Bab 91Noah sudah bersemangat membawa foto-foto yang diberikan oleh si mata-mata kepercayaannya. Ia yakin, dengan bukti yang begitu banyak, maka jalan Heba akan dipermudah menuju perceraian bersama Nathan."Saya rela melakukan apa pun demi kamu, asal kamu bisa lepas dari Nathan," gumam Noah seraya mengepalkan tangan begitu kuat.Sampai di kantor, Noah langsung masuk ke dalam ruangan Heba. Wanita itu tampak sedang membereskan meja. Heba agak sedikit terkejut melihat Noah ada di dekat pintu, dan hanya berdiri tanpa ekspresi apa pun."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Heba."Saya bawa bukti yang bisa kamu pake di pengadilan," ucap Noah, seraya menyimpan sebuah amplop coklat di meja Heba.Noah benar-benar tak berbasa-basi. Menurutnya, Heba tak boleh membuang waktu untuk menyingkirkan Nathan dari hidupnya.Sementara kedua mata Heba langsung tertuju pada amplop tersebut. Jangan ditanya bagaimana debar di dadanya. Sudah pasti berdetak tak karuan. Ia tahu Noah akan membantunya, tapi sama
Bab 92"Maksud Mama apa, sih? Kenapa sampai bisa mikir sejauh itu?" tanya Luqman tak terima. Perkataan sang istri sangatlah konyol, sehingga tak bisa diterima oleh akal."Tolong jangan ngomong yang macem-macem soal anak kita! Gak mungkin Anya punya hubungan sama Nathan! Mama inget 'kan, kalau Nathan itu siapa? Dia suami Heba!" tambah lelaki paruh baya itu seraya berdecak keras.Jelas Luqman marah, dan menganggap jika Anisa telah menuduh Anya berbuat yang tidak-tidak, hanya karena Anya merekomendasikan Nathan menjadi manager di perusahaan keluarga mereka."Mama gak ada maksud buat jelekin Anya, kalau itu yang ada di pikiran Papa. Mama liat dengan mata kepala Mama sendiri, kalau Anya sama Nathan pernah pelukan di gedung apartemen!" tutur Anisa tak tahan lagi untuk menyimpan semuanya sendiri, sehingga ia berpikir harus memberitahu Luqman.Mereka harus mencegah dengan cepat, kalau ternyata asumsi Anisa soal Anya dan Nathan benar. Anisa sendiri tak terlalu memikirkan bahwa Nathan adalah su
Bab 93Mendengar suara benda jatuh di kamar mandi, membuat Diana bergegas menghampiri dan masuk ke sana. Wanita itu tersentak melihat Ratih sudah meringis tak bersuara dengan posisi telentang."Mama!" teriak Diana berusaha membantu Ratih berdiri."Sakit, Di ... badan Mama sakit," keluh Ratih tak sanggup memegangi tangan Diana yang telah diulurkan padanya.Saat hendak membantu Ratih, Diana pun kesusahan. Jelas ia tak bisa mengangkat Ratih seorang diri, lantaran tubuh ibunya yang gempal."Mama tunggu sebentar, aku mau minta tolong sama tetangga." Diana keluar dari kamar mandi, dan posisi Ratih belum berubah.Di luar rumah, Diana memanggil beberapa tetangganya yang sedang berlalu lalang, dan meminta tolong pada mereka untuk mengangkat Ratih keluar dari kamar mandi.Empat orang lelaki sudah masuk secara sukarela. Mereka gotong royong mengangkat tubuh Ratih dan memindahkannya ke kamar."Sepertinya kaki Bu Ratih keseleo, Mbak. Apa kita panggilkan tukang urut aja?""Jangan!" tolak Ratih sera
Bab 94Keadaan Ratih belum juga membaik, meski sudah satu minggu kakinya dibebat dan bolak-balik pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Akibatnya, wanita paruh baya yang satu itu tidak bisa beraktivitas seperti biasa.Semua urusan rumah dilimpahkan pada Diana. Diana sendiri awalnya tak keberatan, tapi lama-lama ia menjadi jenuh dan kesal. Pasalnya, setiap hari ada saja yang membuat Ratih mengomel panjang.Contohnya hari ini. Diana kewalahan memasak dan mengurus pakaian kotor. Pagi-pagi sekali ia harus berjibaku mencuci semua pakaian dengan tangannya sendiri, sebab mesin cuci di rumah mereka mendadak mati dan otomatis tak bisa digunakan.Saat sedang sibuk-sibuknya, Ratih malah meminta Diana untuk melayaninya setiap saat. Wanita paruh baya itu begitu manja, tak mau pergi ke dapur untuk sekedar mengambil air minum."Buruan, Di! Mama ini udah haus!" teriak Ratih dari dalam kamar.Diana mengepalkan tangan. Begitu kuat dirinya menahan emosi agar tak meledak saat itu juga. Segera
Bab 95Heba mengulum senyum, seraya menatap Nathan dengan sorot yang kentara mengejek. Sekarang lelaki itu tak bisa mengelak lagi. Heba punya bukti dan Anya sudah mengaku. Yang jelas, Nathan merasa sangat malu. Wajahnya memerah padam."Kamu ngapain di sini, Nya?" tanya Nathan."Nya?" Anya tertawa mendengar Nathan menyebutnya seperti itu. "Kenapa kamu gak berani manggil aku sayang di depan istri kamu, Mas?"Sekali lagi Nathan mati kutu. Jelas ia merasa sangat tertekan, dengan keadaan di mana dirinya harus berhadapan dengan dua wanita sekaligus."Kamu bilang dong sama dia, kalau hubungan kita memang udah jauh banget!" desak Anya. Sesekali ia menatap Heba yang sekarang tak menunjukkan ekspresi apa pun."Kok kamu mau sih, Kak, punya hubungan sama Mas Nathan?" Kali ini Heba yang bertanya. "Dia itu gak bisa menafkahi aku dengan baik, selalu mengutamakan Mama Ratih dalam segala hal. Kamu gak gak takut, kalau kamu akan mengalami hal yang sama seperti aku?"Anya langsung tertawa. Tawa yang jel
Bab 96Heba sudah berpikir berulang kali, kalau ia akan segera membeberkan perselingkuhan Nathan pada orang-orang terdekatnya, dan Heba memutuskan, Anisa adalah orang pertama yang harus tahu semua kebenaran itu dari mulutnya sendiri.Sampai di rumah Luqman, Heba merasakan jantungnya berpacu sangat cepat. Pastinya akan ada berbagai macam reaksi yang ia terima dari Anisa dan Luqman.Tiba-tiba Heba menggelengkan kepala, saat muncul satu pikiran kalau ia harus berbalik dan menunda semuanya."Mau turun sekarang, Ba?" tanya Noah, setelah mereka hanya diam saja di mobil selama beberapa saat.Heba mengerjap pelan, kemudian menganggukkan kepala. "Iya, Pak. Saya mau ditemani ke dalam. Boleh?""Ayo, saya temani kamu sampai semuanya tuntas," jawab Noah menyetujui dan keluar dari mobil lebih dulu.Heba pun ikut keluar dan mengetuk pintu. Berbeda dari biasanya, kali ini yang membuka pintu adalah Luqman. Jelas Heba terkejut dan sedikit tak menyangka."Pagi, Pa," sapa Heba berusaha menarik senyum di
Bab 97Anya tersungkur karena tamparan dari sang ayah begitu kuat. Ia memegang pipinya, merasakan ada rasa panas dan terbakar di saat yang sama. Kepala Anya juga terasa cukup pusing, sehingga ia kepayahan saat hendak berdiri."Kurang ajar kamu, Nya!" teriak Luqman mengecam Anya.Wanita itu masih tidak mengerti apa yang terjadi. Dalam hidupnya, ini adalah kali pertama ia mendapatkan tamparan dari Luqman. a yang salah? Anya tak tahu."Papa ini kenapa?" tanya Anya dengan kedua mata melotot, yang sudah menyimpan banyak air mata. "Kenapa aku ditampar?"Anya jelas tak terima. Hatinya begitu sakit mendapatkan perlakuan seperti ini dari Luqman. Sementara Luqman sendiri mengepalkan tangan. Kalau ia menuruti emosinya, sudah pasti Anya akan habis di tangannya sendiri."Kamu jadi selingkuhan Nathan, Nya?" tanya Luqman begitu tajam. "Apa gak ada laki-laki lain yang bisa kamu perjuangkan?"Anya terkejut. Dari mana Luqman tahu soal ini? Apakah Heba sudah datang lebih dulu ke rumah dan membocorkan se
Bab 98Usai mendapatkan penanganan dari dokter beberapa saat lalu, Anisa pun telah mendapatkan kesadarannya. Wanita paruh baya itu memijat kepala, segera menggeleng saat Luqman menyodorkan bubur untuknya."Makan dulu, Ma, biar Mama ada tenaganya," ucap Luqman lembut. Ia prihatin dengan kondisi sang istri.Melihat Anisa yang langsung tak sadarkan diri atas berita yang disampaikan oleh Heba, itu artinya Anisa memang sangat menyayangi Anya. Maka dari itu, Luqman melayani istrinya dengan sepenuh hati."Mama gak selera, Pa," gumam Anisa. Jangankan membuka mulut untuk mengunyah, melihat bubur di dalam mangkuk saja sudah membuat Anisa agak mual."Nanti Mama makan sendiri kalau udah laper," tambahnya agar Luqman tidak memaksa."Ya udah, sekarang Mama istirahat dulu. Biar Papa hubungi temen-temen Mama, kalau Mama gak jadi ikut."Sebelum Luqman beranjak, Anisa menahan lengannya terlebih dulu. "Anya udah pulang?" tanyanya."Belum," jawab Luqman berbohong. Ia tak mau menceritakan kalau dirinya se
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat