Bab 85Pagi hari sekali Ratih sudah mempersiapkan diri untuk berakting di depan Anya dan Nathan. Wanita paruh baya itu sampai memasang koyo di dua pelipisnya, juga membalur bagian punggung dan perut dengan minyak angin."Udahlah, Ky, jangan kebanyakan!" protes Ratih saat Nicky ingin kembali mengoleskan minyak angin yang sudah berpindah ke tangannya."Biar dramatis, Ma," timpal Nicky sudah tak sabaran."Ini 'kan cuma mau telfon Nathan aja." Ratih menepis tangan Nicky, yang masih saja bersikeras ingin mengolesi punggungnya dengan minyak angin.Nicky memutar bola mata, kemudian berkata, "kita harus antisipasi, barangkali Mas Nathan langsung ke sini waktu denger Mama sakit. Kalau nanti Mama kelihatannya biasa-biasa aja, Mas Nathan sama Mbak Anya gak bakalan percaya!"Perkataan Nicky benar, maka dari itu Ratih tak bisa menolak saat minyak angin itu kembali dioleskan ke punggungnya."Mana Diana? Suruh dia siap-siap juga!" titahnya."Mama tenang aja, Mbak Diana bakalan akting buat ngurung di
Bab 86Saat Nathan dan Anya telah keluar dan berlalu dengan mobil mereka, barulah Ratih beranjak dari tempat tidurnya. Wanita paruh baya itu menyusul Nicky yang masih ada di ruang depan.Tanpa kata, ia langsung merebut uang yang ada di tangan Nicky dengan gerakan kasar. Nicky sendiri langsung terkejut dan melotot ketika uangnya raib begitu saja."Mama ini apaan, sih!" sentak Nicky terima."Eh, ini tuh uang buat Mama, ya! Anya ngasih uang ini buat Mama berobat dan beli makanan yang Mama mau!" timpal Ratih menjauhkan uang tersebut dari jangkauan Nicky, agar tak direbut kembali.Jelas-jelas ia mendengar semua perkataan Anya saat di kamar tadi. Kalau sudah begitu, maka Ratih berpikir kalau uang itu memang diberikan Anya khusus untuknya."Ya gak bisa gitu dong, Ma!" Nicky berusaha merebut, tetapi Ratih segera menghindar.Diana bergegas keluar saat mendengar keributan itu. Dia berkacak pinggang, menatap ibu dan adik bungsunya memperebutkan uang yang diberi oleh Anya."Mama sama Nicky ini ke
Bab 87Anya dan Nathan saling pandang. Bahkan lelaki yang asalnya berdiri di sebelah Anya itu sudah bergeser dan mundur ke belakang, agar Luqman bisa masuk lebih dulu ke dalam lift. Dalam hati Nathan mengeluh, lantaran ia masih tidak berani berhadapan dengan Luqman secara langsung. sementara Anya sendiri memberikan kode agar kekasihnya bersikap biasa saja dan tak terlalu tegang."Tadi aku ketemu sama Mas Nathan di jalan. Iya 'kan, Mas?" Anya kembali memberikan isyarat agar Nathan mengikuti segala arahannya."Oh, iya, betul itu, Pak Luqman. Tadi mobil saya mogok, dan untungnya ada Bu Anya yang lewat. Jadi setelah saya menghubungi bengkel, saya ikut dengan Bu Anya." Nathan begitu sopan dan memanggil formal dua orang di depannya.Jika tengah berada di kantor, ia pun sadar diri dengan posisinya. Apalagi luqman ini hanyalah ayah tiri bagi Heba. Jadi ia begitu sungkan, dan Anya tak suka dengan cara Nathan yang sepertinya itu.Harusnya Nathan bisa lebih rileks, karena Luqman bukanlah orang
Bab 88Selama berjam-jam, Heba ada di ruangannya untuk menyusun materi yang akan disampaikan Noah pada pertemuan di luar perusahaan. Sementara atasannya itu tengah bekerja bersama Yuriko. Heba memanfaatkan waktu sebaik mungkin.Wanita yang satu itu merasa lebih lega, karena ia tak harus selalu mengikuti Noah. Setidaknya untuk hari ini, Heba bisa sedikit leluasa. Hingga saat jam makan siang tiba, Heba berinisiatif untuk datang ke ruangan atasannya. Barangkali Noah tak akan pergi ke luar dan menginginkan sesuatu untuk disantap.Akan tetapi, saat tiba di sana, Heba tidak menemukan Noah di ruangan itu."Apa Pak Noah masih ada meeting?" tanyanya bingung. Kemudian Heba mengecek jadwal di ponsel miliknya. Di sana tertera, kalau seharusnya Noah meninggalkan ruang meeting setengah jam yang lalu."Pak Noah ke mana, ya? Bukannya tadi bilang dia mau makan siang bareng? Apa aku salah tangkap?" Heba masih bertanya-tanya.Biasanya jika memang ingin pergi keluar, maka atasannya itu akan memberitahu.
Bab 89"Kamu tau soal itu gak, Ba?" tanya Kamila pada Heba.Heba lekas menggeleng. "Aku sama sekali gak tau, Mil. Bahkan aku baru sadar, kalau mobil yang dipake Mas Nathan itu punyanya Kak Anya. Gak mungkin Mas Nathan beli mobil baru.""Mobil?" Kamila mengerutkan kening.Heba menjelaskan peristiwa saat ia mengamuk di rumah Ratih dengan sejelas-jelasnya, membuat Kamila langsung berdecak kagum atas keberanian Heba."Kalau Kak Anya sampai ngasih mobil itu, gak akan heran kalau dia juga pasti memperjuangkan Mas Nathan biar bisa naik jabatan," papar Heba mengeluarkan asumsi yang ada di kepalanya."Selama bertahun-tahun kerja di perusahaan Papa Luqman, Mas Nathan itu cuma jadi karyawan biasa yang gak menonjol. Dia juga gak deket sama Papa Luqman. Jadi, ya ... menurutku, ada peran Kak Anya kenapa Mas Nathan bisa mendadak naik jabatan jadi manager.""Udah jelas, sih itu!" timpal Kamila hampir melemparkan sedotan di dalam gelas.Jelas sekali ia merasa gemas. Rupanya Nathan sangat pandai memanf
Bab 90"Nya, ngapain kamu berduaan di sini sama Nathan?" tanya Anisa pada akhirnya.Obrolan antara Anya dan Nathan pun langsung terhenti, dan mereka berdua kompak mendongak. Keduanya sama-sama tertegun melihat kehadiran Anisa.Mengapa wanita paruh baya itu bisa ada di sini?Anya gelagapan. Tak menyangka bisa bertemu dengan ibu sambungnya. Ia mengeluh dalam hati mengapa tak memperhatikan situasi sekitar. Karena terlalu senang, Anya sampai mengabaikan fakta, bahwa hubungannya dengan Nathan masih belum boleh diketahui oleh siapa pun, kecuali oleh keluarga Nathan sendiri."Nya? kamu gak mau jawab pertanyaan dari Mama?" Anisa sampai menatap serius pada Anya yang hanya diam saja."Maaf, Ma, aku yang ngajakin Anya ke sini buat traktir dia malam malam." Nathan mendahului Anya yang hendak membuka suara.Lelaki yang sudah punya jabatan baru itu beranggapan, kalau ia berhak bersuara karena sudah berada di posisi yang hampir setara dengan Anya. Nathan juga ingin menunjukkan pada ibu mertuanya ini
Bab 91Noah sudah bersemangat membawa foto-foto yang diberikan oleh si mata-mata kepercayaannya. Ia yakin, dengan bukti yang begitu banyak, maka jalan Heba akan dipermudah menuju perceraian bersama Nathan."Saya rela melakukan apa pun demi kamu, asal kamu bisa lepas dari Nathan," gumam Noah seraya mengepalkan tangan begitu kuat.Sampai di kantor, Noah langsung masuk ke dalam ruangan Heba. Wanita itu tampak sedang membereskan meja. Heba agak sedikit terkejut melihat Noah ada di dekat pintu, dan hanya berdiri tanpa ekspresi apa pun."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Heba."Saya bawa bukti yang bisa kamu pake di pengadilan," ucap Noah, seraya menyimpan sebuah amplop coklat di meja Heba.Noah benar-benar tak berbasa-basi. Menurutnya, Heba tak boleh membuang waktu untuk menyingkirkan Nathan dari hidupnya.Sementara kedua mata Heba langsung tertuju pada amplop tersebut. Jangan ditanya bagaimana debar di dadanya. Sudah pasti berdetak tak karuan. Ia tahu Noah akan membantunya, tapi sama
Bab 92"Maksud Mama apa, sih? Kenapa sampai bisa mikir sejauh itu?" tanya Luqman tak terima. Perkataan sang istri sangatlah konyol, sehingga tak bisa diterima oleh akal."Tolong jangan ngomong yang macem-macem soal anak kita! Gak mungkin Anya punya hubungan sama Nathan! Mama inget 'kan, kalau Nathan itu siapa? Dia suami Heba!" tambah lelaki paruh baya itu seraya berdecak keras.Jelas Luqman marah, dan menganggap jika Anisa telah menuduh Anya berbuat yang tidak-tidak, hanya karena Anya merekomendasikan Nathan menjadi manager di perusahaan keluarga mereka."Mama gak ada maksud buat jelekin Anya, kalau itu yang ada di pikiran Papa. Mama liat dengan mata kepala Mama sendiri, kalau Anya sama Nathan pernah pelukan di gedung apartemen!" tutur Anisa tak tahan lagi untuk menyimpan semuanya sendiri, sehingga ia berpikir harus memberitahu Luqman.Mereka harus mencegah dengan cepat, kalau ternyata asumsi Anisa soal Anya dan Nathan benar. Anisa sendiri tak terlalu memikirkan bahwa Nathan adalah su
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat