Bab 9 Darah!“Kamu nggak usah masuk aja hari ini, Sayang. Mama mau ganti waktu kita kemarin, ayo kita shopping hari ini.” Anisa berbicara dengan nada lembut, apalagi dia bisa melihat wajah Anya yang lesu dan murung.“Nggak ah, Ma. Aku nggak mood,” balas Anya cepat, dia kemudian mendudukkan diri di meja makan. “Mama shopping sendiri saja, aku mau ke kantor. Mau nyibukin diri dengan bekerja, biar hilang dari pikiran aku hinaan Heba kemarin,” lanjutnya lagi.Dia meminum jus jambu yang sudah dihidangkan pelayan di atas meja, sekalipun dia tidak menoleh ke arah Anisa dan itu sukses membuat wanita yang lebih tua merasa tak enak. Dia menoleh sekilas ke arah Luqman, suaminya itu sarapan dengan tenang seolah tak mendengar pembicaraannya dengan Anya. Anisa gundah, dia takut Luqman marah karena Heba sudah bersikap kurang ajar kemarin. “Sayang, Mama mau minta maaf sama kamu atas nama Heba. Dia memang be—”“Kenapa Mama yang minta maaf?” tanya Anya dengan nada datar. “Mama cuma ngerasa—”Kalau Ma
Bab 10 Prasangka NoahHeba terbangun dengan kepala yang sangat sakit, dia nenatap ke sekeliling dengan tatapan nanar. Namun dia sama sekali tidak bisa menemukan sosok mertuanya, padahal Heba bisa mengingat dengan sangat jelas kalau dia terjatuh akibat tamparan yang diberikan oleh Ratih.Saat melihat jam di dinding Heba bisa memastikan kalau dia sudah pingsan hampir 3 jam, dan Heba mendesah lalu menangis sambil memeluk lututnya. Tega-teganya mertuanya meninggalkan dirinya sendirian dalam kondisi pingsan, dengan pintu rumah yang terbuka lebar.Bagaimana jika ada seorang penjahat yang masuk ke rumahnya? Bagaimana jika ada pencuri? Apakah mertuanya sama sekali tidak memikirkan hal tersebut? Minimal jika dia sudah berbuat jahat kepada Heba, bukankah seharusnya dia bisa bertanggung jawab dengan mengobatinya?Heba menangisi hidupnya yang terasa sangat menyedihkan, dia sama sekali tidak dianggap dan dihargai oleh keluarga suaminya. Mungkin mereka lebih memilih Heba tidak ada di dalam keluarga
Bab 11 Hasutan Ratih dan Diana“Heba bilang dia sakit, dan dia minta aku ngantar dia ke rumah sakit,” ujar Nathan sambil mendesah kesal, dia baru saja bangun tidur dan setelah melihat jam dinding dia sedikit terkejut karena ternyata sudah jam tujuh malam.Dia mendudukkan dirinya di sofa, Ratih dan Diana duduk di sofa depannya. Alih-alih berada di perusahaan, saat ini Nathan malah sedang berada di rumah Ratih. Anya tadi mengatakan kalau dia tidak masuk hari ini, dan dia menyuruh Nathan untuk rapat bersama klien dan setelah selesai rapat Anya mengatakan dia bebas untuk pulang.Punya kerabat di perusahaan benar-benar membuat Nathan senang, dia leluasa bolos karena Anya akan mengurus semuanya. Tak jarang banyak rekannya yang iri dan menginginkan posisi Nathan saat ini.“Halah, manja banget istrimu itu,” sahut Diana emosi. “Nyusahin doang kerjanya, heran aku!”“Iya, kenapa dia suka banget drama, sih? Minimal mandiri lah, jangan cuma tahunya nyusahin aja,” kata Ratih ikut bicara. Dia sama
Bab 12 Dihajar!“Aduh! Kamu apa-apaan sih, Mil?” Nathan tersungkur setelah dihantam Kamila menggunakan tasnya.Kepala Nathan pusing, walau tidak menimbulkan luka tapi tetap saja dia sekarang kesakitan. Saat dia menatap Kamila, Nathan langsung menggeram kesal saat melihat sahabat baik istrinya itu malah tertawa mengejek.“Kenapa? Sakit? Gitu doang kok, sakit, sih? Lemah banget!” ejek Kamila.“Kamu jangan semena-mena sama aku, ya. Dibaikin malah ngelunjak kamu!” Nathan menunjuk Kamila dengan wajah geram. “Dibaikin? Emangnya kamu ngasih apa ke aku?” tanya Kamila sok polos. “Yang semena-mena itu kamu! Istri sakit bukannya diantar ke rumah sakit, eh, malah cuek bebek. Gitu sifat seorang laki-laki sejati? Hah?” tanya Kamila berapi-api.“Ya elahhh, manja banget!”BUAGH!BUAGH!BUAGH!Tiga kali tas Kamila kembali berayun ke kepala Nathan hingga laki-laki itu kembali tersungkur, Kamila puas sekali. Dia tidak sudi mendaratkan tangannya di tubuh Nathan, makanya dia menggunakan tasnya. Apalagi t
Bab 13 Selingkuh?Sampai pagi Nathan tidak kunjung kembali, Heba sendirian di kamar inapnya sambil menangis dan merenungi pernikahannya yang mulai memburuk. Padahal dulu hubungannya dan Nathan baik-baik saja, dia bahkan selalu dibela oleh laki-laki itu jika Ratih atau Diana membuat masalah.Akan tetapi, sekarang semua itu hanya tinggal harapan semu Heba saja. Nathan berubah, laki-laki itu sangat berubah.“Kenapa murung?”Heba bahkan tidak menyadari kedatangan Kamila, temannya itu memakai baju santai alih-alih memakai pakaian kerja. “Kamu nggak kerja, Mil?” tanya Heba heran.“Nggak, aku udah izin sama si Bos dan beliau mengizinkan. Tumben banget,” sahut Kamila cepat.Biasanya Noah sangat sulit memberi izin jika memang tidak terlalu mendesak, Kamila juga sudah menyiapkan diri jika Noah menolak permintaannya. Namun dugaan Kamila salah besar, Noah mengizinkan dia tidak masuk kerja hari ini ketika mendengar alasannya tidak masuk adalah untuk menjaga Heba yang ternyata harus dirawat di rum
Bab 14 Hasutan!“Ughhhh, kamu bau banget, Than.”Diana menutup hidungnya saat Nathan menggaruk ketiaknya, adik kandungnya itu berdiri di sampingnya yang tengah mengambil apel di dalam kulkas.“Aku mau, Mbak. Potongin, ya. Ntar bawa ke depan, aku mau nonton tv,” ujar Nathan memberi perintah.“Enak aja kamu nyuruh-nyuruh Mbak, nggak sopan banget!” seru Diana tidak terima, akan tetapi dia tetap menuruti perintah Nathan.“Bukannya kamu ke rumah sakit tadi malam? Kenapa balik ke sini?” tanya Diana sambil meletakkan sepiring apel yang sudah dipotong.Nathan menguap sebentar, lalu mengambil apel dengan garpu yang Diana bawa serta. Setelah menelan apel itu, barulah Nathan memfokuskan pandangannya pada Diana dan menjawab pertanyaan wanita itu.“Aku tadi malam bantuin Anya, Mbak. Mobilnya mogok, makanya aku ninggalin Heba. Mau balik ke rumah sakit juga udah kemalaman, ya udahlah … aku ke sini aja,” jawab Nathan lugas.Diana mengangguk mengerti, pantas saja dia baru melihat Nathan pagi ini terny
Bab 15 Naik Jabatan“Kamu tadi malam balik ke rumah sakit, Mas?” tanya Anya dengan wajah yang sulit ditebak, Nathan yang duduk di sampingnya tidak bisa membaca raut wajah cantik itu.“Nggak, aku langsung ke rumah Mama,” sahut Nathan sambil kembali memfokuskan pandangannya ke jalanan, dia kini sedang menyetir dan harus berkonsentrasi penuh agar tidak kecelakaan.“Beneran?” Nathan mengangguk tanpa menoleh, dia melewatkan tatapan berbinar dari Anya. Wajah cantik yang dipoles makeup flawless itu semakin terlihat bersinar kini.“Iya, udah terlalu ngantuk. Makanya aku putuskan buat ke rumah Mama aja.” Nathan kembali bicara. “Tapi kayaknya nanti aku bakal ke sana, kasihan juga si Heba … nggak ada yang jaga,” gumam Nathan pelan.Akan tetapi suasana mobil yang sepi jelas saja bisa membuat Anya mendengar gumaman itu dengan sangat jelas, wajahnya cemberut dan langsung melipat kedua tangannya.“Kenapa sih, harus ke sana, Mas?” tanyanya muram.“Eh? Memangnya kenapa?” tanya Nathan kaget.“Ya, dia
Bab 16 Pulang!Heba meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat terlalu lama berbaring di brankar rumah sakit. Akhirnya, setelah berhari-hari kepalanya terasa pusing sebab terlalu banyak menghirup aroma obat-obatan, Heba akhirnya bisa kembali menghirup udara segar.“Hah?!” Heba mendesah pelan. Hatinya sedikit berdenyut nyeri. Dari awal dia masuk ke rumah sakit hingga kini sudah diperbolehkan pulang, keluarga Nathan tidak ada yang menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Jangankan menjenguk, mengirim pesan pun tidak.“Aku ke kantor dulu, ya. Maaf nggak bisa mampir,” ucap Kamila seraya memeluk Heba. Wanita itu yang menjemput Heba dari rumah sakit dan mengantarkannya sampai ke rumah. Bahkan Nathan selaku suami Heba, tidak peduli dengan istrinya sama sekali.Heba melerai pelukan dari Kamila. Bibirnya melengkungkan senyuman manis. “Harusnya aku yang bilang makasih sama kamu. Kamu harus bolak balik jadinya,” jawab Heba.Kamila melirik tajam pada Heba. Menepuk bahu Heba dengan pelan. “Santai
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat