Seperti dugaan Kimberly. Sepanjang malam Alesha terus saja menangis. Hingga Kimberly harus berjalan-jalan demi menenangkan putrinya. Meski pun ada banyak pelayan di sekitarnya yang bersiap menggantikan. Tapi, Alesha tidak mau dengan siapa pun. Padahal sudah terbiasa dengan para pelayan."Masih sakit ya Sayang?" gumamnya sembari mengusap kepala Alesha.Hingga pintu kamar terbuka. Dan Yuksel masuk sembari berjalan cepat ke arahnya. Suara tangis putrinya pasti terdengar hingga lorong."Alesha tidak mau selain dengan aku," ujarnya saat Yuksel sudah di hadapannya."Coba saja dulu."Tangan Yuksel terulur ke arah sang putri yang semula tak ingin digendong siapa pun. Begitu melihat Yuksel, kepala Alesha terangkat dan tangan meraih suaminya. Hal itu membuat Kimberly senang."Kangen sama ayah iya?" tanya Yuksel begitu Alesha sudah digendongan.Kimberly mengusap kepala Alesha. Kemudian mata saling tatap dengan suaminya. Yuksel mengelus pipinya dengan lembut."Tidurlah, kau pasti lelah Sayang,"
Yuksel bukannya langsung bekerja, justru tetap duduk di kursi dengan mata menatap ke arahnya yang makan santai. Juga pada Alesha yang berusaha membuka kancing bajunya. Melihat hal itu, Yuksel langsung memberi tahu."Sayang, sepertinya Alesha ingin minum susu."Kimberly menatap kegiatan Alesha. "Putri ibu ingin minum?"Alesha menatap mata Kimberly sangat antusias, kemudian mengoceh sendiri dan memukul-mukul pundaknya. Kimberly tersenyum, kemudian bersiap untuk membuka kancing bajunya. Namun, matanya menatap ke arah Yuksel yang begitu menantikan."Suamiku, apa kau tidak bekerja?"Yuksel yang menyadari hal itu langsung menghela napas. "Aku kasihan padamu Sayang. Kau fokus makan saja ya, biar aku bantu Alesha minum susu."Mata Kimberly menyipit dengan sedikit kesal. "Aku tahu apa yang ada di pikiranmu. Sana cepat kerja, bukankah hari ini ada pertemuan?""Biarkan aku tinggal beberapa menit lagi," bujuk Yuksel.Kimberly sudah menatap kesal, membuat Yuksel tersenyum. "Kau masih tidak pergi?"
Kimberly yang semula tetap ingin menguping. Pada akhirnya tertegun karena Alesha yang tiba-tiba menangis. Jelas membuat ayah mertua dan suaminya akan mengetahui keberadaan dirinya.Jadi, Kimberly sangat terpaksa membuka pintu dan bertindak seolah tidak sedang menguping. Ia harus kelihatan seperti baru datang. Bahkan sempat menyuruh pelayan yang mengikutinya untuk tutup mulut."Cucu kakek, giginya masih sakit?" tanya Pangeran kelima langsung meminta Alesha darinya.Kimberly pun menyerahkan Alesha pada ayah mertuanya. Dan Alesha duduk di pangkuan Pangeran kelima. Sementara dirinya mendekati Yuksel yang sudah tersenyum."Aku membawa buah untukmu, aku tidak tahu Ayah mertua di sini juga, jadi aku akan membaginya menjadi dua."Para pelayan pun mendekat sembari membawa teh dan disajikan di hadapan Pangeran kelima. Juga di atas meja Yuksel. Kimberly membereskan berkas yang sedikit berserakan di atas meja."Kau sudah meninjaunya kan? Karena aku akan membereskannya," ujarnya karena tak ingin m
Kimberly tertegun. "Kak Rosalind mau menikah?""Iya."Kimberly sedikit diam. Selama bertahun-tahun, ia telah mendengar berita ini. Namun, kakaknya itu juga mengalami kegagalan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Julia menghela napas. "Setelah beberapa kali dia menolak calon suaminya, akhirnya minggu ini dia akan menikah.""Sepertinya kak Rosalind sudah menemukan pria yang cocok, Bu," sahutnya.Kepala Julia mengangguk. Padahal dulu, kakak perempuannya itu selalu mengharapkan Yuksel menjadi suami. Karena memang sejak awal, bukan Kimberly yang menikah dengan Yuksel.Hanya saja, karena rencana ayahnya. Kimberly berakhir menjadi istri dari Yuksel. Hal itu membuatnya tersenyum, karena ayahnya ternyata sangat memikirkan kehidupan pernikahannya."Memangnya siapa yang akan menikah dengan kakak, Bu?" tanyanya dengan penasaran."Kata ayahmu, dia dari keluarga Lewis di kota Lefan saja."Kimberly mengerutkan dahi. "Apakah ada di Lefan, keluarga bernama Lewis?"Julia tersenyum. "Lefan kan lua
Malam harinya. Di kamarnya, tertidur Alesha dengan Isabella, namun dijaga oleh para pengasuh. Sementara Kimberly sedang sibuk berolahraga dengan suaminya di kamar pribadi Yuksel."Ah."Kimberly menutup mulutnya. Ia tak boleh bersuara terlalu lantang, takut didengar oleh para pelayan dan menimbulkan gosip. Yuksel tersenyum senang karena telah membuat sang istri kewalahan.Yuksel mencium bibirnya dengan rakus dan tangan meraba dadanya. Sedang bagian bawah terus saja memompa dengan kecepatan yang luar biasa. Membuat Kimberly banyak melenguh."Sayang, bagaimana kalau sekali lagi?" tanya Yuksel setelah keluar di dalam.Kimberly meraup napas dengan rakus, tapi kepalanya mengangguk. "Boleh.""Apa kau kuat berdiri?""Ya?"Tubuhnya langsung diangkat oleh Yuksel. Kemudian begitu tiba di meja kerja yang lebih kecil ketimbang di ruangan kerja. Kimberly meletakkan kedua tangannya untuk bertumpu. Sedang dari belakang, Yuksel mulai memasuki dirinya."Hah, kau benar-benar menyenangkan Sayang," puji Y
Mata Yuksel menjadi serius dengan tangan yang masih mengelus kepala Kimberly. Tapi, ketika pagi harinya. Yuksel berada di tempat kerja bersama sang asisten yang tengah memisahkan dokumen di atas meja."Yoshi," sebut Yuksel membuat sang asisten menoleh."Ya, Yang Mulia."Tangan Yuksel menulis sejenak. Membuat Yoshi menunggu dengan mata menatap apa yang sang Raja tulis. Begitu selesai, Yuksel langsung memberikan pada Yoshi yang mungkin sudah mengerti."Caesar Lewis," gumam Yoshi dengan mata menatap lekat tulisan tangan dari Yuksel."Cari tahu tentang keluarga Lewis, dan aku ingin kau menyuap mereka untuk membuat hidup seseorang seperti berada di neraka."Mata Yoshi mulai menatap pada Yuksel, namun langsung menunduk. "Baik Yang Mulia.""Tapi, apa boleh saya tahu, siapa seseorang itu?""Rosalind, calon mempelai wanita dari Caesar Lewis. Rosalind itu bisa di bilang kakak iparku," sahut Yuksel.Kata kakak ipar itu, jelas membuat Yoshi tertegun sejenak. Pria ini mengerti bahwa Rosalind adala
Yuksel terlihat semakin berjalan lebih cepat. Begitu keluar dari pintu kediaman. Yuksel langsung memasang wajah senyum dan mendekati Kimberly yang sudah menyadari keberadaan suaminya."Sayang, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Yuksel.Kimberly dengan semangat mengangkat hasil sulamannya. "Aku menyulam wajah suamiku."Mendengar hal itu, Yuksel semakin mendekat dan dahi langsung mengerut. "Ini aku?""Iya. Tapi, sangat tidak mirip kan?"Yuksel tersenyum manis. Meski merasa bahwa sulaman sang istri benar-benar buruk. Sekali pun mata Yuksel sempat melirik pada hasil sulaman Emma yang bagus, namun Yuksel tetap mengacungkan jempol ke arah sang istri."Tetap saja, sulaman istriku yang terbaik."Kimberly merasa malu. "Bicara apa sih? Oh iya, apa kau tidak ada pekerjaan sampai punya waktu menemuiku?"Kimberly menatap pada pelayan yang langsung datang dan meletakkan kursi di sampingnya. Yuksel pun duduk di atasnya tanpa penuh keraguan. Menatap lekat hasil sulamannya lagi."Hanya rindu saja den
Kesibukan yang tidak berarti itu membuat Yuksel kesal. "Aku tidak sibuk kok Sayang. Mulai hari ini, aku akan banyak meluangkan waktuku untukmu."Kimberly mengangguk dan mengubah posisi menjadi menyender pada lengan suaminya. "Biarkan aku tidur sebentar.""Iya Sayang."Kimberly pikir, kalau suaminya akan membangunkan setelah mereka tiba di istana. Tapi, Yuksel justru mengangkat tubuhnya dan berjalan melewati taman dan jembatan untuk tiba di kediaman. Pelayan yang ingin menyapa pun dilarang oleh Yuksel."Siapkan tempat tidur untuk Ratu," pinta Yuksel."Baik Yang Mulia."Para pelayan berlari terburu untuk melaksanakan perintah. Namun, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Sementara Yuksel sengaja berjalan sangat pelan.Selain memberi waktu untuk para pelayan. Yuksel juga tidak ingin Kimberly terbangun dari tidur. Meski sesekali menggeliat dalam gendongan Yuksel.Kaki Yuksel berbelok dan memasuki kamar tidur milik Kimberly yang sudah di rapikan. Alesha bahkan baru direbahkan di atas ran
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini