""Bukankah Putra mahkota juga pria?" sindir Kimberly membuat pria ini mengangguk dan tersenyum.Kemudian mata menatap pada ketiga anaknya dengan pandangan sendu. Seolah pria ini memiliki kesedihan yang tak
"Hah? Kau menggunakan cara itu untuk mendapatkan tanah serta bangunan di kediaman lama?"Di meja makan. Pangeran kelima meletakkan sendok dengan wajah kaget. Sementara Yuksel menyesap teh sembari melihat sang ayah. "Ya, benar, Yah.""Seperti yang Putra mahkota katakan, menyewa 1 ahli sihir saja lumayan mahal. Dan kau membutuhkan lebih dari 10 untuk melakukan formasi itu?""Benar," sahut Yuksel lagi.Kimberly hanya mendengarkan. Sembari menjaga Alesha yang berusaha makan sendiri, meski belepotan. Tapi, Kimberly tak mempermasalahkannya."Lalu, bagaimana caramu mendapatkan uangnya? Kau sendiri saja sudah hampir miskin."Yuksel merasa tertusuk mendengar ucapan dari sang ayah. "Yah, anakmu ini masih kaya, lalu menantumu, Kimberly ini. Dia memiliki bisnis yang menghasilkan.""Ya memang." Dan Pangeran kelima mengakui hal itu."Aku meminta bantuan beberapa ahli sihir yang membuat hujan hari itu. Dan membawa mereka ke hutan, tempat perbatasan Lefan dengan Kairi," sahut Yuksel."Jadi, tidak ak
Kimberly melepas Yuksel pergi dengan harapan suaminya cepat kembali. Kimberly menjalani malam tanpa suaminya, namun kali ini ketiga anaknya menemani Kimberly tidur. Bahkan Noah mengusap lengannya sembari memejamkan mata.Sementara Yuksel sendiri, tengah berdiri di atas gerbang kota Lefan bersama Raja yang sangat dibenci, juga Putra mahkota. Yuksel hanya diam saja dengan mata menatap petir yang masih menggelegar di atas langit. Hujan pun sudah turun sejak tadi.Raja Lefan berdehem. "Apakah Anda tidak akan beristirahat?"Yuksel menoleh. "Saya beristirahat? Maka kita semua akan hancur tersambar petir."Raja mengerutkan dahi. "Bukankah para ahli sihir yang mengendalikannya?"Yuksel tak menyahut membuat Raja Lefan mengepalkan tangan. Sedang Putra mahkota menatap ke arah tangan Yuksel yang sejak tadi memegang pedang. Seolah petir bisa dikendalikan oleh pedang tersebut.Meski begitu Putra mahkota memilih diam. Ketika petir sudah tak terdengar lagi, sesuai dugaan, Yuksel memasukkan pedang ke
Setelah hujan berhenti di pagi hari dan menunggu seharian hingga tanah sedikit kering. Akhirnya Yuksel langsung bersiap untuk kembali pulang. Namun Aiden sampai turun tangan saat sang Raja yang mendekati salah satu kuda."Yang Mulia, bukankah seharusnya membawa kereta?""Kereta lama, lebih cepat memakai kuda," sahut Yuksel.Aiden pun akhirnya diam. Meski memperhatikan Yuksel yang langsung menaiki kuda dan bergerak lebih dahulu. Membuat Aiden menaiki kuda dan memerintah seluruh pengawal untuk bergerak. Sementara para ahli sihir berada di kereta masing-masing.Sepanjang jalan yang dilalui dengan hati-hati. Yuksel memikirkan sesuatu, hingga berhenti di depan pepohonan yang cukup rindang. Namun dengan ranting yang tak ganas. Membuat Aiden berhenti dan bertanya."Yang Mulia ada apa?""Kau punya pisau kecil kan?" Yuksel malah bertanya."Ya Yang Mulia.""Berikan."Aiden pun mengeluarkan pisau dan memberikan pada Yuksel. Namun, Aiden dibuat terkejut oleh hal yang dilakukan Yuksel. Aiden langs
Yuksel tidak mau ke kamar sendiri. Malah mandi di kamar miliknya dan memakai baju yang ada di lemarinya. Kimberly menemani Alesha bermain di lantai yang dialasi oleh karpet.Lantas Kimberly melirik begitu pintu kamar mandi terbuka. Terlihat Yuksel yang seperti biasanya. Dibalut pakaian kerajaan dengan tubuh kekar itu."Jangan dimakan Sayang," ujarnya sembari merampas mainan di tangan Alesha, dan mengganti dengan yang lain.Yuksel mendekat, namun hanya mengusap kepalanya. Kemudian berjalan pergi meninggalkan kamarnya. Hal itu membuat Kimberly kesal."Apa ini tempat numpang mandi?" sindirnya.Yuksel menoleh dan tersenyum. "Sebentar Sayang, aku ingin ke kamar Isabella dulu.""Apa yang akan kau lakukan di sana?""Yuksel?"Kimberly menghela napas karena Yuksel tak menyahut. Justru menutup pintu kamar dan benar-benar telah pergi. Namun, rasa kesalnya hilang saat melihat Alesha yang tertawa karena mainan terlempar ke arahnya."Baiklah, lupakan ayahmu dan ibu akan fokus main dengan Alesha, ba
Senja yang mulai singgah itu. Menyaksikan keluarga kecil Kimberly dan Emma duduk bersama di atas tikar dengan mulut mengunyah buah serta makanan. Terkadang berbagi cerita dan tertawa bersama."Saya benar-benar tidak menyangka, hari itu Yang Mulia Raja berguling-guling di lumpur," ujar Aiden sembari tertawa.Yuksel yang menatap tajam ke arah sang bawahan. "Bukankah sudah sepakat untuk tidak membicarakannya?"Kimberly berdecak. "Hanya bercerita saja, lagi pula kami kan ingin tahu. Bukan begitu anak-anak?""Ya!" seru Isabella semangat, sementara Noah dan Prisa hanya tersenyum.Yuksel menghela napas. "Itu cerita yang memalukan Sayang.""Lebih memilih mana, cerita memalukan itu atau bertengkar denganku?"Mendengar pertanyaan darinya, Yuksel langsung menuangkan teh untuk Aiden. "Ceritakan lebih banyak lagi, istri dan anakku sangat menyukainya."Noah menatap ke arahnya yang tertawa senang. Kemudian memenjarakan Prisa yang tersenyum manis ketika Isabella menyuapkan buah. Isabella yang menyada
"Kita tidur sekarang ya Sayang," bujuk Yuksel.Kepala Kimberly mengangguk setuju. Yuksel tersenyum lega atas tidak adanya pertengkaran yang terjadi. Kimberly merebahkan dirinya di sisi suaminya lagi. Namun, kali ini Yuksel memeluknya lebih erat.***"Sayang, matahari sudah terbit," ujar Yuksel sembari keluar tenda."Suamiku," sebutnya dengan sedikit panik.Yuksel memasuki tenda dan menatap dirinya yang sedang menyentuh dahi Alesha. Putri kecilnya ini tertidur nyenyak, tapi tubuh sangat panas.Yuksel mendekat dengan cemas. "Alesha sakit?"Kepalanya mengangguk. "Panggil dokter kerajaan secepatnya.""Tentu Sayang."Berkemah di luar harusnya berakhir dengan bahagia dan rasa senang. Tapi, Kimberly justru sedang menenangkan Alesha yang menangis keras. Meski digendong dan jalan ke sana-sini, tapi Alesha tak berhenti menangis."Sayang," sebut Yuksel langsung masuk ke kamarnya ketika pintu dibuka oleh pembantu."Tolong cepat periksa putriku," pinta Kimberly sedikit cemas.Dokter kerajaan ini y
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini