"Bukan itu. Aku tidak ingin ke kamar mandi tetapi, aku ada permintaan padamu, maukah Mbak menikah dengan Mas Dani dan menjadi maduku?"
Ningroem kaget dengan apa yang baru saja di dengarnya. Ratna meminta dirinya untuk jadi madunya. Apa sisa obat biusnya masih bereaksi sehingga wanita berwajah putih bersih itu berkata yang tak masuk akal seperti ini.
Apa tidak dipikir dulu ucapannya itu akan menyiksa batinnya sendiri.
tidak, tidak. Walaupun dirinya bisa memberikan anak tapi ia tak tega jika harus menjadi madunya Ratna.
'Mana mau Mas Dani, sama aku yang kucel dekil begini. Sedangkan istrinya cantik saja berkulit putih bersih dan terawat. 'Mirna membatin.
"Ah Mbak Ratna ini ada-ada saja bercandanya kelewatan," gumam Mirna tidak merespon permintaan Ratna. Ia malah meletakkan punggung tangannya di kening Ratna.
"Aku Serius. Aku tidak sedang demam, tapi aku belum berunding dengan Mas Dani. aku ingin Mbak menyanggupinya dulu," jelas Ratna."Aku percaya padamu, tak mungkin kamu menyalahi kepercayaanku," lanjutnya lagi.
Ratna begitu yakin jika wanita yang berada di sisinya, akan bersedia memenuhi keinginannya.
Ningroem memang orang yang memegang prinsip, tetapi untuk hal seperti ini rasanya ia tak bisa, pernikahan baginya bukan hal main-mainan karena melibatkan agama dan yang Kuasa.
Apabila kita tidak bisa melakukannya akan berdosa nantinya. Ningroem tidak bisa menyanggupinya sehingga ia menolaknya dengan halus.
"Mbak maaf aku tak bisa, dan lagi aku ini janda punya anak pula, aku gak mau hidupku dan hidup anakku menjadi beban orang lain."
Ningroem memberikan alasan kemudian menatap wanita berwajah ayu di depannya tajam, kedua Netraya seolah mencari keseriusan akan ucapan yang baru saja di katakan Ratna. yang ia rasa itu tidak mungkin. Mana ada wanita yang mau berbagi suami. Apalagi ini tetangga bersebelahan pula rumahnya.
"Mbak pikirkanlah dulu jangan cepat-cepat memberi keputusan. Mbak boleh mengenal Mas Dani terlebih dahulu sekedar jalan bersama atau apalah, aku dukung saja asalkan Mas Dani mendapatkan keturunan."
Ratna tetap memaksa seolah ia sudah siap jika harus berbagi suami.
Ningroem tertegun dengan ucapan Ratna. Wanita berlesung Pipi mencari-cari jawaban yang tepat untuk menolak keinginan Ratna. Wanita berparas ayu itu seolah sedang memaksa dirinya untuk berkata, "iya."
Dalam hati Ningroem penuh tanya tanya, apakah Mbak Ratna serius? Apakah Mbak Ratna tidak cemburu melihatku dengan Mas Dani nantinya? Apakah Mbak Ratna yakin ingin membagi cinta dan tubuh Mas Dani?
Ah pikiran apa ini yang ada di kepalaku, seperti benang kusut tak kutemukan jawaban.
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Ningroem memberanikan diri untuk memberikan sebuah pendapat, yang menurutnya masuk akal. Pasti Mbak Ratna akan setuju, maka ia pun akan terbebas dari permintaannya yang tak masuk akal itu.
"Mbak bagaimana kalau mengambil anak saja dari panti?"
"Anak panti asuhan, maksud Mbak?" tanya Ratna menatap kedua netra Mirna dengan tajam.
"Iya, itu, maksudnya."
"Aku tidak mau anak panti, anak panti itu tidak jelas asal usul ibu bapaknya. Bisa saja anak yang ada di panti itu anak hasil hubungan gelap, yang dengan sengaja di taruh di situ karena ibu bapaknya tak tega untuk melenyapkan nyawanya. Atau tak ingin mengurusnya karena mencoreng nama baik keluarga."
Ratna langsung menolak terang-terangan dengan memberikan alasan yang masuk di akalnya pula. Namun, Ningroem masih meyakinkan dengan membalas ucapan Ratna.
"Duh Mbak nggak semua anak panti seperti itu. Tapi tak menampik memang ada yang seperti itu. Mbak bisa tanya-tanya pengurus pantinya dulu tentang silsilah anak yang mau di adopsi."
"Tapi bisa saja kan, pengurus pantinya menutup-nutupi silsilah anak tersebut, supaya anak tersebut bisa diadopsi oleh orang yang membutuhkan."
Ningroem terdiam, kehabisan kata. Ia bingung harus berkata apa lagi, ternyata Mbak Ratna tidak bisa di bodoh-bodohi olehnya. Walaupun masih menahan sakit tetapi wanita ayu di hadapannya masih bisa berpikir jernih.
Ningroem hanya bisa menatap kosong karena bingung dan mentok harus berkata atau mencari ide apa lagi.
"Mbak, Mas Dani itu baik tidak seperti suamimu yang dulu. Bukannya aku membandingkan tapi memang benar kenyataan seperti itu. Mas Dani selalu meminta ijin kalau ingin di layani tidak pernah memaksa kalau kita menolak."
Ratna mulai membuka sifat baik suaminya pada Ningroem.
'Bagaimana ini, bukannya aku tidak tertarik, tetapi aku hanya tak mau saja kalau harus menjadi madunya. Jika saja Mas Dani duda atau lajang sih aku mau mau saja, tapi ini lain ceritanya dia itu punya istri. Aku masih bisa menghidupi hidupku sendiri dan juga anakku walaupun hanya pas-pasan itu sudah lebih dari cukup.' Ningroem membatin kembali.
Ningroem hanya bisa menatap Ratna yang juga sedang menatapnya."Sepertinya Mas Dani juga ada rasa terhadapmu, entah itu kasihan atau sekedar kagum saja karena Mbak masih bisa hidup meski tanpa suami," ucapnya menap Ningroem lekat.
Ningroem menunduk memainkan jemari di atas pangkuan. Ingin rasanya ia cepat-cepat keluar dari ruangan ini yang membuat dadanya terasa sesak dan pengap secara mendadak.
"Ah Mbak bisa saja, semua yang kulakukan karena terpaksa dan butuh saja. Karena tidak ada yang bisa dimintai tolong. Karena aku hidup sebatang kara tanpa ayah, ibu dan saudara," sahut Ningroem yang matanya mulai panas karena tak sengaja mengorek luka yang baru saja akan kering.
Terdengar suara tangisan, rupanya Denis bangun, Ningroem bangkit kemudian berpamitan pada Ratna untuk mengambil Denis, Mbak Ratna hanya mengangguk.Ningroem bergegas meninggalkan Ratna yang masih duduk di tempat tidurnya. Saat melangkah melewati ruang tengah, Ningroem tak berpapasan dengan Dani yang baru saja pulang dari kerjanya.
Ningroem hanya menyunggingkan senyum, yang sengaja ia paksakan kemudian segera keluar dari rumah Ratna.
Sesampainya di depan rumah Ningroem langsung membuka pintu melangkah masuk kedalam rumah. Ia mendapati Denis yang tengah menangis di tempat tidur.
Wanita berlesung Pipi menghampiri naik ke atas tempat tidur. Merebahkan tubuhnya di sebelahnya untuk memberinya Asi, tangis Denis pun langsung terhenti. Mungkin haus hingga Denis menangis.
Sambil memberikan Asi pikiran Ningroem menerawang jauh, memikirkan perkataan Ratna yang meminta dirinya untuk mengenal Mas Dani lebih dulu.Gila aku jadi istri kedua, jadi madunya Mbak Ratna yang baik itu. apakah tidak akan menyakitinya? Aku sungguh takut, takut aku menjadi serakah dan nantinya akan mengambil semua hak Mbak Ratna, walaupun sedikit pasti ada rasa cemburu, seperti Siti Aisyah yang cemburu kepada istri nabi Muhammad yang lainnya.
Ataukah aku meminta kawin kontrak saja setelah punya anak cerai, Tapi apa aku bisa berpisah dengan bayi yang baru saja ku lahirkan? duh bingung, kok hidupku jadi kusut seperti ini. Nasib, Nasib, Mengapa seperti ini. Ningroem berbicara di dalam hatinya.
Baru saja Ningroem bisa bernafas lega karena terlepas dari satu masalah, tapi kemudian datang lagi masalah baru yang membuat dirinya tambah pusing, di minta jadi madu itu bukanlah untuk sehari dua hari tapi untuk seumur hidup bisakah dirinya berdampingan dengan baik, dengan Ratna jika seumpamanya benar ia menjadi madunya. Bisakah Mbak Ratna tidak cemburu padaku dan berbuat yang tidak-tidak! kayaknya tidak mungkin? Masa iya perempuan mau berbagi suami aku yang jelek-jelek gini nggak mau jika harus berbagi suami. Rasanya gimana gitu membayangkan suami bercumbu di tempat tidur dengan orang lain. Walaupun itu halal dan bukan zina tapi tetap saja rasanya nggak rela aja.Mbak Ratna mungkin sedang hilap sehingga meminta hal itu dariku, mungkin nanti mbak Ratna akan sadar dengan apa yang baru saja diucapkannya.
Aku tidak akan menganggap tawarannya serius walaupun sempat terpikir yang tidak-tidak di benakku ini.
Aku tak ingin menyakiti orang yang telah baik padaku bahkan sebaliknya aku ingin sekali bisa membalas kebaikannya.
Tapi dengan cara apa belum terpikirkan sama sekali olehku.
Saking capeknya berpikir akhirnya Ningroem terlelap dalam tidur sampai lupa mengunci pintu. Malam hari ketika akan ke kamar mandi tak sengaja ia melihat ke arah pintu dan melihat slot pintu belum terkunci. Pintu hanya ditutup saja. Rupanya Ningroem ketiduran saat memberi Denis Asi dan belum shalat isya ketika melihat jam dinding baru menunjukan pukul 23.00 pm.
Wanita berlesung Pipi bergegas melangkah ke kamar mandi untuk pipis sekaligus mengambil wudhu kemudian melaksanakan shalat Isya.
Dalam Doa yang dilangitkannya ia meminta untuk selalu diberikan kemudahan dalam segala urusan dunia dan akhiratnya.
Setelahnya Ningroem mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Saat berpapasan dengan Ningroem, ingin rasanya Dani menghentikan langkah wanita yang melewati dirinya itu. Namun, lidahnya kelu. Ia hanya bisa menatap punggungnya yang kini hilang di balik pintu.Dani tak mengerti mengapa istrinya —Ratna meminta dirinya untuk menikah lagi. Hanya karena alasan istrinya tidak bisa memberinya keturunan.Memang aku sangat ingin memiliki keturunan tapi itu dari rahimnya bukan dari rahim orang lain.Walaupun aku harus menerima kenyataan jika istriku itu menderita sakit kanker rahim. Yang baru saja diangkat dari rahimnya sehingga kini Ratna tidak bisa memiliki anak. ya memang dalam sekejap hadapanku musnah seketika. Tapi mungkin itu sudah takdir hidupku harus seperti ini.Walaupun tidak mempunyai anak tapi usahaku cukup maju, tak pernah kekurangan dari segi materi. Mungkin ini berkahnya bagi kami berdua.Namun, Dani terkejut ketika istrinya berbicara di kala malam itu. disaat dirinya akan melakukan kewajiban sebagai suami. Ratna duduk di pangkuan Dani me
Ratna masih tetap pada pendiriannya. Ia tetap ingin mengambil Ningroem menjadi adik madu nya. karena ia yakin dengan hatinya bahwa Ningroem adalah wanita yang baik. Baik secara lahir maupun batin, yang terlihat dari kesehariannya.Bagaimana sabarnya dia menghidupi dirinya sendiri beserta kedua anaknya. Ningroem berjuang sendiri. Ia sosok wanita hebat belum tentu dirinya bisa sesabar dan sekuat Ningroem, itu yang menjadi tekad Ratna untuk tetap kukuh menunggu sampai Ningroem luluh hatinya. Hari ini Ratna akan mengambil dan menjaga Denis supaya suaminya bisa kencan berdua saja dengan Ningroem.Dani pasti tidak akan menolak jika Ratna yang meminta karena dia tidak sanggup melihat buliran bening di kedua netranya. Walaupun dengan sedikit terpaksa pasti suaminya akan menuruti keinginan Ratna.Jika tidak seperti itu keinginan Ratna untuk memiliki anak dari Dani tidak akan pernah terkabulkan.Bagaimana dengan keluarga Ratna? Mereka sudah tidak bisa mencegah keinginan Ratna. Bukankah sudah a
Ningroem bergegas masuk dari pintu belakang, menghampiri Ratna yang dari tadi memanggil-manggil namanya. Samar Ningroem mendengar panggilan Ratna dari rumahnya. Ningroem keluar melalui pintu belakang untuk membeli diapers karena kehabisan stok di rumah."Ada, apa Mbak?" tanya Ningroem melihat wajah wajah Ratna yang panik dan pucat pasi."Mbak, dari mana saja aku panggil-panggil tidak menjawab?""Maaf Mbak, tadi habis dari warung dulu membeli diapers untuk Denis karena di rumah habis," sahut Ningroem memperlihatkan kantong plastik berwarna putih yang berisi 2 bungkus diapers."Ya, ampun Mbak, Aku kira Mbak marah sama aku? kabur melalui pintu belakang," sahut Ratna merasa lucu sehingga tertawa tertahan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Wajahnya yang tadi pucat kini dialiri darah kembali."Ya Allah Mbak, aku mau kabur kemana? Mbak tahu sendiri aku hanya mempunyai kontrakan sepetak, ini juga ngontak. Tidak punya saudara, sebatang kara," jelas Ningroem kepada Mbak Ratna.Ya ampun Mb
Pergi berdua saja dengan suami orang atas izin istri pertama, bagi Ningroem ini sungguh aneh. haruskah Ningroem merasa senang? Ningroem menepis sesaat rasa yang hadir dan yang tak seharusnya ada. Dirinya tidak boleh jatuh cinta sekarang, hanya karena diajak jalan-jalan. Mungkin perasaan itu hadir karena sepanjang hidup Ningroem bersama dengan Bram dulu, tidak pernah sekalipun di ajak jalan-jalan. Sepanjang hari Ningroem hanya menghabiskan waktunya di rumah saja. Mengurus urusan sumur, kasur dan dapur. Suami orang yang bersamanya kini bersikap baik padanya. tidak ajang aji mumpung main peluk dan cium sesukanya. Malah terkesan canggung layaknya hanya teman biasa. Bicara juga hanya seperlunya saja. Ningroem sepenuhnya sadar siapa dirinya. Ningroem hanya ingin menjaga hubungan baiknya dengan Ratna tidak ada niat untuk mengambil Dani. Walaupun setelah bersamanya beberapa jam meninggalkan kesan yang aneh di dalam relung hati Ningroem. Rasanya suami orang itu sanggup menutup lubang di
Ningroem menciumi Denis karena kangen, Ratna menatap kami sesaat kemudian beralih menatap suaminya. "Dek, Mas, bawain ini, tadi beli di tempat oleh-oleh, Adek 'kan suka sekali Daster." Mas Dani menyerahkan kantong plastik yang dibawanya, pada Ningroem dan juga istrinya. Wajah Ratna tampak sumringah melengkungkan seulas senyum di bibirnya. Ningroem merasa tidak enak berlama di rumah Ratna, segera ia berpamitan, mengucapkan terimakasih. Menggendong Denis, membawa kantong plastik berisi pakaian yang di belikan Dani. Tiba di rumah Ningroem menurunkan Denis, membiarkannya bebas bergerak semaunya. Ningroem memang tidak membiasakan Denis untuk terus dalam gendongannya. Selain karena tidak kuat terus gendong karena berat badannya yang terus bertambah. Sehingga membuat Ningroem cepat lelah kalau terus-terusan menggendongnya. Ningroem sengaja membiasakan Denis untuk aktif bergerak, supaya otot-otot kakinya cepat berfungsi sehingga cepat bisa berjalan. Ningroem membuka kantong plastik
"Dek tidak apa-apa?" Dani bertanya pada Ningroem di saat motor sedang melaju. Wanita berlesung pipi menatap pria di depannya dengan mata yang sembab, karena menangis sudah dituduh macam-macam oleh Bram –mantan suaminya. "Tidak apa-apa." sahut Ningroem singkat tangannya masih sibuk menghapus sisa air mata yang membasahi pipinya. "Yang sabar, ya? Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. "Kurang sabar apa, sih Mas diriku ini. Kenapa masalah datang dan pergi silih berganti menghampiri diriku." Tangan Ningroem mengusap sisa air mata yang tergenang di sudut matanya. Dani diam saja tak berkata apapun, hanya menatap wanita berlesung pipi dari kaca spion. Beberapa bulan kemudian. Ratna datang ke rumah Ningroem, Ningroem tidak merasa kaget karena memang keduanya tinggal bersebelahan. "Denis, sudah mandi belum?" tanya Ratna pada anakku yang sedang di pakaikan baju. "Sudah, Nda," sahut Ningroem mewakili Denis, yang memang belum lancar bicara hanya bisa berkata Mah, tuh dan nih. Ratna du
Ratna menuntun Ningroem untuk memasuki sebuah mobil, yang sudah dihias dengan bunga warna-warni. Terlihat indah untuk pasangan pengantin. Netra Ningroem berkeliling menyapu semua orang yang hadir. Namun tak di temukan keberadaan Dani di dana. Ningroem tidak berani bertanya hanya berdoa dalam hati 'semoga aku dijauhkan dari hal yang tidak baik, apapun itu bentuknya'. Amin. Ningroem tidak ingin suudzon pada Ratna. Karena dia orang baik dan Ratna bukanlah orang yang akan ingkar pada janjinya. Mungkin pengantin pria dan wanita tidak boleh satu mobil. Itu menurut orang tua dulu yang dikatakan Bu Mumun —mantan mertuanya. Ketika aku menikah dengan Bram. Pamali katanya. Bisa terjadi hal yang tak diinginkan. Mobil yang Ningroem naiki berisi Bu Mumun dengan kedua anakku, serta beberapa orang tetangga. Sedangkan Ratna dan beberapa orang tetangga sebagai saksi nanti di saat ijab Kabul. Berada di mobil yang satu lagi. Mobil mulai melaju menyusuri jalan raya dengan tujuan ke KUA. Ya rencana
Ikrar ijab kabul telah diucapkan, hari ini Ningroem resmi menjadi istri kedua Dani dengan izin istri pertama tentunya. Bahagia sudah jelas. Namun merasa tak enak hati juga ada. Ningroem harus merelakan Dani untuk berbagi ranjang dengan Ratna yang merupakan istri pertamanya. Namun, Malam ini Ratna tidak di rumah dia meminta ijin pada Ningroem untuk menginap di rumah orang tuanya satu dua hari. Rupanya Ratna memberi Ningroem waktu untuk melewati malam pertama dengan Dani. Ningroem merasa senang karena Dani hanya bisa fokus padanya saja. Pintu diketuk dari luar beberapa kali. Ningroem yang senang memberikan ASI terpaksa melepaskan Denis yang sedang menghisapnya. Untung dia mau lepas dan tetap terlelap. Ningroem beringsut perlahan turun dari tempat tidur, melangkah menuju pintu utama untuk membuka pintu. Pintu diketuk pelan lagi beberapa kali dengan sapaan lembut dari seseorang. "Dek, Dek ...." "Iya, sebentar." Ningroem memutar kunci terdengar bunyi jepret tanda terbuka, menekan gag
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Ningroem memalingkan tatapannya dari penjual pop es. Wanita itu tidak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan Bram di wahana bermain. "E—eee, sama anak-anak," sahut Ningroem tergagap. Pria itu melangkah mendekati Ningroem. "Sama anak-anak!" Pria itu tertegun untuk sesaat karena tidak melihat Fahmi dan juga Denis ikut bersamanya. "Mereka ada di dalam sedang bermain," jelas Ningroem. "Aku membeli makanan untuk mereka karena takut merekaerasa lapar karena capek asyik bermain," pungkas Ningroem kemudian. "Ohh, boleh Mas ikut bergabung?" Belum sempat menjawab pertanyaan Bram, ibu penjual pop es memberikan tiga gelas pop es yang dipesannya. Ningroem menerima dan membayar pesanannya. "Boleh, kamu kan ayahnya." Bram mensejajarkan langkahnya dengan langkah Ningroem, wanita itu berhenti di penjual sosis untuk mengambil pesanannya. Setelah melangkah beberapa langkah Ningroem berhenti di Abang penjual martabak tadi ia juga memesan martabak manis dengan toping keju untuk dirin
"Mas, tunggu dulu. Aku takut."Dani melumat bibir Ningroem, "Mas akan melakukan dengan hati-hati."Ningroem merasa tegang, ini hari pertama setelah dirinya melahirkan rasanya miliknya merasa seperti perawan kembali rapat karena sudah di jahit. Wanita itu takut melakukan hubungan badan seperti saat memulai malam pertama."Jangan tegang," ucap Dani berbisik di telinga Ningroem, hingga membuat sekujur tubuhnya merinding. Ningroem menarik nafas dalam menghembuskannya perlahan . Wanita itu betul-betul takut dan tegang hingga. Dirinya tidak bisa menikmati pergulatan pertamanya, hanya fokus untuk menghilangkan rasa sakit saat memulainya."Mas, pelan, aku takut jahitannya robek.""Hem, kau seperti perawan. Dek." Kesat dan sempit sekali."Ningroem tersipu, Dani menaikturunkan tubuh di atas Ningroem. Wanita yang berada di bawah kunjungannya semakin erat meremas sprei menahan sakit. Namun, sesaat kemudian rasa cermas dan takut berangsur hilang tergantikan oleh nikmatnya hentakan yang di berikan
"Maksud Mas, apa?" Ratna merasa tak mengerti dengan perkataan Suaminya. "Ah, sudah lah lupakan kata-kata Mas, barusan." Dani tak ingin membuat hati Ratna gundah sehingga, pria itu meninggalkan Ratna yang masih berdiri mematung di hadapannya. Dani melangkah menuju box bayi yang di dalamnya terbaring putra kecilnya yang lucu. Dalam hati ia merasa kasihan pada Ningroem yang harus mengalah. Merelakan bayinya untuk tetap berada di sini. Tentu saat ini Ningroem sedang bersedih saat ini. Tidak ada teman untuk berbagi. Dani menyentuh pipi Yuda dengan telunjuknya, "Anak ayah baik-baik disini, ya bersama bunda Ratna." Dani berbicara pada Bayi Yuda yang tertidur dengan pulasnya. "Yang malam ini bolehkah aku menemani Ningroem? Pasti ia sangat sedih harus berpisah dengan bayinya." Dani meminta izin pada Ratna untuk menemani Ningroem istri keduanya. "Silahkan saja kalau pun tak kembali ke sini aku rela, karena aku sudah menukarmu dengan Yuda." "Apa, Yank. Memangnya aku barang yang bisa k
Sepulang dari pasar Dani menyempatkan untuk membeli kue, teringat akan Ningroem sedari tadi hatinya berdebar-debar terus. Dani tidak mengerti padahal dia tidak merasa sakit atau pun tidak enak badan. Apakah ada yang salah dengan jantungnya sehingga detaknya tidak seperti biasanya. Dani tidak memperdulikan detak jantungnya. Nanti juga kembali normal seperti biasa, kemarin juga sempat berdebar tetapi hilang dengan sendirinya. Semoga hari ini pun jantungnya baik-baik saja. Dani terus memacu motor maticnya hingga sampai di sebuah toko kue, setelah memarkirkan motornya pria itu turun melangkah masuk. Dani melihat-lihat aneka kue yang berderet rapi di meja, juga di etalase. "Mbak, saya mau ini dua." Tunjuk Dani pada kue brownies yang berbaris di etalase toko. Pegawai segera mengemas kue yang di minta Dani, setelah mengemasnya Dani segera membayarnya di kasir. Hari sudah semakin sore ketika Dani keluar dari toko kue tersebut. Baru saja hendak keluar dari toko tiba-tiba hujan turun de
Pagi harinya Ningroem merasa terbebas dari rasa meriang yang menyerangnya tadi malam, kini Kedua gunungnya meneteskan ASI dengan lancar. Hingga membasahi Bra, tembus ke baju yang dikenakannya. Jika orang lain tak pernah pakai Bra ketika memberikan ASI pada anaknya. Lain halnya dengan dirinya yang risih jika harus berpakaian tanpa Bra apalagi dua gunungnya terlihat menjulang padat dan meneteskan ASI hingga bajunya basah. Ningroem lebih nyaman mengganti sumpalan pada kedua Bra-nya dari pada bajunya harus basah terkena Air ASI-nya yang meninggal bau amis. Singkat cerita sudah dua bulan Ningroem berada di rumah Ratna. Ningroem merasa dirinya sudah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi. Ningroem memberanikan diri mengetuk pintu kamar Ratna, untuk membicarakan sesuatu hal yang penting menyangkut dirinya dan juga putranya yang diberi nama oleh Ratna, Yuda putra Pratama. "Masuk!" Ningroem menekan gagang pintu untuk membuka pintu, melangkah masuk. Ratna yang sedang menyisir r
Ningroem tidak dapat lagi membendung air matanya. Ia menangis terisak di dalam mobil. Dirinya tak menyangka akan berpisah dengan anak dalam waktu dekat. Bayinya masih sangat kecil masih sangat membutuhkan dirinya. Tapi dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk Yuda. Anak yang baru berusia dua bulan darah dagingnya sendiri dari lelaki yang menjadi Suaminya. Pak supir yang tak tega mencoba menghibur Ningroem. "Sabar Mbak, segala sesuatu tentunya ada balasannya. Aku juga tak menyangka jika Bu Ratna akan berbuat nekat seperti ini. Menyuruh Mbak untuk meninggalkan bayimu di sini." Ningroem tidak menanggapi ucapan pak supir di depannya. Hatinya masih sangat pilu mengingat bayinya yang ia tinggalkan di rumah Ratna. Sang supir pun tidak sakit hati karena ucapannya tidak mendapatkan tanggapan. Ia sangat paham pada wanita yang duduk di jok belakang. Pak supir bersimpati padanya tetapi tidak ia bisa berbuat apa-apa sehingga sang supir hanya fokus lagi ke jalan raya yang berada di depannya. "
Pagi harinya ketika Adzan subuh berkumandang, Ningroem memberanikan diri untuk membersihkan badannya yang lengket. Ningroem tidak ingin membangunkan Ratna yang masih tertidur pulas, bersama ibunya di tempat tidur sebelah yang kosong karena tidak ada Pasien lain. Sedangkan Dani tidur di atas tikar yang dibawanya dari rumah. Ningroem melihat sekilas pada box bayi yang ada di samping tempat tidurnya. Dilihatnya bayinya masih tertidur pulas. Ia pun perlahan beranjak dari tempatnya semula. Berjalan pelan menuju kamar mandi, yang masih ada di pojok kamarnya. Karena tangan Ningroem tidak di infus. Ia menjadi lebih leluasa untuk melakukan aktivitasnya. Hanya saja bagian intinya yang masih terasa sakit Karena baru satu hari melahirkan. Ningroem memasuki kamar mandi dengan hati-hati. Kemudian melepaskan pakaiannya satu-persatu dari tubuhnya. Menghidupkan kran air, membasuh tubuhnya dari kepala hingga badannya sesuai nasehat yang diberikan Ibunya ketika ia melahirkan anak pertamanya. "Ndok j