Lily di dapur, dia bikin mie. Debat sama Doni membuat badmood, ditambah perutnya lapar. Dia taburkan bubuk cabe diatas mie siap sajinya, padahal sebelumnya juga sudah dia tambahi potongan cabe.
Santai saja dia melahap mie buatannya sambil menscrool scrool layar IG. Perlu diketahui ya, Lily ini bucin sama oppa-oppa negeri seberang. So, makanya dia gak gampang jatuh cinta. La wong standarnya aja ketinggian. Baru pas di kampus, dia ketemu Mukhtar, klepek-klepek lah dia. Katanya Mukhtar itu mirip J-hope, tapi versi jeniusnya RM. Ngaco memang.Padahal mirip aja gak. Ya, namanya udah kagum, apapun terlihat baik di matanya. Beda sama Doni, mau cowok itu seganteng pun, incaran cewek-cewek juga, dia gak peduli. Saat sedang asyik menscrol-scrol layar, eh, ponselnya berdering."Ck. Apaan sih, ganggu aja," tukasnya. Dia menekan tombol hijau. Dan langsung disambut lengkingan suara, siapa lagi kalau bukan Bila.("Woy, kampret. Lo tahu gak?")"Apaan sih, Bil. Gu"Pulang jam berapa ntar?"Lily turun dari boncengan, membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan."Ntar gue chat aja. Yang penting stay sama ponsel lo.""Oke. Jangan ngeluyur. Kalau udah selesai langsung chat."Lily tak menjawab. Cowok itu melajukan motornya, meninggalkan Lily yang menghela napas pelan."Haii cantikku. Sini... sini..."Lily menoleh, mendapati Bila yang melambaikan tangan padanya. Dia tersenyum tipis, menghampiri Bila dan Vinna."Melihatnya pake seragam SMA, jadi sadar diri, dia masih berondong. Hiks," gumam Vinna, memegangi dadanya dengan ekpresi wajah sedramatis mungkin.Lily dan Bila saling pandang, menggendikkan bahu mereka."Yuk ah, ke kelas."Mereka bertiga berjalan beriringan ke kelas.-------Brum!Seperti biasa, kedatangan motor sport hitam merupakan hal yang diidam-idamkan para siswi. Siapa lagi pengendaranya kalau bukan Doni.Meski ini sekolah STM, tapi jangan salah, tepat di belakang
"Berondong lo mana? Belum jemput?"Lily menoleh sekilas."Gak tahu nih. Ponselnya malah gak aktif," tukasnya dan mengecek ponselnya lagi."Ya udah deh. Gue tungguin sampek dia datang.""Gak papa, Bil. Pulang duluan gak papa. Paling bentar lagi dia juga nyampek kok," tukasnya."Gak ah. Gue juga lagi males pulang. Di rumah ada ponakan gue, rusuh lagi. Males-malesin,"gerutunya."Curhat mbak?""Dih, sialan lo. Tapi emang loh. Sebel banget gue sama anak kecil. Udah manja, cengeng, suka ngadu. Dia yang salah, yang dimarahin mama gue. Huh, nyebelin," rutuknya.Lily tersenyum tipis. Bila memang seperti ada dendam tersembunyi sama anak kecil. Mengkhawatirkan kalau punya anak nih. Padahal dia gak punya adek loh, anak terakhir, tapi entah kenapa benci banget sama anak kecil.Sebuah motor mendekat ke arah mereka."Lo, belum pulang?"Lily menoleh, sorot matanya berubah."Em... be-belum kak.""Nunggu jemputan apa giamana
"Astaga! Jam berapa bro?"Doni terperanjat dari tidurnya. Padahal cowok itu dari tadi molor. Bisa-bisanya langsung terjingkat."Jam setengah enam.""Hah? Ya ampun!"Doni mengambil jaketnya dan menghambur keluar. Mengendarai motornya tergesa.Sepanjang jalan dia merutuki diri karena bisa-bisanya kelupaan buat jemput Lily.Sampai di kampus, dia melongok ke sekitar. Tak ada Lily di tempat dia biasa nunggu."Aaish. Gimana sih lo, Don. Ilang gimana coba istri lo. Masak iya baru nikah udah jadi duda," decaknya. Dia merogoh sakunya. Dan sialnya ponselnya gak ada."Ck. Pakek ketinggalan di rumah Bram lagi. Sial!"Dia melihat ada pak satpam kampus yang sedang keliling."Woy, pak!"Pak satpam itu menoleh."Pak, lihat gadis tinggi segini, rambut panjang segini, terus....""Gak tahu," ucap satpam itu ketus. Dan berlalu meninggalkan Doni yang cengo."Asem. Gue di kacangin," kesalnya."Gue cari dimana lag
"Pagi kak," sapaan pagi yang menyenangkan. Lily membuka matanya perlahan. Tersenyum begitu mendapati wajah tampan tersaji di depannya. Raut mengantuknya terlihat sayup. Apalagi dengan barefacenya ini, membuat cowok lebih muda darinya ini makin menggemaskan."Hey, gimana sih, masak habis bangunin malah tidur lagi," tukas Lily."Ngantuk kak. Masih gelap juga tuh di luar.""Tapi kan kamu harus kerja sayang," ucap Lily lembut."Inget loh, udah punya anak. Jangan males-malesan," tambahnya.Dengan wajah terpaksa, suami berondongnya ini akhirnya beranjak juga.Chup."Eh," Lily memekik, memegangi dahinya."Morning kiss kakak. Ntar bagian kakak yang disini, abis mandi aja deh," ujarnya sembari menunjuk bibirnya. Dan tanpa menunggu jawaban Lily, yang justru memasang wajah cengonya, dia ngeloyor ke kamar mandi.Lily tersenyum tipis. Dia sendiri lalu beranjak bangun juga. Mencepol rambutnya ke atas supaya tak mengganggu rutinitasnya. Lalu
Pukul sepuluh pagi, mama dan papanya Doni datang. Karena ini kunjungan pertama setelah mereka menempati apart ini, rasanya Lily masih canggung. Apalagi memang proses pengenalan mereka tak lama. Iyalah, mereka aja nikah gara-gara insiden gak jelas itu. Heuh, kalau sampai ada dalang dibalik kejadian malam itu, Lily gak akan maafin."Loh, gak sekolah kamu Don" tukas Papa Rendra. Mengulurkan tangannya pada Doni. Karena tumben sekali anak itu menyalaminya."Lah pa. Sesekali lah ngelibur. Lagian masak mama sama papa mau datang aku malah sekolah sih," jawabnya."Biasanya juga bolos. Ya kan, Nak Ly?" toleh pak Rendra pada Lily. Lily tersenyum canggung."Kamu libur juga sayang?" Ucap mama Ayu pada Lily. Mereka melangkah menuju ruang tengah."Ini kan sabtu ma. Kak Lily libur lah," Doni yang menjawab.Kedua orang tua itu saling pandang. Terkekeh kecil."Manggilnya masih kakak adek gitu ya," sindir mereka.Lily dan Doni salah tingkah."Ah udah
Tangan bersidekap, tatapan mata tajam menahan amarah serta malu pastinya. Tapi justru yang jadi biang kerok santai-santai saja."Daripada cuma melotot gak jelas mending sini gih kak, bantu nyuci piring," ujar Doni. Dia membilas piring-piring itu di bawah pancuran kran air bersih."Eh, lupa. Kan tadi gue bilangnya kakak suruh mandi ya. Kok belum mandi sih," tambahnya.Lily kesal bukan main."Lo apain hape gue tadi,""Eh?" Doni menoleh. Memasang raut bingungnya."Gak ngapa-ngapain. Emang ponsel kakak kenapa? Rusakkah? Sini tak benerin.""Halah. Lo kan yang pasang status gaje itu? Dasar. Malu tahu!"Doni mengerutkan dahinya, bingung."Apa sih kak? Status apaan?"Padahal dalam hati dia nahan ketawa."Halah! Masih pura-pura gak tahu. Siapa yang majang poto lo di whatsap gue? Pake caption-caption gaje. Udah gitu poto-poto aib gue lo up juga kan? Heh, jadi lo suka nyolong poto gue pas tidur?" Murkanya.Doni malah
"Lily kan?"Lily tersenyum begitu tahu siapa yang memanggilnya."Iya kak," jawabnya.Mukhtar berjalan mendekatinya."Baru datang, atau dari tadi?" tanyanya basa basi."Emm, baru aja. Kak Mukhtar dari mana?" Terang saja, kalau Mukhtar baru datang juga pasti dia bawa motornya. Tapi pemuda ini jalan kaki."Dari sana tadi. Nunggu Nanda tapi lama banget."Lily manggut-manggut, semoga aja yang namanya Nanda itu cowok.Eh, apaan sih. Mulai deh ngadi-ngadi."Mau ke ruangan kan?""Iya kak.""Ya udah bareng aja. Lagian Nanda lama banget."Lily mengangguk. Mereka melangkah berdua, bahkan mengabaikan Doni yang sedari tadi menatap tak suka. Dia segera memasang helm nya lagi. Menancap gas dan melaju dengan kecepatan tinggi, menerobos di depan keduanya. Tanpa melihat reaksi mereka dia berlalu pergi.Mukhtar memegangi dadanya, reflek mundur."Astaga!" Pekiknya. Wajah kagetnya terlihat jelas. Lily pun sama, tapi
Lily marah besar. Sampai di apartemen tanpa sepatah katapun dia langsung turun dari boncengan dan meninggalkan Doni begitu saja. Melihatnya Doni menghela napas kasar. Dia segera membuntuti Lily."Kak, maaf," ucapnya entah untuk yang keberapa kali. Namun tetap saja Lily mengabaikannya."Bruk!" Bunyi pintu yang dihempaskan kasar. Membuat langkah Doni terhenti tepat di depan pintu. Sekali lagi dia menghela napas. Menatap nanar pintu kamar mereka tersebut. Dia lalu berbalik, dan merebahkan tubuhnya di sofa. Mengacak kasar rambutnya yang sebenarnya sudah acak-acakan."Aish, sial. Si brengsek itu benar-benar..." keluhnya, memijit pelipisnya ringan.Melihat gadisnya bersama Mukhtar tadi, entah kenapa membuat hatinya panas. Memang benar, dia belum menyukai Lily, tapi selain perasaan dendam pada pemuda itu, ada rasa lain yang tak diketahuinya. Apalagi saat dilihatnya dengan mudahnya Lily mengumbar senyumnya untuk pemuda sialan itu."Argh! Brengsek!" pekiknya, m