Bab 39Selesai mengantarkan Heba pulang dengan selamat ke rumahnya, Rani pun bergegas untuk pulang ke rumah sendiri. Di sana, rupanya sudah ada Kamila yang baru kembali dari tempat kerja. Lantaran Rani masih merasa kesal dengan sikap Anya dan Anisa di toko tadi, ia langsung berniat untuk menceritakan saja semuanya agar hatinya terasa lebih lega.Rani langsung duduk di meja makan, berhubung Kamila tengah menyantap camilan sore di sana."Tadi Mama ketemu sama Bu Anisa dan Anya di toko tas," papar Rani dengan wajah masih menyimpan sedikit kekesalan."Oh, ya? Bukannya Ibu pergi sama Heba? Jadi mereka juga ketemu dong?" tanya Kamila mulai tertarik.Rani mengangguk pelan, lantas tertuturlah cerita dari mulutnya, soal bagaimana Anisa begitu condong pada Anya. Rani sungguh tak habis pikir, mengapa di dunia ini ada ibu semacam Anisa yang tidak peduli terhadap anak kandungnya sendiri."Ya begitulah, Bu. Menurutku, Heba memang perlu didukung, mengingat dia gak dapat kasih sayang dari suami sama
Bab 40"Anya gak salah nawarin aku mobil bekas?" tahya Nathan dalam hati, melirik sebentar ke arah perempuan di sebelahnya.Sebenarnya tak ada yang salah dengan tawaran itu. Hanya saja, Nathan sudah punya harapan yang lebih besar. Ia pikir Anya akan menawarkan mobil baru padanya dan meminta Nathan untuk memilih secara langsung, mengingat Anya punya banyak sekali uang dan bisa membeli apa pun dengan kedipan mata saja."Kok kamu diem, Mas?" Anya menggoyangkan lengan Natah, meminta jawaban saat itu juga.Sementara Nathan hanya mengerjap dan menggaruk tengkuk, sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia juga bingung ingin menjawab apa."Mobilku itu masih bagus, Mas, tapi kalau kamu mau beli mobil baru, ayo kita berangkat ke showroom besok siang," bujuk Anya.Nathan sudah sangat senang, karena inilah yang ia harapkan sejak tadi. Namun, tentu saja ia tak boleh langsung menganggukkan kepala. Melainkan sekarang, Nathan berpikir kalau ia harus tetap menjaga sikap. Terlihat seperti lelaki berwibaw
Bab 41"Kamu sudah tanyakan soal tawaran saya sama Heba, Mil?"Tebakan Kamila sangat tepat, maka dari itu ia memutuskan untuk keluar dari mobil selama beberapa saat agar Heba tak perlu mendengar percakapan ini."Sudah, Bos, barusan aja, dan Heba bilang mau memikirkan tawaran dari Bos terlebih dahulu," jawab Kamila jujur.Di seberang sana, Noah menghembuskan napas pelan. "Kenapa dia mau pikir-pikir dulu?""Karena Heba masih punya tanggung jawab di toko Ibu saya, Bos." Kamila kembali menjelaskan semuanya, agar Noah juga tak terus menekan dirinya untuk meyakinkan Heba.Sudah Kamila tegaskan pada diri sendiri, kalau semua keputusan harus berasal dari hati nurani Heba. Ia tak mau sahabatnya menerima pekerjaan ini, hanya karena terbebani sebab Noah yang menawarkan secara langsung."Maaf, Bos, tapi kenapa Bos tidak mencoba bicara saja sama Heba? Kebetulan saya lagi sama dia. Mau saya sampaikan langsung?""Tidak usah!" tolak Noah cepat. Di sisi lain ia ingin Heba segera menerima tawarannya da
Bab 42Niat baik sudah berada di dalam genggaman tangan Heba. Setelah pulang bekerja, ia berniat untuk datang ke rumah ibu mertuanya dan meminta maaf. Selain ingin memperbaiki hubungan buruk di antara mereka, Heba juga ingin melihat untuk yang terakhir kalinya, apakah Ratih akan melembut, atau malah bersikap semakin angkuh.Untuk memulai sebuah perubahan terhadap diri sendiri, Heba memang membutuhkan dorongan besar. Salah satu faktor yang akan membuatnya tegar dan mandiri, adalah rasa sakit hati."Kamu mau langsung pulang, Ba?" tanya Rani yang baru saja keluar dari ruangannya yang ada di lantai dua."Nggak, Bu, ini aku mau mampir dulu ke toko kue. Aku mau ke rumah Mama Ratih," jawab Heba dengan senyum.Alis kanan Rani sedikit terangkat. Ia hanya mengangguk saja dan membiarkan Heba berlalu usai berpamitan. Rani menatap punggung Heba yang telah berlalu, ia pun bergumam, "semoga gak terjadi apa-apa ya, Ba."Sama seperti Kamila, Rani akan selalu memiliki firasat buruk jika Heba kembali be
Bab 43Amarah Heba sudah naik sampai ke ubun-ubun. Ia sudah bersabar dan merendahkan diri, tapi sama sekali tak dihargai. Meminta maaf dengan hati yang tulus pun rupanya masih tak cukup di mata kakak ipar dan ibu mertuanya.Heba begitu muak sampai ia mengepalkan tangan. Sekarang ini, apa yang harus dilakukan Heba? Wanita itu memutar otak agar amarahnya bisa tersalurkan dengan baik. Tanpa pikir panjang, Heba memungut semua kue yang sudah jatuh ke tanah, dan Diana masih saja menertawakannya."Ngapain kamu memungut kue-kue itu, Ba? Apa di rumah udah gak ada makanan yang bisa masuk ke perut?" ejeknya santai.Heba mendengkus keras. Kue-kue kering ia abaikan, tapi kue bolu dengan krim di atasnya akan ia gunakan sebagai senjata.Wanita itu sudah berdiri, lantas melemparkan kue bolu di tangannya pada mobil baru yang katanya milik Nathan, di depan Diana dan Ratih."Heba!" panggil Ratih dengan suara menjerit. "Ngapain kamu itu? Kurang ajar!"Wanita paruh baya itu berang, tak tinggal diam saja d
Bab 44"Tan, kenapa mobilnya jadi begini?" Setelah sekian lama terdiam karena mencoba mencerna semuanya, akhirnya Anya bisa mengeluarkan suara untuk bertanya.Wanita itu sampai maju beberapa langkah demi melihat lebih dekat bagaimana kondisi mobil, yang khusus ia persembahkan untuk Nathan. Anya mengepalkan tangan, jelas merasa kesal karena Ratih dan Diana tak bisa memberi barang titipannya dengan baik.Anya sampai melupakan kehadiran Nathan yang sekarang sudah keluar dari mobil, dan menatap bingung pada tiga perempuan di depannya.Kalau Nathan menelaah lebih jauh, ekspresi Anya juga sangat terkejut. Itu artinya, ia sama sekali tidak tahu bahwa hal seperti ini akan terjadi."Tante?" Anya memanggil Ratih yang hanya diam saja. Ia butuh penjelasan saat ini juga.Ratih mengerjap. Awalnya ia saling sikut dengan Diana, meminta agar anak sulungnya yang menjelaskan. Namun, Diana tak punya keberanian melakukan itu, apalagi ia melihat wajah Anya tampak merah padam. Pastilah wanita itu marah besa
Bab 45Amarah yang terkungkung selama ini akhirnya bisa dilepaskan. Sungguh, Heba merasa lega. Ia malah menyesal mengapa tak dari dulu saja memberontak agar harga dirinya tak diinjak-injak.Ah, sudahlah. Sekarang Heba menghela panjang dan membuangnya secara perlahan. Heba menatap kedua tangannya yang sudah lebih dulu dibersihkan sebelum menaiki angkutan umum.Saat ini Heba tengah dikejar waktu, karena ingin cepat-cepat sampai ke perusahaan dan menerima tawaran Noah. Ia berharap lelaki yang satu itu masih menerima jawabannya."Tawaran dari Pak Noah memang lebih baik diterima. Karena aku miskin, keluarga Mas Nathan jadi semena-mena, termasuk Mas Nathan sendiri. Gimana bisa dia beli mobil baru, sementara aku gak dikasih nafkah lagi?"Hati Heba terus saja berkata. Dunia memang sangat tak adil pada wanita yang tak punya penghasilan seperti dirinya. Ia direndahkan, dianggap sebagai benalu. Padahal, sudah tanggung jawab suami memenuhi kebutuhan istri.Sampai di depan kantor, Heba tak langsun
Bab 46"Aku mau langsung pulang, Mas, soalnya Papa ngajakin makan malam di rumah dan aku harus hadir. Kamu sendiri mau balik ke rumah Tante Ratih atau pulang ke apartemen?" Anya bertanya setelah melihat ponselnya dan membuka pesan dari Luqman."Aku langsung ke apartemen aja, Nya, mau istirahat. Capek banget hari ini."Anya menatap Nathan dengan sorot penuh kasih sayang. "Maaf kejutannya gagal total, Mas. Harusnya aku kasih aja mobil itu di apartemen, supaya Heba gak tau kamu punya mobil baru.""Ini bukan salah kamu, Nya, jadi kamu gak usah minta maaf. Aku yang harusnya berterima kasih banyak karena kami ngasih aku mobil ini," ucap Nathan menerima kunci mobil miliknya dari Anya."Kamu juga gak usah berterima kasih sama aku, Mas. Mobil ini gak ada apa-apanya dibanding waktu yang udah kamu luangkan buat aku."Nathan tersenyum manis mendengar itu. Segera ia memeluk Anya tanpa ragu. Setelahnya, mereka masuk ke dalam mobil masing-masing. Anya berangkat lebih dulu lantaran Luqman sudah menel
Bab 134Memaafkan dan memilih melanjutkan hidup, adalah pilihan terbaik bagi Heba dan Noah. Semenjak datang ke rumah Anisa dua bulan lalu, hubungan mereka sudah semakin membaik. Perlahan tapi pasti, Luqman juga sudah bersedia untuk ditemui, meski pertemuan itu sendiri harus selalu diadakan di rumahnya.Soal Anya dan Nathan, mereka belum resmi bercerai. Anya yang sudah mendapatkan kewarasannya, mengatakan kalau ia memang sangat mencintai Nathan dan tak bisa melepaskan lelaki itu, meski Nathan sudah menghujaninya dengan berbagai macam pengkhianatan.Tak ada satu pun yang bisa membuat Anya berubah pikiran, termasuk Heba yang sempat datang ke rumah sakit jiwa untuk menjenguk kakak tirinya. Di sana, Anya malah berkata kalau Heba tak boleh mengurusi hidupnya. Maka dari itu, Heba tak pernah menemui Anya secara langsung, dan hanya menanyakan bagaimana kondisi perempuan itu melalui perawat.Sementara untuk rumah tangga Heba sendiri, semuanya berjalan lancar. Heba tengah menikmati hari-hari men
Bab 133"Kita ke rumah Mama Anisa sekarang," ucap Noah setelah Heba menceritakan ulang apa yang dikatakan oleh Anisa barusan."Tapi, Mas, gimana sama kita berdua?" tanya Heba bingung dan tak enak hati.Bukan hal yang aneh bagus kalau mereka sampai keluar dari hotel tengah malam begini. Apa kata orang? Semua orang yang melihat keduanya meninggalkan hotel dengan langkah tergesa, pasti akan berpikir macam-macam. Heba tak mau keluarga suaminya mendapatkan pandangan buruk karena masalah yang tengah dihadapi oleh Anisa."Masih ada malam-malam selanjutnya untuk kita berdua," jawab Noah dengan senyum.Noah berlalu, mengambilkan baju hangat serta sehelai kerudung untuk dikenakan oleh sang istri. Sementara itu, Heba masih diam di tempat. Ia tak mau merepotkan, tetapi mustahil juga andai dirinya pergi seorang diri ke rumah Anisa untuk melihat apa yang terjadi di sana."Ayo, Sayang," ajak Noah menggenggam hangat tangan sang istri, sehingga Heba mengangguk dan mengikuti langkah suaminya.Berjalan
Bab 132Kebaya putih gading yang dilengkapi dengan kerudung serta untaian bunga melati, berhasil membuat penampilan Heba begitu memukau. Heba tampil sangat cantik dan manglingi, membuat Kamila tak henti memotret sahabatnya dari berbagai sudut."Udahlah, Mil, aku malu," gumam Heba seraya menatap ke sekeliling yang diisi oleh seorang fotografer dan dua staf wedding organizer, serta seorang MUA yang memang disewa oleh Heba untuk mempercantik dirinya di hari paling membahagiakan ini."Sorry, Ba, aku gak bisa berhenti, habisnya kamu cantik banget!" Kamila kembali mengangkat layar ponselnya dan mengarahkan benda tersebut ke wajah Heba, kemudian kembali memotretnya.Jika disimak lebih jauh, Kamila ini memang sangat heboh dan tampak lebih sibuk dari sang fotografer. Heba sampai menggelengkan kepala. Kendati sudah meminta agar Kamila duduk saja, tetapi sahabatnya itu tak mendengar sama sekali.Kamila baru bisa duduk dengan tenang, saat pembawa acara di ballroom hotel meminta Noah untuk duduk d
Bab 131Suara tangis bayi mengakhiri perjuangan Anya yang sejak tadi mengikuti instruksi dari dokter yang membantu persalinannya. Perempuan itu memejamkan mata, merasakan lelah luar biasa karena ia telah melalui proses persalinan secara normal.Ya, Anya sejak awal kehamilan, Anya sudah bersikeras ingin melahirkan bayinya dengan cara normal, lantaran ia berpikir dirinya bisa dianggap sebagai seorang ibu sepenuhnya, jika menempuh cara tersebut. Padahal, proses apa pun yang dilalui oleh seorang ibu, tak bisa dibandingkan satu sama lain. Baik normal maupun caesar, keduanya sama-sama mempertaruhkan nyawa.Sementara di luar ruangan, Nathan sudah menunggu dengan perasaan sangat cemas. Ia tak bisa masuk ke dalam lantaran tak akan kuasa melihat banyak darah. Lelaki itu hanya menunggu seorang diri dengan sedikit rasa kesal, lantaran Ratih dan kedua saudaranya tak kunjung datang ke rumah sakit.Nathan telah berdiri. Ia ingin melihat bagaimana anaknya yang baru saja lahir. Sejenak ia mengintip, d
Bab 130Tinggal di sebuah rumah besar adalah kebahagiaan untuk Ratih dan keluarganya. Harapan mereka menjadi kenyataan. Berkat naiknya Nathan menjadi pemegang perusahaan, kehidupan mereka pun berubah secara drastis.Sekarang, Ratih dan dua anaknya tinggal di sebuah rumah yang letaknya berada di perumahan elit. Tak ada tetangga julid, tak ada tatapan iri, dan itu membuat Ratih semakin jumawa."Hari ini aku mau ke luar kota, Ma," ucap Diana pada sang ibu."Mau ngapain lagi? Kamu baru aja pulang," sahut Ratih menatap curiga pada putri sulungnya.Diana sering mengatakan kalau ia tengah mencoba untuk menjalin bisnis dengan temannya yang kaya raya. Sudah berbulan-bulan Diana sering pergi ke luar kota dengan alasan serupa, tetapi tak ada satu pun hasil yang terlihat dari kerja kerasnya itu.Ya, Diana membohongi ibunya. Ia tak pergi ke luar kota, melainkan malah bergabung dengan teman-teman barunya di sebuah klub malam. Di sana, Diana menghamburkan uangnya demi menyenangkan beberapa lelaki ya
Bab 129Seorang perempuan melihat datar kepergian Noah dan keluarganya dari rumah Anisa. Perempuan itu kemudian menutup kasar gorden panjang nan tebal, menyebabkan kamarnya menjadi temaram, padahal hari masih sore dan matahari masih menampakkan cahaya di atas langit."Heba udah bahagia," gumamnya seakan tak terima atas lamaran adik tirinya.Semua hantaran yang dibawa oleh orang tua Noah, jelas membuat Anya merasa iri. Dulu saat Nathan melamar dirinya, lelaki itu memang membawa banyak sekali barang mahal, tetapi uangnya berasal dari kantong Anya."Kenapa nasib Heba bisa jauh lebih baik daripada aku?" tanya Anya seraya hilir mudik di kamarnya.Tak seorang pun yang tahu, kalau rumah tangganya dengan Nathan kerap diterpa oleh ujian yang tak ada habisnya. Di awal pernikahan, sikap Nathan sangat baik dan lembut. Lelaki itu memenuhi semua keinginan Anya tanpa terkecuali.Akan tetapi, setelah Nathan memegang penuh perusahaan milik Luqman, suaminya itu menjadi dingin dan ketus. Nathan juga ser
Bab 128Shanti dan Pratama kebingungan melihat putra semata wayang mereka terus mengukir senyum sejak masuk ke dalam rumah. Dua paruh baya itu sampai saling pandang dan sama-sama mengerutkan kening."Aku punya kabar bahagia," ucap Noah setelah duduk di depan kedua orang tuanya.Gambaran bahagia itu memang terlihat jelas dan mampu mengalihkan semua kebiasaan Noah. Anak lelaki mereka tiba-tiba duduk tanpa mengucap salam atau mencium tangan, membuat Shanti dan Pratama kembali saling pandang."Kabar bahagia apa? Soal perusahaan?" tanya Pratama penasaran."Bukan, Pa," jawab Noah tak langsung menjelaskan semuanya, karena ia malah tertawa salah tingkah."Kenapa, sih? Jangan bikin Mama sama Papa penasaran," tegur Shanti sambil berdecak tak sabaran."Heba suka sama aku, dan dia bilang mau nikah sama aku," ungkap Noah, benar-benar tak bisa menghentikan senyum di bibirnya."Kamu serius?" Shanti adalah orang pertama yang memberikan reaksi terkejut. Perempuan paruh baya itu sampai terkesima dan be
Bab 127Tawaran dari Noah berhasil membuat jantung Heba seakan hendak meledak. Perempuan itu mendadak diam, tetapi kedua matanya melirik Noah sesekali.Menikah? Tawaran itu bukan sesuatu yang mudah untuk diangguki dalam hitungan detik. Sebelumnya, Heba punya pengalaman buruk soal pernikahan. Perempuan itu tentu tak mau sembarangan lagi. Semuanya harus dipikirkan baik-baik."Maaf, Pak, apa boleh saya kasih jawaban nanti?" tanya Heba takut-takut."Boleh," jawab Noah seraya mengangguk lagi, kemudian lelaki itu kembali mengemudikan mobilnya.Noah mengantar Heba dengan selamat sampai ke rumah. Turun dari mobil usai berpamitan dan mengucapkan terima kasih, lebih dulu Heba memastikan mobil Noah menjauh dari area rumahnya. Barulah setelah itu, ia masuk ke dalam rumah dengan langkah tergesa."Aku harus kasih tau Kamila!" ucap Heba terburu-buru mengambil ponselnya di dalam tas, dan menghubungi Kamila saat itu juga."Mil!" panggilnya setelah panggilan mereka terhubung.Di toko yang masih ramai o
Bab 126Noah menghentikan langkah. Barusan itu, kalimat yang keluar dari mulut Kamila terdengar oleh kedua telinganya. Noah mematung, mulai bertanya-tanya mengapa ia tak tahu kalau Heba sempat merasa cemburu pada perempuan yang datang kepadanya?Tatapan lelaki itu tertuju lurus, dan Heba sadar akan hal tersebut. Heba mengeluh, dan menoleh pada Kamila seraya melayangkan tatapan protes. Dari tatapannya itu, harusnya Kamila sadar, kalau saat ini Heba tengah kesal padanya.Akan tetapi, Kamila malah mengangkat bahu seolah-olah ia tak salah. Kamila tak bermaksud bicara di depan Noah tentang semuanya. Namun, kalau sampai atasan mereka mendengar, ya itu namanya sudah takdir."Gara-gara kamu, nih!" Heba berkata tanpa suara.Heba berdeham dan menarik senyum saat Noah berdiri di hadapannya dan Kamila. Sebisa mungkin Heba bersikap seolah tak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka."Siang, Pak, gimana pendapat Bapak soal toko saya sama Kamila?" tanya perempuan itu, benar-benar berusaha mengalih