Bab 81"Mbak tenang dulu, Mbak," bujuk Nathan yang sudah berjongkok demi menenangkan sang kakak."Gimana Mbak bisa tenang, Than? Uang puluhan juta itu udah hilang!" teriak Diana mendramatisir keadaan.Di ambang pintu, Nicky mengulum senyum melihat akting Diana yang begitu hebat. Tak sia-sia dirinya menghasut. Nicky yakin, kalau rencananya akan berhasil."Kita bisa usut orangnya kok, Mbak. Jangan khawatir, aku pasti bantuin sampai masalah ini selesai." Nathan berkata pelan, merasa iba pada Diana.Sementara Diana menepis tangan Nathan yang mencoba untuk meraihnya. Satu hal yang dilakukan oleh Diana secara konsisten adalah menangis dan terus meracau soal uang.Nathan pun bingung, lantaran ia tahu uang untuk membuat butik itu adalah uang yang dipinjamkan oleh Anya. Oleh karena itu, Nathan segera menghubungi Anya untuk memberi tahu semuanya.Lelaki itu pun keluar dari kamar Diana, dengan ponsel yang sudah menempel di telinga kanan."Halo, Sayang, maaf banget aku gak ngabarin kamu lebih dul
Bab 82Malam harinya setelah Anya dan Nathan telah pulang, Nicky pun benar-benar bersorak heboh. Wanita itu tak henti berjingkrak bahagia karena semua rencana sudah berjalan sesuai dengan bayangannya."Tuh 'kan, aku bilang juga apa, Mas Nathan sama Mbak Anya pasti percaya sama kita!" Wanita muda yang satu itu begitu jumawa. Ia sampai mengibaskan rambutnya yang panjang dan bergelombang cantik.Satu rencana telah berhasil, dan ia akan merancang rencana lainnya."Kamu beneran jago, Ky! Mbak aja deg-degan setengah mati, waktu Mbak bohong di depan Nathan sama Anya!" Diana ikut memekik dan memegang debar dada yang masih berpacu amat cepat.Bayangkan saja, seharian ini ia harus menangis, demi membuat Nathan dan Anya percaya. Untung saja semuanya berhasil, sehingga sekarang, Diana merasa lega."Mbak harus kasih aku uang, karena aku udah bebasin Mbak dari hutang itu. Gimana?" tawar Nicky sedikit menuntut.Tanpa keraguan sedikit pun, Diana langsung mengangguk. "Kamu tenang aja, Ky. Kalau dipake
Bab 83"Gak apa-apa kalau gagal sekarang, seenggaknya kamu udah nyoba," ucap Noah turut bergabung di sofa. Lelaki itu menatap lembut. Inginnya menghampiri Heba dan mengusap kepalanya. Namun, Noah sadar ia tak akan pernah bisa menyentuh wanita yang satu itu. Heba begitu menjaga dirinya dengan baik.Andai saja ia melakukan hal tersebut dengan lancang, maka ia yakin kalau tamparan Heba akan mendarat di pipinya. Menggeleng kepala, Noah berusaha mengusir segala macam pikiran yang ada di kepalanya."Iya, Ba, nggak apa-apa kok, nanti kamu bisa nyoba lagi lain kali." Kamila pun ikut berkata dan mengusap punggung Heba.Kamila tahu bahwa kekecewaan yang dirasakan oleh Heba begitu besar. Sejak tadi pagi, sahabatnya itu sudah sangat bahagia dan tak sabar ingin makan malam dengan Anisa.Akan tetapi, sayang sekali kebahagiannya harus tersendat lantaran Anisa langsung memberikan penolakan. Kamila terus berucap agar Heba tak bersedih."Mama nolak ajakanku, karena Papa Luqman mau beliin Mama mobil,"
Bab 84Mendapatkan tatapan heran, sekaligus pertanyaan dari dua wanita di depannya membuat Noah gelagapan. Lelaki itu baru sadar, jika dirinya telah membuka kartu, yang selama ini harusnya ditutup rapat."Bisa dijelaskan, Pak, supaya saya gak bingung," pinta Heba menuntut Noah agar kembali membuka suara."Saya juga butuh jawaban, Pak!" Kamila ikut bicara, sebab ia pun tak tahu sejak kapan Noah menyuruh orang untuk mengikuti Nathan dan Anya."Saya ...." Mendadak saja Noah kehilangan kalimat. Ia menggaruk tengkuk. Mustahil lari, karena Heba dan Kamila masih menatapnya serius."Begini," kata Noah membenahi posisi duduk. "Kamu inget, kita pernah ketemu di minimarket waktu kamu masih kerja di toko Bu Rani?" tanyanya pada Heba.Terlebih dahulu Heba mengingat-ingat dan segera mengangguk, saat momen di sore yang mendung itu akhirnya hinggap di kepala."Nah, saya mulai mengikuti Nathan dari sana, karena saya denger dia memarahi kamu saat di rumah," tutur Noah yang kali ini sangat jujur.Heba t
Bab 85Pagi hari sekali Ratih sudah mempersiapkan diri untuk berakting di depan Anya dan Nathan. Wanita paruh baya itu sampai memasang koyo di dua pelipisnya, juga membalur bagian punggung dan perut dengan minyak angin."Udahlah, Ky, jangan kebanyakan!" protes Ratih saat Nicky ingin kembali mengoleskan minyak angin yang sudah berpindah ke tangannya."Biar dramatis, Ma," timpal Nicky sudah tak sabaran."Ini 'kan cuma mau telfon Nathan aja." Ratih menepis tangan Nicky, yang masih saja bersikeras ingin mengolesi punggungnya dengan minyak angin.Nicky memutar bola mata, kemudian berkata, "kita harus antisipasi, barangkali Mas Nathan langsung ke sini waktu denger Mama sakit. Kalau nanti Mama kelihatannya biasa-biasa aja, Mas Nathan sama Mbak Anya gak bakalan percaya!"Perkataan Nicky benar, maka dari itu Ratih tak bisa menolak saat minyak angin itu kembali dioleskan ke punggungnya."Mana Diana? Suruh dia siap-siap juga!" titahnya."Mama tenang aja, Mbak Diana bakalan akting buat ngurung di
Bab 86Saat Nathan dan Anya telah keluar dan berlalu dengan mobil mereka, barulah Ratih beranjak dari tempat tidurnya. Wanita paruh baya itu menyusul Nicky yang masih ada di ruang depan.Tanpa kata, ia langsung merebut uang yang ada di tangan Nicky dengan gerakan kasar. Nicky sendiri langsung terkejut dan melotot ketika uangnya raib begitu saja."Mama ini apaan, sih!" sentak Nicky terima."Eh, ini tuh uang buat Mama, ya! Anya ngasih uang ini buat Mama berobat dan beli makanan yang Mama mau!" timpal Ratih menjauhkan uang tersebut dari jangkauan Nicky, agar tak direbut kembali.Jelas-jelas ia mendengar semua perkataan Anya saat di kamar tadi. Kalau sudah begitu, maka Ratih berpikir kalau uang itu memang diberikan Anya khusus untuknya."Ya gak bisa gitu dong, Ma!" Nicky berusaha merebut, tetapi Ratih segera menghindar.Diana bergegas keluar saat mendengar keributan itu. Dia berkacak pinggang, menatap ibu dan adik bungsunya memperebutkan uang yang diberi oleh Anya."Mama sama Nicky ini ke
Bab 87Anya dan Nathan saling pandang. Bahkan lelaki yang asalnya berdiri di sebelah Anya itu sudah bergeser dan mundur ke belakang, agar Luqman bisa masuk lebih dulu ke dalam lift. Dalam hati Nathan mengeluh, lantaran ia masih tidak berani berhadapan dengan Luqman secara langsung. sementara Anya sendiri memberikan kode agar kekasihnya bersikap biasa saja dan tak terlalu tegang."Tadi aku ketemu sama Mas Nathan di jalan. Iya 'kan, Mas?" Anya kembali memberikan isyarat agar Nathan mengikuti segala arahannya."Oh, iya, betul itu, Pak Luqman. Tadi mobil saya mogok, dan untungnya ada Bu Anya yang lewat. Jadi setelah saya menghubungi bengkel, saya ikut dengan Bu Anya." Nathan begitu sopan dan memanggil formal dua orang di depannya.Jika tengah berada di kantor, ia pun sadar diri dengan posisinya. Apalagi luqman ini hanyalah ayah tiri bagi Heba. Jadi ia begitu sungkan, dan Anya tak suka dengan cara Nathan yang sepertinya itu.Harusnya Nathan bisa lebih rileks, karena Luqman bukanlah orang
Bab 88Selama berjam-jam, Heba ada di ruangannya untuk menyusun materi yang akan disampaikan Noah pada pertemuan di luar perusahaan. Sementara atasannya itu tengah bekerja bersama Yuriko. Heba memanfaatkan waktu sebaik mungkin.Wanita yang satu itu merasa lebih lega, karena ia tak harus selalu mengikuti Noah. Setidaknya untuk hari ini, Heba bisa sedikit leluasa. Hingga saat jam makan siang tiba, Heba berinisiatif untuk datang ke ruangan atasannya. Barangkali Noah tak akan pergi ke luar dan menginginkan sesuatu untuk disantap.Akan tetapi, saat tiba di sana, Heba tidak menemukan Noah di ruangan itu."Apa Pak Noah masih ada meeting?" tanyanya bingung. Kemudian Heba mengecek jadwal di ponsel miliknya. Di sana tertera, kalau seharusnya Noah meninggalkan ruang meeting setengah jam yang lalu."Pak Noah ke mana, ya? Bukannya tadi bilang dia mau makan siang bareng? Apa aku salah tangkap?" Heba masih bertanya-tanya.Biasanya jika memang ingin pergi keluar, maka atasannya itu akan memberitahu.
Bab 134Memaafkan dan memilih melanjutkan hidup, adalah pilihan terbaik bagi Heba dan Noah. Semenjak datang ke rumah Anisa dua bulan lalu, hubungan mereka sudah semakin membaik. Perlahan tapi pasti, Luqman juga sudah bersedia untuk ditemui, meski pertemuan itu sendiri harus selalu diadakan di rumahnya.Soal Anya dan Nathan, mereka belum resmi bercerai. Anya yang sudah mendapatkan kewarasannya, mengatakan kalau ia memang sangat mencintai Nathan dan tak bisa melepaskan lelaki itu, meski Nathan sudah menghujaninya dengan berbagai macam pengkhianatan.Tak ada satu pun yang bisa membuat Anya berubah pikiran, termasuk Heba yang sempat datang ke rumah sakit jiwa untuk menjenguk kakak tirinya. Di sana, Anya malah berkata kalau Heba tak boleh mengurusi hidupnya. Maka dari itu, Heba tak pernah menemui Anya secara langsung, dan hanya menanyakan bagaimana kondisi perempuan itu melalui perawat.Sementara untuk rumah tangga Heba sendiri, semuanya berjalan lancar. Heba tengah menikmati hari-hari men
Bab 133"Kita ke rumah Mama Anisa sekarang," ucap Noah setelah Heba menceritakan ulang apa yang dikatakan oleh Anisa barusan."Tapi, Mas, gimana sama kita berdua?" tanya Heba bingung dan tak enak hati.Bukan hal yang aneh bagus kalau mereka sampai keluar dari hotel tengah malam begini. Apa kata orang? Semua orang yang melihat keduanya meninggalkan hotel dengan langkah tergesa, pasti akan berpikir macam-macam. Heba tak mau keluarga suaminya mendapatkan pandangan buruk karena masalah yang tengah dihadapi oleh Anisa."Masih ada malam-malam selanjutnya untuk kita berdua," jawab Noah dengan senyum.Noah berlalu, mengambilkan baju hangat serta sehelai kerudung untuk dikenakan oleh sang istri. Sementara itu, Heba masih diam di tempat. Ia tak mau merepotkan, tetapi mustahil juga andai dirinya pergi seorang diri ke rumah Anisa untuk melihat apa yang terjadi di sana."Ayo, Sayang," ajak Noah menggenggam hangat tangan sang istri, sehingga Heba mengangguk dan mengikuti langkah suaminya.Berjalan
Bab 132Kebaya putih gading yang dilengkapi dengan kerudung serta untaian bunga melati, berhasil membuat penampilan Heba begitu memukau. Heba tampil sangat cantik dan manglingi, membuat Kamila tak henti memotret sahabatnya dari berbagai sudut."Udahlah, Mil, aku malu," gumam Heba seraya menatap ke sekeliling yang diisi oleh seorang fotografer dan dua staf wedding organizer, serta seorang MUA yang memang disewa oleh Heba untuk mempercantik dirinya di hari paling membahagiakan ini."Sorry, Ba, aku gak bisa berhenti, habisnya kamu cantik banget!" Kamila kembali mengangkat layar ponselnya dan mengarahkan benda tersebut ke wajah Heba, kemudian kembali memotretnya.Jika disimak lebih jauh, Kamila ini memang sangat heboh dan tampak lebih sibuk dari sang fotografer. Heba sampai menggelengkan kepala. Kendati sudah meminta agar Kamila duduk saja, tetapi sahabatnya itu tak mendengar sama sekali.Kamila baru bisa duduk dengan tenang, saat pembawa acara di ballroom hotel meminta Noah untuk duduk d
Bab 131Suara tangis bayi mengakhiri perjuangan Anya yang sejak tadi mengikuti instruksi dari dokter yang membantu persalinannya. Perempuan itu memejamkan mata, merasakan lelah luar biasa karena ia telah melalui proses persalinan secara normal.Ya, Anya sejak awal kehamilan, Anya sudah bersikeras ingin melahirkan bayinya dengan cara normal, lantaran ia berpikir dirinya bisa dianggap sebagai seorang ibu sepenuhnya, jika menempuh cara tersebut. Padahal, proses apa pun yang dilalui oleh seorang ibu, tak bisa dibandingkan satu sama lain. Baik normal maupun caesar, keduanya sama-sama mempertaruhkan nyawa.Sementara di luar ruangan, Nathan sudah menunggu dengan perasaan sangat cemas. Ia tak bisa masuk ke dalam lantaran tak akan kuasa melihat banyak darah. Lelaki itu hanya menunggu seorang diri dengan sedikit rasa kesal, lantaran Ratih dan kedua saudaranya tak kunjung datang ke rumah sakit.Nathan telah berdiri. Ia ingin melihat bagaimana anaknya yang baru saja lahir. Sejenak ia mengintip, d
Bab 130Tinggal di sebuah rumah besar adalah kebahagiaan untuk Ratih dan keluarganya. Harapan mereka menjadi kenyataan. Berkat naiknya Nathan menjadi pemegang perusahaan, kehidupan mereka pun berubah secara drastis.Sekarang, Ratih dan dua anaknya tinggal di sebuah rumah yang letaknya berada di perumahan elit. Tak ada tetangga julid, tak ada tatapan iri, dan itu membuat Ratih semakin jumawa."Hari ini aku mau ke luar kota, Ma," ucap Diana pada sang ibu."Mau ngapain lagi? Kamu baru aja pulang," sahut Ratih menatap curiga pada putri sulungnya.Diana sering mengatakan kalau ia tengah mencoba untuk menjalin bisnis dengan temannya yang kaya raya. Sudah berbulan-bulan Diana sering pergi ke luar kota dengan alasan serupa, tetapi tak ada satu pun hasil yang terlihat dari kerja kerasnya itu.Ya, Diana membohongi ibunya. Ia tak pergi ke luar kota, melainkan malah bergabung dengan teman-teman barunya di sebuah klub malam. Di sana, Diana menghamburkan uangnya demi menyenangkan beberapa lelaki ya
Bab 129Seorang perempuan melihat datar kepergian Noah dan keluarganya dari rumah Anisa. Perempuan itu kemudian menutup kasar gorden panjang nan tebal, menyebabkan kamarnya menjadi temaram, padahal hari masih sore dan matahari masih menampakkan cahaya di atas langit."Heba udah bahagia," gumamnya seakan tak terima atas lamaran adik tirinya.Semua hantaran yang dibawa oleh orang tua Noah, jelas membuat Anya merasa iri. Dulu saat Nathan melamar dirinya, lelaki itu memang membawa banyak sekali barang mahal, tetapi uangnya berasal dari kantong Anya."Kenapa nasib Heba bisa jauh lebih baik daripada aku?" tanya Anya seraya hilir mudik di kamarnya.Tak seorang pun yang tahu, kalau rumah tangganya dengan Nathan kerap diterpa oleh ujian yang tak ada habisnya. Di awal pernikahan, sikap Nathan sangat baik dan lembut. Lelaki itu memenuhi semua keinginan Anya tanpa terkecuali.Akan tetapi, setelah Nathan memegang penuh perusahaan milik Luqman, suaminya itu menjadi dingin dan ketus. Nathan juga ser
Bab 128Shanti dan Pratama kebingungan melihat putra semata wayang mereka terus mengukir senyum sejak masuk ke dalam rumah. Dua paruh baya itu sampai saling pandang dan sama-sama mengerutkan kening."Aku punya kabar bahagia," ucap Noah setelah duduk di depan kedua orang tuanya.Gambaran bahagia itu memang terlihat jelas dan mampu mengalihkan semua kebiasaan Noah. Anak lelaki mereka tiba-tiba duduk tanpa mengucap salam atau mencium tangan, membuat Shanti dan Pratama kembali saling pandang."Kabar bahagia apa? Soal perusahaan?" tanya Pratama penasaran."Bukan, Pa," jawab Noah tak langsung menjelaskan semuanya, karena ia malah tertawa salah tingkah."Kenapa, sih? Jangan bikin Mama sama Papa penasaran," tegur Shanti sambil berdecak tak sabaran."Heba suka sama aku, dan dia bilang mau nikah sama aku," ungkap Noah, benar-benar tak bisa menghentikan senyum di bibirnya."Kamu serius?" Shanti adalah orang pertama yang memberikan reaksi terkejut. Perempuan paruh baya itu sampai terkesima dan be
Bab 127Tawaran dari Noah berhasil membuat jantung Heba seakan hendak meledak. Perempuan itu mendadak diam, tetapi kedua matanya melirik Noah sesekali.Menikah? Tawaran itu bukan sesuatu yang mudah untuk diangguki dalam hitungan detik. Sebelumnya, Heba punya pengalaman buruk soal pernikahan. Perempuan itu tentu tak mau sembarangan lagi. Semuanya harus dipikirkan baik-baik."Maaf, Pak, apa boleh saya kasih jawaban nanti?" tanya Heba takut-takut."Boleh," jawab Noah seraya mengangguk lagi, kemudian lelaki itu kembali mengemudikan mobilnya.Noah mengantar Heba dengan selamat sampai ke rumah. Turun dari mobil usai berpamitan dan mengucapkan terima kasih, lebih dulu Heba memastikan mobil Noah menjauh dari area rumahnya. Barulah setelah itu, ia masuk ke dalam rumah dengan langkah tergesa."Aku harus kasih tau Kamila!" ucap Heba terburu-buru mengambil ponselnya di dalam tas, dan menghubungi Kamila saat itu juga."Mil!" panggilnya setelah panggilan mereka terhubung.Di toko yang masih ramai o
Bab 126Noah menghentikan langkah. Barusan itu, kalimat yang keluar dari mulut Kamila terdengar oleh kedua telinganya. Noah mematung, mulai bertanya-tanya mengapa ia tak tahu kalau Heba sempat merasa cemburu pada perempuan yang datang kepadanya?Tatapan lelaki itu tertuju lurus, dan Heba sadar akan hal tersebut. Heba mengeluh, dan menoleh pada Kamila seraya melayangkan tatapan protes. Dari tatapannya itu, harusnya Kamila sadar, kalau saat ini Heba tengah kesal padanya.Akan tetapi, Kamila malah mengangkat bahu seolah-olah ia tak salah. Kamila tak bermaksud bicara di depan Noah tentang semuanya. Namun, kalau sampai atasan mereka mendengar, ya itu namanya sudah takdir."Gara-gara kamu, nih!" Heba berkata tanpa suara.Heba berdeham dan menarik senyum saat Noah berdiri di hadapannya dan Kamila. Sebisa mungkin Heba bersikap seolah tak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka."Siang, Pak, gimana pendapat Bapak soal toko saya sama Kamila?" tanya perempuan itu, benar-benar berusaha mengalih