"ABIMANYU! ABIMANYU!"
Suara teriakan histeris datang dari luar rumah. Eleena mengerutkan keningnya, merasa bingung dengan apa yang terjadi di luar rumahnya. Dia yang sedang membuat kue bersama Akasha lantas meletakan alat-alat pembuat kue yang dia pegang, tanpa melepas celemek di tubuhnya, Eleena keluar untuk melihat apa yang terjadi."Akasha tunggu di sini, ya!" ucap Eleena sebelum pergi.Eleena mengelap tangannya pada celemek sambil bergegas membuka pintu. Ketika pintu dibuka, hal pertama yang dia lihat adalah kerumunan beberapa orang yang sedang menenangkan satu wanita setengah baya yang berteriak-teriak marah sambil memaki."KAMU-! INI SEMUA GARA-GARA KAMU! DASAR KAMU PEREMPUAN ULAR! IBLIS!"Kening Eleena berkerut, dia ingat wanita di depannya. Itu adalah kakak ipar ke dua Abimanyu, istri dari Abram. Eleena menatap kerumunan orang dengan kebingungan yang jelas di wajahnya, tidak mengerti mengapa kakak iparnya itu datang dan berteriak-"Maaf, Pak. Tuan Abram yang memaksa dan menerobos masuk ke ruangan anda." Leon menjelaskan pada Abimanyu.Dada Abram terengah-engah, matanya memerah, tampak jelas bahwa dia sangat marah. Abimanyu mengangguk pada Leon, kemudian Leon mengerti dan keluar dari ruangan bosnya."Bajingan kamu Abimanyu!" Abram menunjuk Abimanyu dengan jarinya. "Apa yang terjadi pada Celine pasti ulah kamu!"Tatapan Abimanyu lurus menatap Abram, sama sekali tidak ada senyum di bibirnya. "Kak Abram seharunya berkata dengan lebih jelas supaya saya mengerti.""Celine itu keponakan kamu Abram, Kakak tidak menyangka kamu akan melakukan hal seperti itu pada keponakan kamu sendiri!" Telapak tangan Abram terkepal, kebencian terpancar jelas dalam nada bicaranya."Sudah saya bilang jika saya tidak mengerti apa yang Kak Abram katakan. Apa yang saya lakukan?" Abimanyu mengangkat satu alisnya, menatap Abram dengan tatapan menantang.Dada Abram sesak karena rasa marah
"Kenapa Akasha tidur di sini?" tanya Abimanyu ketika dia melihat Eleena yang berbaring di tempat tidur bersama dengan Akasha."Akasha tidur di sini malam ini, apa-apa, kan?" Eleena menatap Abimanyu, meminta persetujuan."Dia punya kamarnya sendiri, Eleena," ujar Abimanyu."Apa salahnya? Toh enggak setiap hari." Eleena terus membalas, tidak tahu apa yang Abimanyu permasalahkan.Menghela nafas, Abimanyu ikut berbaring dengan posisi Akasha di tengah-tengah mereka. Akasha mencondongkan tubuhnya ke arah Eleena, memeluk wanita itu seperti gurita."Jangan terlalu memanjakan Akasha," ujar Abimanyu dengan suara pelan agar tidak membangunkan anak itu."Tidak ada yang salah dengan memanjakan anak sendiri. Akasha, kan, anak Mas Abi, yang berarti anak saya juga, kalau yang saya manjakan itu anak tetangga baru Mas Abi bisa melarang." Eleena memejamkan mata setelah itu, tidak ingin lagi mendengar protes sang suami.Melihat istrinya yan
"Mah, gimana penampilan aku?" tanya Viona sambil memamerkan tubuhnya yang terbalut gaun berwarna kuning pucat pada sang ibu. Saat Viona mengatakan bahwa Abimanyu bersedia bertemu dengannya, Jesica langsung mengajak Viona berbelanja di sebuah mall untuk membeli pakaian baru agar sang putri terlihat lebih cantik.Jesica menutup mulutnya, bertepuk tangan dengan senang sambil memuji, "Kamu cantik banget, Sayang!"Viona juga tersenyum sumringah, senang dengan pujian yang ibunya lontarkan. "Abimanyu pasti akan terpesona kalau liat aku, kan, Mah?""Pasti, Sayang! Mamah jamin Abimanyu akan langsung suka sama kamu!"Keduanya tertawa, Viona dengan senang hari kembali menatap dirinya di depan cermin, dan setelah itu mereka membeli pakaian yang sekarang dia kenalan dan lanjut membeli barang lain.**"Berangkat sekarang?" tanya Abimanyu ketika melihat Eleena yang sudah siap dengan pakaian rapih. "Mau saya antar?"Eleena men
"Siapa juga yang mau lama-lama di sini!" Dengan dada sesak penuh amarah, Viona mengambil tasnya dan melenggang pergi, keluar dari cafe dengan langkah cepat.Semua pengunjung cafe dan bahkan stafnya menatap kepergian Viona, mulai berbisik-bisik dan bergosip. Eleena sendiri hanya tersenyum kecil, meminta maaf pada pelayan atas keributan yang dia timbulkan. Eleena tidak langsung pulang setelah semua keributan itu, dia menikmati jus serta cake yang telah dia pesan sebelum akhirnya membayar pergi.**"Tante kamu pulang sebentar lagi, jangan nangis terus!" Abimanyu mengusap wajahnya dengan frustasi. Bagaimana tidak, Akasha sedari tadi terus menangis menguji kesabaran Abimanyu yang sebenarnya seluas samudra, hanya saja di hadapkan pada tangisan menyedihkan anak itu, Abimanyu tidak sabar."Huhuhu, tante, huhu, hiks." Akasha terisak, takut dengan Abimanyu yang menatapnya dengan tatapan tajam.Beberapa saat lalu semuanya baik-baik saja, namun ketik
Keesokan paginya, ketika Eleena terbangun, seluruh tubuhnya terasa sangat pegal, bahkan bibirnya bengkak dan kering. Eleena terbatuk, dia bangkit dari kasur, menemukan segelas air di atas nakas di samping tempat tidurnya. Eleena tanpa ragu mengambil dan meminumnya hingga tandas.Setelah itu dia menghela nafas lega, tenggorokannya tidak lagi sekering tadi. Abimanyu sudah tidak ada di tempat tidur, waktu juga sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Turun dari kasur, dia melihat bahwa tidak ada pakaian yang berserakan, sepertinya Abimanyu yang membereskan semua di saat pria itu bangun.Eleena tanpa sadar tersenyum."Tante! Tante!"Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar diiringi oleh suara teriakan kekanak-kanakan Akasha yang memanggilnya. Eleena berjalan menuju pintu, ketika pintu itu terbuka, Akasha dengan piyama berwarna biru dan guling kecil di tangannya, berdiri di depan pintu kamar."Tante!" Akasha dengan bersemangat menerjang tubu
Resepsionis yang menjaga di tempatnya sudah mengenali Eleena serta anak yang Eleena bawa. Dia tidak menghentikan keduanya ketika Eleena membawa Akasha langsung pergi ke lift begitu saja.Tiba di lantai ruangan Abimanyu berada, Eleena membawa Akasha keluar dari lift. Dia berjalan di sepanjang loring yang penuh dengan lukisan klasik dan vas-vas dari tanaman hias di sudut ruangan.Dengan senyum di bibirnya, Eleena akhirnya tiba di depan ruangan Abimanyu. Dia celingak-celinguk, tidak menemukan sekretaris Abimanyu yang biasanya berada di depan ruangan."Papah mana Tante?" tanya Akasha dengan wajah kebingungan."Tante juga enggak tau, mungkin papah kamu lagi rapat," jawab Eleena. Sekarang dia bingung harus ke mana, tidak mungkin Eleena langsung masuk ke ruangan Abimanyu, dia takut jika ada hal-hal penting yang hilang, dia akan di curigai. Lagi pula tidak sopan masuk ke dalam ruangan milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.Pada akhirnya Eleena
Eleena berdecih, ketika selesai menyatukan kancing kemeja Abimanyu, dia mengajak Akasha keluar dari ruangan pria itu. Akasha dengan patuh mengikuti ibunya pergi."Sebentar!" Abimanyu buru-buru mencekal lengan Eleena. "Kamu marah?" tanya Abimanyu melanjutkan."Saya enggak marah." Eleena tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan.Abimanyu menghela nafas lega, wanita sangat sulit untuk di mengerti "Hati-hati di jalan," ucap pria itu.Mengangguk, Eleena kembali melanjutkan langkahnya. Eleena membawa Akasha keluar dari kantor Abimanyu, berjalan menaiki lift untuk tiba di parkiran ruang bawah tanah. Dia dan Akasha masuk ke dalam mini Cooper, dan mini Cooper itu melaju tidak lama kemudian.**Dua hari kemudian, pernikahan Celine dan Hendra akhirnya si selenggarakan. Sebuah pernikahan yang di selenggarakan dengan mewah, seolah mengumumkan pada dunia jika putri dari Abram Bahuwirya, menikah dengan seorang satpam biasa.
"Saya akan membawa Celine ke desa untuk menetap di sana," ucap Hendra pada lima orang yang duduk di depannya.Orang-orang itu adalah Abraham, Kesia, Abram, Vivian dan Alex yang duduk di atas sofa yang membentuk huruf L besar. Sedangkan Hendra tidak ikut duduk, melainkan berdiri di depan mereka."Bajingan kamu! Kamu mau membuat Celine hidup susah?!" Vivian marah, tidak terima bahwa putrinya akan tinggal di pedesaan."Mah, saya suami Celine sekarang, saya berhak membawa Celine ke mana pun saya pergi." Hendra menatap Vivian dengan tatapan yang dalam, ada kekerasan yang tidak bisa diganggu gugat di dalam mada suaranya."Jangan panggil saya Mamah! Kamu pikir saya ibu kamu?! Kamu itu cuma satpam rendahan!" Vivian terengah-engah.Hendra sama sekali mengabaikan Vivian, sebaliknya, dia menatap Abraham serta Abram yang sedari tadi hanya terdiam."Biarkan Celine mengikuti Hendra." Abraham akhirnya angkat bicara, menghela nafas seolah tidak berdaya."Kak Abraham!" Vivian menatap Abraham dengan ti