“Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Jully.
Zavian menatap kakaknya denga pandagan heran. Bagaimana perempuan di sampingnya bisa menebak sesuatu yang belum ia sampaikan sama sekali.
Zavian mulai bertanya-tanya, membentuk kemungkinan bila kepekaan Yuan menurun dari kakaknya.
“Ditanya malah bengong. Ada apa?” Jully kembali bersuara.
Setelah mengela napas panjang, Zavian mulai menceritakan kejadian saat ia bertemu Elive untuk pertamakalinya. Meski Jully sempat marah karena mengetahui putranya hampir tertabrak dan Zavian tidak tahu, Jully kembali mendengarkan cerita adiknya hingga selesai.
Tanpa menjeda, Jully membiarkan Zavian menyampaikan perasaannya. Sebab, selama ini, adiknya lebih banyak diam dan menyembunyikan perasaannya sendiri. Jadi, mendengar Zavian bercerita tanpa diminta membuat Jully bahagia.
“Jadi, kamu benar-benar menyukai gadis itu?” tanya Jully setelah Zavian menyelesaikan kalimatnya.
Begitu adiknya mengangguk, perempuan berambut sebahu tersebut segera memeluk Zavian dengan erat. Jully merasa bahagia sebab adiknya merasakan hal lain selain hampa dan kekosonga karena terlalu banyak bekerja.
Bagi Jully, Zavian tetap adik kecilnya yang selalu butuh bimbingan. Meski saat ini usia Zavian sudah kepala tiga, Jully tetap memberikan ruang khusus dan membiarka Zavian menjadi seorang adik.
Jully tahu persis bahwa adiknya lebih banyak diam dan menyimpan perasaannya sendiri. Zavian bahkan tidak memiliki waktu untuk mengurus kisah cintanya. Oleh karena itu, mendengar Zavian jujur kepadanya dengan mengatakan bahwa ia tengah mencintai seorang gadis bernama Elive, Jully menghela napas lega, sebab adiknya kini tidak diam.
“Kamu harus membuktikan kepada gadis itu kalau kamu benar-benar menyukainya. Tunjukkan ketulusan hatimu agar dia paham. Dia pasti begitu terkejut karena seseorang yang dirinya umpati adalah bosnya dan belum lagi, mendapat pernyataan cinta secara tiba-tiba sangat mengejutkan, tahu. Kamu harus siap kalau tiba-tiba besok dia menjauhimu,” kekeh Jully.
“Aku akan membuatnya dekat denganku selalu,” jawa Zavian mantap.
Jully tertawa kecil mendengar jawaban adiknya. Sifat ambisius pria itu tetap tinggal bahkan untuk urusan perempuan. Meskipun begitu, Jully akan selalu mendukung keputusan adiknya selama itu membuat saudaranya bahagia.
“Kejar dan buktikan karena sesekali, kamu harus mementingkan dirimu sendiri juga,” ucap Jully sembari mengusap kepala adiknya.
Zavian menatap kakak perempuanya dengan pandangan penuh rasa terima kasih. Selama ini hanya Jully yang mengenalna dengan baik. Hanya Jully yang menganggapnya sebagai Zavian, bukan orang lain. Maka, pria itu bertekad untuk membuat Elive percaya kepadanya.
“Aku akan membuatnya percaya padaku.”
***
Elive mengunci pintu tempat tinggalnya namun langkahnya mendadak terhenti karena terkejut dengan kedatangan Zavian yang saat ini tengah berdiri di depan mobilnya sembari melipat tangan.
Masih dengan kening berkerut, Elive mendekati atasannya tersebut. menyapa sebentar sembari menanyakan keperluan bos besarnya sudah ada di depan rumahnya pada pukul tujuh pagi. Sampai jawaban Zavian membuat Elive terkejut.
Dengan santai, pria itu mengatakan sedang menjemput Elive untuk berangkat bersama. Mencoba menolak, tapi Zavian tidak mendengarkan. Pria itu justru membuka pintu mobil dan meminta Elive untuk segera masuk.
Menghela napas panjang, Elive akhirnya masuk ke dalam kendaraan roda empat tersebut dan segera memasang sabuk pengaman. Membiarkan Zavian melajukan mobilnya meski tidak ada percakapan apa pun diantara keduanya. Bahkan setelah sampai di kantor, Elive tidak mengatakan apa pun selain ucapan terima kasih yang dibalas angukkan pria itu.
Elive segera menuju ruangannya dan menghela napas lega saat menyadari tidak ada siapa pun yang melihatnya berangkat besama Zavian. Sebab, jika ada yang melihat merea, sudah dipastikan ia akan menjadi gosip di kantornya dan Elive tidak mau hal itu terjadi.
“Eli, selamat pagi!” sapa Hana yang langsung dibalas senyuman oleh Elive.
“Hari ini ada presentasi, bukan? Semangat, Bos!”
Elive tersenyum simpul kemudian mengangguk kecil. Ia sampai lupa kalau hari ini harus presentasi karena perlakuan Zavian yang mengejutkannya. Maka, dengan segera Elive mempersiapkan bahan-bahan yang akan dipresentasikannya. Gadis itu begitu serius dan segera menuju ruang rapat setelah waktu menunjukkan pukul sembilan.
Duduk di saahsatu kursi yang disediakan, Elive sedikit gugup karena ini pertamakalinya ia presentasi di depan eksekutif baru. Meskipun hanya presentasi laporan dan perencanaan, ia belum tahu bagaimana Zavian ketika bekerja. Namun, jika melihat prestasi pria itu, dipastikan bahwa Zavian adalah orang yang sangat ketat.
Setelah Zavian masuk, satu-persatu kepala tim menyampaikan hasil pekerjaan dan perencanaan mereka hingga tiba giliran Elive.
Gadis tu berdeham sebentar, berdiri, kemudian menyapa siapa pun yang ada di ruangan tersebut sebelum menyampaikan hasil laporan kerja selama satu bulan terakhir.
Elive menyampaikan dengan penuh percaya diri dan pengucapan yang agus. Siapa pun dibuat hanya fokus dengan gadis itu, termasuk Zavian. Elive menyampaikan satu demi satu rencana yang timnya buat untuk produk terbaru tahun depan. Gadis itu positif bahwa produk miliknya akan diterima dengan berbagai alasan yang sudah dikemukakan.
Elive menyampaikan dampak, keuntungan, dan kemungkinan hasil bersih yang bisa didapatkan perusahaan. Hal itu jelas membuat kagum siapa pun yang mendengarnya. Mereka paham betul bahwa Elive menjadi kepala tim produksi bukan tanpa alasan. Gadis itu memiliki pemikiran yang tajam dan kedepan. Ia selalu memiliki inovasi baru dan sangat loyal terhadap perusahaan.
Rapat berlangsung selama tiga jam dan mereka segera keluar setelah Zavian mengatakan rapat selesai.
Elive sendiri ikut beranjak karena perutnya sudah sangat lapar. Presentasi dan rapat membuat tenaganya berkurang lebih banyak dan Elive butuh asupan untuk menanbah energinya.
Gadis itu menuju ruangannya terlebih dahulu untuk meletakkan berkas yang tadi dibawanya sebelum ke kamar mandi untuk mencuci wajah. Ia menghela napas, merasa lega karena pekerjaannya sudah usai separuh. Tinggal menunggu keputusan Zavian tentang produk yang ia tawarkan.
Keluar dari kamar mandi, Elive segera menuju kantin karena perutya sudah tidak bisa diajak berkompromi. Gadis itu memesan makanan dan mencari tempat duduk namun tidak ada kursi yang kosong hingga seseorang memanggilnya dan mengajaknya untuk duduk bersama.
Elive terkejut mendapati sekretaris Zavan memanggilnya. Gadis itu mengangguk kecil dan berusaha menolak namun tatapan mata Zavian membuat Elive mengurungkan niatnya.
Gadis itu duduk di hadapan Zavian dengan canggung, terlebih saat para karyawan terang-terangan berbisik ke arahnya. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian seperti sekarang. Akhirnya, Elive hanya bisa menunduk dalam, menghindari tatapan mencibir para karyawan.
Zavian yang melihat Elive tidak nyaman segera menatap para karyawan dengan sorot dinginnya.
“Perhatikan ke mana mata kalian memandang,” ucap Zavian.
“Perhatikan ke mana mata kalian memandang,” ucap Zavian. Setelahnya, tidak ada yang melihat ke arah mereka, meski beberapa masih mencuri-curi pandang ke arah meja mereka.“Makan makananmu dengan tenang dan jangan pedulikan mereka,” ucap Zavian lembut. Sementara Elive hanya mengangguk kecil.Bagaimana bisa Elive bersikap tenang dan biasa saja saat yang tengah makan bersamanya adalah eksekutif muda, baru, dan keturunan langsung pemilik Lee Corporation. Siapa pun pasti mendambakan hal itu. Duduk satu meja dengan pria yang diimpikan semua orang.Namun, bukannya bangga, Elive justru takut. Ia takut kejadian hari ini akan menjadi rumor yang membuat keberadaan dan keselamatannya terancam. Ia tidak mau mengambil masalah di tempat kerja dan berita ini pasti akan keluar dengan cepat kalau sampai ada yang menuliskannya di internet.Setelah melewati makan siang yang begitu menegangkan dan tidak habis, Elive memilih be
"Kakak Cantik!" Menoleh, Elive tersenum melihat anak lelaki kecil yang beberapa hari lalu ia selamatkan nyawanya. Elive menangkap Yuan yang menubruknya cukup kuat hingga Elive sedikit terhuyung ke belakang. Gadis itu mensejajarkan tubuhnya dengan Yuan. Menatap anak lelaki di depanya sembari tersenym. Kedua tangannya berada di kedua bahu Yuan. “Kamu dengan siapa kemari, tidak sendiri lagi, ‘kan?” tanya Elive. “Tidak, aku bersama Paman Zav. Dia ada di belakang,” jawab Yuan bersemangat. Elive menoleh ke belakang dan melihat Zavian berjalan ke arah keduanya. Gadis itu segera berdiri dan membungkuk singkat untuk menyapa Zavian. “Kakak Cantik, boleh aku bermain di rumahmu? Aku ingin melihat rumah Kakak Cantik supaya nanti saat aku kangen, aku bisa ke rumah Kakak Cantik. Oh iya, nama Kakak Cantik, siapa?” oceh Yuan. Elive tersenyum sembari menepuk-nepuk pelan puncak kepala Yuan. “Nama kakak, Elive. Panggil Kak El saja, ya. Oh iya, Yuan boleh main ke rumah kakak,” jawab Elive. Yuan ter
“Elive, apa saya boleh berusaha?” Elive menghentikan aktivitas memasaknya kemudian menatap Zavian. Ia mencoba mencari kebohongan dari mata pria itu, tapi tidak menemukannya. Elive justru mendapati ketulusan dan keinginan besar dari tatapan atasannya. Meski sangat mengejutkan bahwa atasannya yang hampir tidak pernah peduli dengan sekitarnya termasuk para gadis yang mencoba mendekatinya, mendadak menyatakan perasaannya pada wanita biasa sepertinya. Elive takut kalau yang dilakukan Zavian hanya untuk kesenangannya belaka. Ia tidak ingin terlibat dengan orang-orang kaya yang akhirnya membuat dirinya kesulitan. Namun ini bukan pertamakalinya juga Zavian menyatakan perasaannya. Pria itu sudah jujur sejak pertama memberikan perhatiannya pada Elive dan jujur saja hal itu membuatnya sedikit terbebani. Zavian yang melihat Elie melamun, menyentuh bahu wanita itu pelan, membuyarkan lamunan Elive. Zavian paham kalau Elive tidak akan semudah itu percaya dengan ucapannya. Terlebih mereka
Elive bersiap pulang setelah membenahi berkas-berkas miliknya. Namun, saat hendak keluar dari ruangannya, ia dikejutkan dengan kehadiran Zavian yang sudah berdiri sambil bersandar tembok. Elive mengusap dadanya pelan, meredakan keterkejutannya. Harusya, ia tidak heran dengan kelakukan Zavian yang semakin sulit dimengerti. Pria itu dipastikan akan melakukan hal-hal yang lebih ekstrim dibanding memaksanya berangkat dan pulang bersama.Menyapa Zavian singkat, Elive hendak meninggalka pria itu, sampai pergelangan tangannya ditahan Zavia. Elive cukup terkejut, menatap sekitarnya dengan cepat kemudian berusaha melepaskan genggaman Zavian yang untungnya segera dilepaskan pria itu.“Pulang dengan saya namun sebelum itu kita makan malam dulu. Tidak ada penolakan atau kamu saya pecat,” ucap Zavian singkat, membuat Eive melongo, hingga beberapa detik setelahnya, wanita itu berdecak.“Kebiasaan, pemaksa, semaunya, dasar angkuh,” gumam Elive.“Ada yang kamu katakan?” tanya Zavian sambil menghentik
Keesokan paginya, Elive dikejutkan dengan kedatangan Zavian di depan rumahnya. harusnya ia sudah terbiasa, tapi tetap saja hal ini terlalu tiba-tiba dan membuatnya sedikit tidak siap. Lagipula jarak kantor dan tempat tinggalnya tidak sejauh itu. Elive hanya butuh sekitar 20 menit untuk sampai di kantornya. Namun, sepertinya mulai sekarang, ia harus membiasakan diri dengan kehadiran Zavian di depan rumahnya.“Kenapa melamun? Ayo berangkat,” ajak Zavian membuyarkan lamunan Elive.Wanita itu tidak bisa menolak, naik ke mobil Zavian, meski harus berusaha menhilangkan keggupannya. Zavian juga tidak membuka suara, tidak mengajak Elive mengobrol, membiarkan wanita itu semakin tenggelam dalam lamunan dan kegugupannya. Hingga Elive menyadari bahwa mobil Zavian sudah berhenti di basement kantor, wanita itu buru-buru mengucapkan terima kasih dan turun dari kendaraan roda empat tersebut.Elive sempat menatap ke sekelilingn
Zavian mengantar Elive dan menunggu hingga wanita itu masuk baru melajukan kendaraan roda empat miliknya menuju mansion keluarga Lee. Sudut bibirnya berkedut ingin tersenyum, tapi ia harus menahannya karena harus bertemu sang ayah. Jika ketahuan ia tersenyum karena urusan cinta, dipastikan ayahnya akan menggodanya dan berakhir Zavian akan menjadi bulan-bulanan seluruh anggota keluarga. Ia tidak mau menceritakan soal Elive sebelum semuanya pasti.Masuk ke dalam rumah, Zavian menaikkan sebelah alisnya saat mendengar suara tawa dari ruang tamu. Ia mendekat, melihat kakaknya sedan bercanda dengan seorang wanita. Saat Jully kemudian memanggilnya dan wanita itu menoleh, Zavian sedikit terkejut dibuatnya.“Vanesia?” “Zavian, halo!” Zavian cukup terkejut saat tiba-tiba Vanesia menubruknya dan memeluk tubuhnya erat. Wanita itu bahkan mendusal di ceruk leher Zavian, membuat Zavian yang masih berusaha menerna keadaannya mendapatkan kesadarannya kembali. Ia mencoba melepaskan pelukkan Vanesia, t
Zavian sudah siap dengan setlan kerjanya dan hendak menuju meja makan saat tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Vanesia di depan pintu kamarnya. Wanita itu mnatapnya sambil tersenyum lebar, mengabaikan wajah Zavian yang sudah mengkerut bingung. Ia pikir Vanesia sudah pulang ke rumahnya, tapi wanita itu justru menginap di kediaman Lee. Zavian pikir ia akan pulang ke rumah miliknya saja dibanding ke mansion ini.Zavian mencoba melepakan pelukkan Vanesia pada lengannya. Ia mengatakan harus segera tiba di kantornya untuk rapat pagi ini, tapi sepertinya ayahnya tidak mendukung rencananya. Ayahnya justru meminta Zavian menantar Vanesia melihat gedung baru untuk butik miliknya, membuat Zavian hanya bisa menghela napas panjang. Padahal, ia sudah berencana menjemput Elive dan sarapan bersama. Dengan terpaksa, ia membatalkan janjinya pada wanita itu.Maka, begitu menyelesaikan sarapan mereka, Zavian segera membawa Vanesia ke alamat yang akan menjadi tempatnya mendirikan butik. Sebuah gedung d
Vanesia menatap Zavian dengan kening bertaut. Ia tidak menyukai ucapan pria itu. Zavian tampak memberontak, menolak keberadaannya dan Vanesia tidak mau. Pria itu harus menurut, harus elalu diampingnya, dan menjadi miliknya apapu yang terjadi. Vanesia akan melakukan apapun agar Zavian hanya menjadi miliknya, sekalipun harus mengorbankan diri sendiri.Berdiri dari tempat duduknya, Vanesia menatap Zavian nyalang.“Kenapa kamu bicara begitu? Kamu tidak lupa kalau orang tua kita sepakat menjodohkan kita jika tidak ada pilihan untuk menjadi pasangan atau kamu tidak tertarik memiliki pasangan, bukan? Seharusnya kamu mempersiapkan diri untuk hidup bersamaku,” ucap Vanesia.“Kenapa kamu terlalu percaya diri? kenapa kalian tidak bertanya padaku apakah aku mau atau tidak. Aku berhak menolak dan kau berhak memaksa. Aku berhak memilih pasanganku sendiri, maka lakukan peranmu dan jaga batasan karena aku tidak suka saat oranglain mengusikku,” jawab Zavian lantang kemudian meninggalkan ruangannya. Ia
Elive menatap wanita di depannya dengan berani, tidak gentar meski tatapan tajam seolah menghunus dadanya.“Sombong sekali kamu. Awas saja, aku pastikan kamu menangis darah, menyesal karena sudah melawanku hari ini.” Wanita itu meninggalkan kursinya, termasuk Elive yang hanya menatap punggungnya.Jika boleh jujur, badan Elive sekarang bergetar takut. Ia tidak seberani itu melawan orang-orang kaya. Elive jelas tau kekuatan orang-orang berada itu.Berkali-kali menghembuskan napas, Elive meremat kedua tangannya, meninggalkan kafetaria. Sengaja berjalan perlahan, menikmati suasana sore. Isi kepala Elive kembali teringat ucapan wanita berambut pendek yang masih belum ia ketahui namanya. Jika benar Zavian dan wanita itu akan menikah, seharusnya Zavian tidak masuk dan memaksa membuka pintu yang Elive tutup sejak lama.Menatap langit sore, Elive mengeratkan genggaman tangannya pada tas tangan miliknya. Elive merasa tidak
Elive menghela napas lelah. Emosinya benar-benar diuji, ia tetap harus menjaga batasannya atau nama baiknya akan semakin dipertaruhkan. Belum lagi statusnya sebagai kepala divisi menambah beban tersendiri untuknya. Rasanya, Elive ingin berteriak kencang, mengumpati seluruh karyawan yang berbicara dibelakang soal dirinya. Namun, Elive cukup sadar bahwa tindakan itu akan menjadi hal bodoh yang menyerangnya di masa depan.Memejamkan mata sejenak, Elive menarik dan menghembuskan napas, kemudian berlalu menuju rest room untuk membuat kopi. Tidak peduli kalau asam lambungnya akan naik, Elive butuh sesuatu untuk menenangkannya.Melamun, Elive tidak sadar jika air dalam gelasnya tumpah dan berhasil mengenai tangannya, menyadarkan Elive dari lamunannya. Ia meringis kecil, dalam hati berteriak kesal pada dirinya sendiri. Akhirnya, Elive batal menikmati secangkir kopi panas, ia memilih mengambil minuman bersoda dari lemari pendingin.Wanita itu duduk sambil menyesap soda di tangannya, mengabaika
Zavian tersenyum ke arah Elive yang sedikit terkejut melihat kedatangannya. Wanita itu memiringkan kepala, tampak lugu dan lucu hingga Zavian menjerit dalam hatinya. Jika tidak ingat saat ini dirinya berada di luar ruangan, Zavian ingin berteriak kencang, mengatakan pada siapapun tentang luar biasanya perempuan yang dirinya cintai.Menghampiri Elive, Zavian menuntun wanita itu menuju mobilnya dan mereka meninggalkan pelataran rumah Elive setelahnya.Seperti biasa, tidak ada yang bersuara dari keduanya. Elive sibuk menatap ke luar jendela, sedangkan Zavian sesekali melirik, memperhatikan gerak-gerik Elive. Wanita itu terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi tertahan. Hingga Zavian bertanya pada Elive dan hanya hela napas panjang jawabannya.Mencoba mengingat-ingat yang terjadi, Zavian seperti melewatkan sesuatu. Pria itu menautkan dua alisnya, menciptakan kerutan dalam pada dahinya. Ia memaksa kepalanya agar mengingat kebodohan apa yang sudah dirinya lakukan.Saat mengingatnya, mata pri
“Zavian!” teriakkan Tuan Lee membuat meja makan seketika hening. Namun, Zavian tdak gentar. Ia menatap ayahnya tidak kalah datar, tidak takut sama sekali atas ancaman pria paruh baya itu.Zavian dengan sopan menyelesaikan makanannya kemudian mengajak Yuan beranjak lebih dulu dari meja makan. Sementara, Vanesia merasa harga dirinya direndahkan. Ia tidak terbiasa dengan penolakkan. Semua orang menginginkannya, tapi Zavian justru menolaknya dan Vanesia tahu hal ini karena wanita itu.Zavian masuk ke kamarnya, sibuk menunggui Yuan yang sedang bermain game dari ponselnya. Pria itu menatap kosong tembok di depannya, hingga tidak lama setelahnya, Jully ikut masuk ke dalam kamar adiknya tersebut. Ibu satu anak itu menatap adiknya kemudian menghela napas panjang.“Tempo hari, aku bertemu dengan Elive. Dia perempuan yang sangat ramah dan apa adanya. Aku suka saat dia mengeluarkan energi positif, sangat menenangkan,” ucap Jully, membuat Zavian terkejut. Ia baru tahu kalau kakaknya tersebut sudah
Zavian mengusap kepala Elive yang saat ini merebahkan tubuhnya di sofa dengan pahanya sebagai bantal. Wanita itu memejamkan mata, entah tidur atau tidak, avian hanya berusaha menenangkan wanita itu. Elive masih tidak mau bicara apapun dan Zavian tidak akan tinggal dam untuk tidak tahu menahu soal perempuan yang ia cintai.Saat merasa Elive sudah tertidur, Zavian mengangkat tubuh wanita itu perlahan dan memindahkannya ke kamar. Menutup pintu kamar kemudian merogoh saku pakaiannya. Zavian menghubungi sekretarisnya, memintanya mencari informasi yang terjadi hari ini. Begitu mendengar cerita sekretarisnya, Zavian menggenggam ponselnya erat. Ia benar-benar tidak bisa meremehkan Vanesia. Wanita itu mengincar Elive dan bukan dirinya. Vanesia pasti tahu bahwa tidak mudah mengalahkan Zavian. Jadi, wanita itu menyerang Elive yang dianggapnya lemah.“Kau salah memilih lawan, Vanes.”Zavian beranjak dari tempat duduknya saat mendengar suara dari kamar Elive. Wanita itu terbangun, menatap Zavian d
Elive berangkat ke kantor seperti biasa. Ia hendak ke ruangan miliknya saat tiba-tiba beberapa orang melihat ke arahnya. Hal itu membuat Elive heran dan segera mendekat ke arah papan pengumuman. Matanya membelalak kaget saat melihat foto-foto dirinya tampak diantar pulang oleh Zavian. Dalam foto itu terlhat seolah dirinya memaksa pria itu dan membuat semua oran melihat sinis ke arahnya.Elive mencabut foto-foto itu dengan cepat, mengabaikan para karyawan yang sudah menggunjingnya terang-terangan. Wanita itu memilih menuju ruangannya, walau ia tahu kalau hal itu tidak akan cukup membantu. Semua orang tampak menghakiminya dan Elive tidak suka. Ia bahkan belum memuai hubungannya dengan Zavian, tapi semua orang sudah ikut campur.Menghela napas panjang, Elive membiarkan karyawan lain menyindirnya. Mengatakan bahwa dirnya tidak pantas, mencurigai bahwa posisinya sekarang berkat menggoda atasan, bahkan menyimpulkan sesukanya kalau Elive masuk ke perusahaan karena bantuan orang dalam.Ia sak
Elive mengunjungi salahsatu kafe setelah pekerjaannya selesai. Ia memesan minuman dan makanan ringan. Wanita itu tengah sibuk memakan pesanannya ketika mendengar seseorang meneriakkan namanya. Saat menoleh, Elive melihat Yuan tersenyum lebar kemudian berlari ke arahnya. Elive membalas senyumannya, cukup terkejut ketika Yuan tiba-tiba memeluknya erat. Beruntung karena Elive bisa menahan beban tubuh Yuan.Elive mengangkat anak itu di sebelah kursi miliknya, menyapa sebentar pada wanita berambut pendek yang Elive duga merupakan ibu Yuan. Wanita itu tersenyum ramah ke arah Elive dan mendadak ia merasa kecil karena wanita berambut pendek itu tampak mewah.Dari pakaian dan tas yang dibawanya, Elive bisa mendua harganya sangat fantastis. Harusnya ia tidak terkejut mengingat wanita ini putri keluarga Lee. Ia menjadi salahtingkah, takut kalau sikapnya bisa menjadi bumeran dan ia harus beruruan lebih banyak dengan para orang tua ini. Padahal, sekarang saja ia sudah berhubungan dengan keluarga L
Elive keluar dari ruangannya. Perasaannya menjadi buruk setelah kejadian tadi. Ia tidak mau terlibat dengan orang-orang kaya. Belum menjadi kekasih Zavian saja, Elive sudah mendapat ancaman, apalagi jika sudah menjadi kekasihnya. Namun, sepertinya Elive hanya terlalu percaya diri. Mungkin Zavian hanya penasaran dengannya dan tidak benar-benar menyukainya. Lagipula, orang kaya seperti Zavian mana mungkin menyukai wanita biasa sepertinya.Menghela napas panjang, Elive melewati lorong, dikejutkan dengan kedatangan Zavian yang tiba-tiba. Pria itu menggenggam pergelangan tangan Elive, mengajak wanita itu ke ruangannya. Elive tidak sempat menolak, ia takut, pun ia ingin mendengarkan penjelasan Zavian tentang wanita itu. Jika boleh jujur, Elive penasaran. Setelah Zavian menutup pintu, keduanya duduk di sofa ruangan tersebut. Zavian segera membuka suara, menjelaskan pada Elive tentang Vanesia. Pria itu sesekali melihat ekspresi Elive, mencoba menebak apa yang dipikirkan wanita itu. Ia tidak
Vanesia menatap Zavian dengan kening bertaut. Ia tidak menyukai ucapan pria itu. Zavian tampak memberontak, menolak keberadaannya dan Vanesia tidak mau. Pria itu harus menurut, harus elalu diampingnya, dan menjadi miliknya apapu yang terjadi. Vanesia akan melakukan apapun agar Zavian hanya menjadi miliknya, sekalipun harus mengorbankan diri sendiri.Berdiri dari tempat duduknya, Vanesia menatap Zavian nyalang.“Kenapa kamu bicara begitu? Kamu tidak lupa kalau orang tua kita sepakat menjodohkan kita jika tidak ada pilihan untuk menjadi pasangan atau kamu tidak tertarik memiliki pasangan, bukan? Seharusnya kamu mempersiapkan diri untuk hidup bersamaku,” ucap Vanesia.“Kenapa kamu terlalu percaya diri? kenapa kalian tidak bertanya padaku apakah aku mau atau tidak. Aku berhak menolak dan kau berhak memaksa. Aku berhak memilih pasanganku sendiri, maka lakukan peranmu dan jaga batasan karena aku tidak suka saat oranglain mengusikku,” jawab Zavian lantang kemudian meninggalkan ruangannya. Ia