Saat berpapasan dengan Ningroem, ingin rasanya Dani menghentikan langkah wanita yang melewati dirinya itu. Namun, lidahnya kelu. Ia hanya bisa menatap punggungnya yang kini hilang di balik pintu.
Dani tak mengerti mengapa istrinya —Ratna meminta dirinya untuk menikah lagi. Hanya karena alasan istrinya tidak bisa memberinya keturunan.
Memang aku sangat ingin memiliki keturunan tapi itu dari rahimnya bukan dari rahim orang lain.
Walaupun aku harus menerima kenyataan jika istriku itu menderita sakit kanker rahim. Yang baru saja diangkat dari rahimnya sehingga kini Ratna tidak bisa memiliki anak. ya memang dalam sekejap hadapanku musnah seketika. Tapi mungkin itu sudah takdir hidupku harus seperti ini.
Walaupun tidak mempunyai anak tapi usahaku cukup maju, tak pernah kekurangan dari segi materi. Mungkin ini berkahnya bagi kami berdua.
Namun, Dani terkejut ketika istrinya berbicara di kala malam itu. disaat dirinya akan melakukan kewajiban sebagai suami.
Ratna duduk di pangkuan Dani membelai dan membingkai wajahnya, kemudian berucap, "Mas menikahlah lagi?"
Dani membulatkan netranya, ia merasa kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan istrinya. Dani mengambil kedua tangan istrinya yang masih membingkai wajahnya sambil menatapnya. Dani menggenggam kedua tangan Ratna kemudian mencium jemari tangannya bergantian kanan dan kiri.
"Aku tak ingin Dek, cukup kamu saja yang menjadi istriku karena aku takut tidak bisa adil."
"Tapi Mas belum punya penerus, Mas tahu sendiri aku sakit dan sebentar lagi dokter akan melakukan operasi di perutku ini."
"Tidak apa Dek, Mas tidak punya anak asalkan masih bisa hidup sama-sama. Cukup di berikan Rizki yang cukup itu sudah lebih dari cukup." Dani mengusap pipi ayu Ratna yang lembut dengan kedua tangannya. Ratna meraih tangan Dani kemudian menciumnya.
"Aku sangat menghormati pendapatmu Mas, tapi aku juga tak mau egois karena ketidak mampuanku ini."
Ratna terisak membenamkan kepalanya di dada bidang Dani. Dani mengusap rambut ikal Ratna yang tergerai.
"Dek sudah, jangan berpikir yang tidak-tidak. Itu tidak baik untuk jiwamu yang harus istirahat tidak boleh stres."
"Mas kalau aku jodohkan dengan Ningroem mau?" Ratna tidak menghiraukan perkataan Dani. Ratna malah melemparkan pertanyaan baru.
"Dek mas sudah bilang, Mas tidak ingin menikah dengan siapa pun. cukup dirimu saja yang jadi pemilik hati dan tubuh ini," sahut Dani dengan suara meninggi. Ia kesal terus ditawari menikah.
"Tapi aku merasa tidak sempurna Mas?" Kini Ratna mulai terisak di hadapannya. Buliran bening menetes dari kedua sudut nertranya. Dani mengulurkan tangannya untuk menghapus buliran bening di pipi Ratna.
"Terserah kamu saja, kalau kamu memaksa, aku hanya ingin membahagiakanmu. Jika dengan itu kamu bahagia baiklah."
Dani menjawab pertanyaan Ratna dengan ketus.
Dani merasa kalah dengan ego istrinya yang terus memaksa, istrinya sama sekali tidak memikirkan dirinya yang sangat peduli padanya, melebihi peduli pada dirinya sendiri.
Dani sama sekali tak ingin menyakiti hatinya, tetapi Ratna malah meminta hal yang tak mungkin bisa dilakukannya.
Dani takut tidak bisa adil nantinya dan malah menyakiti hati istrinya yang sangat di cintainya
Dani merasa sudah cukup selalu hidup bersama saling melengkapi satu sama lain, saling menerima, saling peduli. mengapa menghendaki adanya orang asing di antara keduanya? dengan meminta seperti itu sudah sangat membuat aku bingung.
Punya istri dua tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Sekarang harus dipikirkan apakah aku senang dengan permintaan Ratna? Tidak bagiku Ratna seorang sudah cukup walaupun aku tak diberikan anak, tak apa? Niatku ingin mengambil anak adikku tapi belum aku ungkapkan dan Ratna malah menyuruhku untuk menikah lagi.
Ningroem tadi Ratna menyebut wanita tetangga sebelah itu yang sekarang janda, memang hidupnya tidak beruntung tapi dia wanita tegar. Aku salut padanya, terkadang merasa iba dan kasihan sehingga dikala aku membawa sayuran atau apa saja yang berlebih pasti aku membaginya. Niatku hanya untuk membantu meringankan bebannya saja tidak ada maksud apa-apa.
Ratna tidak melarang jika dirinya berbagi makanan. Ia malah mendukungku karena peduli pada kedua anaknya itung-itung membantunya.
Ningroem tidak cantik, kulitnya biasa saja seperti wanita kebanyakan tapi Ningroem punya senyum dan lesung pipit yang manis dikala dia tersenyum, kadang membuat dada ini sedikit berdebar jika tak sengaja menatapnya. Perasaan yang seharusnya aku buang jauh-jauh karena ia tidaklah halal bagiku.
Terkadang aku berpura-pura menyapanya di saat Ningroem sedang menjemur baju.
Memang untuk laki-laki seperti aku yang mempunyai istri sakit dianjurkan untuk menikah lagi, tapi itu kalau mampu dari segi materi, bisa adil, tetapi aku kayaknya belum bisa seperti itu. Karena aku masih mencintai Ratna, namun kalau memikirkan hari tua aku tidak ada penerus yang bisa menjagaku di kala aku sudah tidak lagi bisa mencari nafkah, dikala sakit, terlebih kalau Ratna diambil lebih dulu aku bisa saja hanya seorang diri pun sebaliknya dengan Ratna, tetapi apakah kalau aku menikah lagi dan mempunyai anak. Akankah si anak sayang pada Ratna pula? Kalau tidak kasihan Ratna hanya berkorban tetapi tidak mendapatkan apa-apa.
Ya Allah mengapa hidupku jadi serumit ini?
Lembayung sore sangat indah, tidak seperti hari biasanya yang turun hujan atau sekedar gerimis yang membasahi.
Ningroem tak sengaja berpapasan di teras rumah ketika mengangkat jemuran dengan Ratna. Ningroem tidak dapat menatap wanita ayu yang sedang duduk di kursi teras.
"Ning, duduklah dulu," pintanya Ratna pada Ningroem yang hendak masuk membawa pakaian kering.
Ningroem menurut setelah meletakkan jemurannya di dalam rumah kemudian kembali menemui Ratna yang sedang menunggunya.
Kami berdua duduk berhadapan, Ratna mulai berbicara memecah kesunyian di antara keduanya.
"Aku ingin minta tolong, bisakah Mbak mengabulkan permintaanku?" tanya Ratna.
"Insyaallah kalau aku bisa Mbak, memang Mbak minta tolong apa?"
Aku jadi penasaran dan semakin penasaran karena dari tadi belum juga terucap apa yang diinginkannya. Mbak Ratna sebenarnya menginginkan apa?
Mbak Ratna menangkupkan kedua tangannya seakan memohon pada Ningroem
"Mbak tolonglah menikah dengan suamiku Mas Dani!"
"A -- a --apa Mbak, me -- me -- menikah ...!"
"Iya menikah!"
"Mbak gak salah, Mbak sedang mengigau barangkali, sehingga meminta hal ini," sahut Ningroem tak percaya sekaligus kaget dengan permintaannya yang baru saja dikatakannya. Ini sudah kedua kalinya Ratna memintanya menikah dengan suaminya.
"Tidak aku betul-betul ingin menjadikanmu maduku?"
"A -- apa," mataku membulat sempurna, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar, lantas memandang Mbak Ratna lekat-lekat.
"Iya, aku mohon Mbak, kita bisa jadi partner Mas Dani, aku tak keberatan berbagi istri pertama asalkan Mas Dani masih sayang sama aku dan aku yakin padamu Mbak."
Ningroem lagi-lagi tidak bisa bicara dan berpikir, bingung juga harus menjawab apa. Sudah beberapa kali Ratna mengungkapkan hal yang sama padanya.
Mengiyakannya itu tak mungkin, walaupun aku memang sudah menjadi janda, tapi tak mudah untuk mencari pengganti apalagi mendadak seperti ini.
Menjawab tidak pasti Mbak Ratna juga akan memaksa, terlihat dari gelagatnya yang memohon seperti ini.
Kalut sungguh pikiran Ningroem ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya bisa diam mematung di tempatnya duduknya.
"Mbak kalau ragu, Mbak boleh saling mengenal lebih dekat dulu bisa jalan-jalan atau sekedar mengobrol dulu."
Tiba-tiba Mbak Ratna melanjutkan kata-katanya.
"Mbak apa Mbak gak akan cemburu?"
Ningroem memancing pembicaraan, supaya Mbak Ratna urung meminta sesuatu yang sungguh sulit untuk disanggupinya.
"Engga Mbak, ini sudah saya pikirkan jauh-jauh hari sejak aku curhat padamu sebelumnya. Bahkan kalau Mbak canggung dengan keberadaanku, aku akan kembali ke rumah ibuku. Supaya Mas Dani yang mengunjungiku ke sana supaya Mbak bisa leluasa menjadi istrinya.
"Mbak" Pekik Ningroem.
"Kenapa?"
"Aku- aku.Tak bisa menjawabnya sekarang, karena pernikahan bagiku bukan hanya sekedar mempunyai anak, banyak ibadah lain di dalamnya yang dilakukan seumur hidup karena menikah adalah ibadah terlama yang dijalani setiap orang," jelas Ningroem terbata. Ia tak percaya Ratna masih bersikukuh padanya.
Ningroem hanya bisa memberikan jawaban seperti itu, karena bingung harus berkata apa lagi? Supaya Mbak Ratna juga memikirkan ulang atas permintaannya yang menurutnya mustahil.
"Aku mengerti, kabari aku kalau Mbak sudah siap."
Ningroem lagi-lagi hanya bisa menatapnya. Mendengar ucapannya yang meminta jawaban dikala aku sudah memikirkannya. Ningroem segera berpamitan untuk pulang karena takut Denis terbangun.
Sejak meninggalkan rumah Mbak Ratna, pikiran Ningroem menjadi tak karuan. Bagaimana aku bisa lepas dari masalah ini ya Allah. Aku sungguh bingung.
Baru saja selesai dengan masalahku sendiri, datang lagi masalah baru yang lebih rumit lagi, aku harus bagaimana?
Ningroem melangkah menuju rumahnya yang bersebelahan, kubuka pintu Karena memang tidak di kunci dan melangkah masuk, kutengok Denis di kamarnya, rupanya dia masih tertidur dengan pulasnya.
"Syukurlah."
Merebahkan tubuhnya di sisi Denis, membelai rambutnya dan mencium keningnya.
Ningroem menatap tubuh kecil di sebelahku yang terlelap pulas.
Kasihan kamu nak, kalau ibumu ini menikah lagi akan seperti apa nasibmu? Jika ibumu tetap seperti ini. Apakah ini yang terbaik untukmu!?
Ningroem merasa takut sungguh jika teringat perlakuan suaminya yang awalnya baik berubah drastis menjadi tak peduli kepada istri dan anaknya.
Sekarang Ningroem sudah nyaman dengan status jandanya walaupun status ini tidak baik untuk sebagian wanita. Tetapi Ningroem tidak seperti itu. boro-boro menggoda suami orang tubuhku sendiri tidak terawat. Sekarang yang penting bagiku hanya mencari uang untuk bisa terus hidup, bisa makan, bayar kontrakan dan memberikan sebagian uangku untuk Fahmi, yang bersama Ayahnya untuk membantu ibu mertua yang mengurusnya di sana. Wanita berlesung Pipi hanya bisa menemuinya sesempatnya saja. Walaupun Rindu tapi ia merasa tak enak kepada mantan ibu mertuanya jika datang dengan tangan kosong saja.
Mas Dani, bagaimana denganmu apakah Mbak Ratna sudah mengatakan hal ini kepadanya?
Ningroem menjadi malu jika seandainya Dani sudah mengetahui permintaan istrinya.
Memang sih dia lelaki yang baik, buktinya dia tidak meninggalkan Mbak Ratna yang jelas-jelas tidak bisa memberikannya keturunan.
Sanggupkah aku menjadi istrinya?
Maukah Mas Dani hidup bersamaku? yang mempunyai dua tanggungan?
Ningroem tak ingin menjadi beban siapapun dan tak ingin merepotkan siapapun.
Haruskah Aku pindah dari kontrakkan ini supaya aku terlepas dari masalah ini?
Tapi apakah ini solusi terbaik?
"Ahgh, Aku bingung." Ningroem mengacak rambutnya yang tergerai panjang sebahu.
Tenang Ningroem jangan panik, ya aku tidak boleh panik.
Ningroem teringat kata-kata almarhum ibu, "jika kamu bimbang akan suatu pilihan shalatlah pasti yang Kuasa akan memberi jalan keluarnya."
Ningroem bergegas untuk mengambil air wudhu, mengambil sejah kemudian menggelarnya untuk melaksanakan salat sunat dua rakaat.
Setelahnya ia mengadukan segala masalahnya pada pemilik alam semesta, pemilik hati, bermunajat dan berzikir.
Setelah dirasa cukup tenaga dan lapang Ningroem mengakhirinya dengan mengucapkan Amin. Melepas mukena yang dipakai, menaruhnya di tempat semula.
Hatinya kini lebih lega dari pada tadi. Wanita berlesung Pipi. Melangkah untuk melihat baju-baju yang tadi sore sudah diangkat merebahkannya. Namun belum di lipatnya. Setelah selesai melipat dan menaruhnya di lemari. Ningroem merebahkan tubuhnya, Mencoba menutup kedua matanya setelah sebelumnya membaca doa tidur.
Ratna masih tetap pada pendiriannya. Ia tetap ingin mengambil Ningroem menjadi adik madu nya. karena ia yakin dengan hatinya bahwa Ningroem adalah wanita yang baik. Baik secara lahir maupun batin, yang terlihat dari kesehariannya.Bagaimana sabarnya dia menghidupi dirinya sendiri beserta kedua anaknya. Ningroem berjuang sendiri. Ia sosok wanita hebat belum tentu dirinya bisa sesabar dan sekuat Ningroem, itu yang menjadi tekad Ratna untuk tetap kukuh menunggu sampai Ningroem luluh hatinya. Hari ini Ratna akan mengambil dan menjaga Denis supaya suaminya bisa kencan berdua saja dengan Ningroem.Dani pasti tidak akan menolak jika Ratna yang meminta karena dia tidak sanggup melihat buliran bening di kedua netranya. Walaupun dengan sedikit terpaksa pasti suaminya akan menuruti keinginan Ratna.Jika tidak seperti itu keinginan Ratna untuk memiliki anak dari Dani tidak akan pernah terkabulkan.Bagaimana dengan keluarga Ratna? Mereka sudah tidak bisa mencegah keinginan Ratna. Bukankah sudah a
Ningroem bergegas masuk dari pintu belakang, menghampiri Ratna yang dari tadi memanggil-manggil namanya. Samar Ningroem mendengar panggilan Ratna dari rumahnya. Ningroem keluar melalui pintu belakang untuk membeli diapers karena kehabisan stok di rumah."Ada, apa Mbak?" tanya Ningroem melihat wajah wajah Ratna yang panik dan pucat pasi."Mbak, dari mana saja aku panggil-panggil tidak menjawab?""Maaf Mbak, tadi habis dari warung dulu membeli diapers untuk Denis karena di rumah habis," sahut Ningroem memperlihatkan kantong plastik berwarna putih yang berisi 2 bungkus diapers."Ya, ampun Mbak, Aku kira Mbak marah sama aku? kabur melalui pintu belakang," sahut Ratna merasa lucu sehingga tertawa tertahan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Wajahnya yang tadi pucat kini dialiri darah kembali."Ya Allah Mbak, aku mau kabur kemana? Mbak tahu sendiri aku hanya mempunyai kontrakan sepetak, ini juga ngontak. Tidak punya saudara, sebatang kara," jelas Ningroem kepada Mbak Ratna.Ya ampun Mb
Pergi berdua saja dengan suami orang atas izin istri pertama, bagi Ningroem ini sungguh aneh. haruskah Ningroem merasa senang? Ningroem menepis sesaat rasa yang hadir dan yang tak seharusnya ada. Dirinya tidak boleh jatuh cinta sekarang, hanya karena diajak jalan-jalan. Mungkin perasaan itu hadir karena sepanjang hidup Ningroem bersama dengan Bram dulu, tidak pernah sekalipun di ajak jalan-jalan. Sepanjang hari Ningroem hanya menghabiskan waktunya di rumah saja. Mengurus urusan sumur, kasur dan dapur. Suami orang yang bersamanya kini bersikap baik padanya. tidak ajang aji mumpung main peluk dan cium sesukanya. Malah terkesan canggung layaknya hanya teman biasa. Bicara juga hanya seperlunya saja. Ningroem sepenuhnya sadar siapa dirinya. Ningroem hanya ingin menjaga hubungan baiknya dengan Ratna tidak ada niat untuk mengambil Dani. Walaupun setelah bersamanya beberapa jam meninggalkan kesan yang aneh di dalam relung hati Ningroem. Rasanya suami orang itu sanggup menutup lubang di
Ningroem menciumi Denis karena kangen, Ratna menatap kami sesaat kemudian beralih menatap suaminya. "Dek, Mas, bawain ini, tadi beli di tempat oleh-oleh, Adek 'kan suka sekali Daster." Mas Dani menyerahkan kantong plastik yang dibawanya, pada Ningroem dan juga istrinya. Wajah Ratna tampak sumringah melengkungkan seulas senyum di bibirnya. Ningroem merasa tidak enak berlama di rumah Ratna, segera ia berpamitan, mengucapkan terimakasih. Menggendong Denis, membawa kantong plastik berisi pakaian yang di belikan Dani. Tiba di rumah Ningroem menurunkan Denis, membiarkannya bebas bergerak semaunya. Ningroem memang tidak membiasakan Denis untuk terus dalam gendongannya. Selain karena tidak kuat terus gendong karena berat badannya yang terus bertambah. Sehingga membuat Ningroem cepat lelah kalau terus-terusan menggendongnya. Ningroem sengaja membiasakan Denis untuk aktif bergerak, supaya otot-otot kakinya cepat berfungsi sehingga cepat bisa berjalan. Ningroem membuka kantong plastik
"Dek tidak apa-apa?" Dani bertanya pada Ningroem di saat motor sedang melaju. Wanita berlesung pipi menatap pria di depannya dengan mata yang sembab, karena menangis sudah dituduh macam-macam oleh Bram –mantan suaminya. "Tidak apa-apa." sahut Ningroem singkat tangannya masih sibuk menghapus sisa air mata yang membasahi pipinya. "Yang sabar, ya? Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. "Kurang sabar apa, sih Mas diriku ini. Kenapa masalah datang dan pergi silih berganti menghampiri diriku." Tangan Ningroem mengusap sisa air mata yang tergenang di sudut matanya. Dani diam saja tak berkata apapun, hanya menatap wanita berlesung pipi dari kaca spion. Beberapa bulan kemudian. Ratna datang ke rumah Ningroem, Ningroem tidak merasa kaget karena memang keduanya tinggal bersebelahan. "Denis, sudah mandi belum?" tanya Ratna pada anakku yang sedang di pakaikan baju. "Sudah, Nda," sahut Ningroem mewakili Denis, yang memang belum lancar bicara hanya bisa berkata Mah, tuh dan nih. Ratna du
Ratna menuntun Ningroem untuk memasuki sebuah mobil, yang sudah dihias dengan bunga warna-warni. Terlihat indah untuk pasangan pengantin. Netra Ningroem berkeliling menyapu semua orang yang hadir. Namun tak di temukan keberadaan Dani di dana. Ningroem tidak berani bertanya hanya berdoa dalam hati 'semoga aku dijauhkan dari hal yang tidak baik, apapun itu bentuknya'. Amin. Ningroem tidak ingin suudzon pada Ratna. Karena dia orang baik dan Ratna bukanlah orang yang akan ingkar pada janjinya. Mungkin pengantin pria dan wanita tidak boleh satu mobil. Itu menurut orang tua dulu yang dikatakan Bu Mumun —mantan mertuanya. Ketika aku menikah dengan Bram. Pamali katanya. Bisa terjadi hal yang tak diinginkan. Mobil yang Ningroem naiki berisi Bu Mumun dengan kedua anakku, serta beberapa orang tetangga. Sedangkan Ratna dan beberapa orang tetangga sebagai saksi nanti di saat ijab Kabul. Berada di mobil yang satu lagi. Mobil mulai melaju menyusuri jalan raya dengan tujuan ke KUA. Ya rencana
Ikrar ijab kabul telah diucapkan, hari ini Ningroem resmi menjadi istri kedua Dani dengan izin istri pertama tentunya. Bahagia sudah jelas. Namun merasa tak enak hati juga ada. Ningroem harus merelakan Dani untuk berbagi ranjang dengan Ratna yang merupakan istri pertamanya. Namun, Malam ini Ratna tidak di rumah dia meminta ijin pada Ningroem untuk menginap di rumah orang tuanya satu dua hari. Rupanya Ratna memberi Ningroem waktu untuk melewati malam pertama dengan Dani. Ningroem merasa senang karena Dani hanya bisa fokus padanya saja. Pintu diketuk dari luar beberapa kali. Ningroem yang senang memberikan ASI terpaksa melepaskan Denis yang sedang menghisapnya. Untung dia mau lepas dan tetap terlelap. Ningroem beringsut perlahan turun dari tempat tidur, melangkah menuju pintu utama untuk membuka pintu. Pintu diketuk pelan lagi beberapa kali dengan sapaan lembut dari seseorang. "Dek, Dek ...." "Iya, sebentar." Ningroem memutar kunci terdengar bunyi jepret tanda terbuka, menekan gag
Ningroem menatapnya sejenak berhenti mengunyah nasi. Kemudian meneruskan mengunyah. Setelah ku telan baru aku menjawab pertanyaannya."Aku tak mau menjadi bebanmu, apalagi aku punya dua tanggungan." "Mas, paham itu sudah menjadi tanggungan Mas juga bukannya beban tetapi sudah kewajiban."Ningroem menatap kedua manik netra Dani untuk mencari kesungguhan dalam ucapannya. Betulkah pria ini tulus memintaku untuk berhenti kerja? atau hanya mencari simpatik saja? Aku sungguh bingung."Tidak ah, Mas. biarkan Aku tetap bekerja." pinta Ningroem memaksa. Karena dirinya merasa tidak enak jika kedua anaknya menjadi beban Dani juga."Ee ..., Atau begini saja. Adik buka potong ayam saja di depan, nanti Mas ambilkan dari bos. lumayan tuh untungnya bagaimana?" kata Mas Dani memberikan masukan."Bagaimana, ya? beri kesempatan untuk Ningroem berpikir dulu. Ya, Mas?" "Baiklah."Mungkin memang niat Dani baik supaya Ningroem tidak kecapean kerja.Apakah Jika Jualan ayam potong di sini laku, nggak, ya? N
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Ningroem memalingkan tatapannya dari penjual pop es. Wanita itu tidak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan Bram di wahana bermain. "E—eee, sama anak-anak," sahut Ningroem tergagap. Pria itu melangkah mendekati Ningroem. "Sama anak-anak!" Pria itu tertegun untuk sesaat karena tidak melihat Fahmi dan juga Denis ikut bersamanya. "Mereka ada di dalam sedang bermain," jelas Ningroem. "Aku membeli makanan untuk mereka karena takut merekaerasa lapar karena capek asyik bermain," pungkas Ningroem kemudian. "Ohh, boleh Mas ikut bergabung?" Belum sempat menjawab pertanyaan Bram, ibu penjual pop es memberikan tiga gelas pop es yang dipesannya. Ningroem menerima dan membayar pesanannya. "Boleh, kamu kan ayahnya." Bram mensejajarkan langkahnya dengan langkah Ningroem, wanita itu berhenti di penjual sosis untuk mengambil pesanannya. Setelah melangkah beberapa langkah Ningroem berhenti di Abang penjual martabak tadi ia juga memesan martabak manis dengan toping keju untuk dirin
"Mas, tunggu dulu. Aku takut."Dani melumat bibir Ningroem, "Mas akan melakukan dengan hati-hati."Ningroem merasa tegang, ini hari pertama setelah dirinya melahirkan rasanya miliknya merasa seperti perawan kembali rapat karena sudah di jahit. Wanita itu takut melakukan hubungan badan seperti saat memulai malam pertama."Jangan tegang," ucap Dani berbisik di telinga Ningroem, hingga membuat sekujur tubuhnya merinding. Ningroem menarik nafas dalam menghembuskannya perlahan . Wanita itu betul-betul takut dan tegang hingga. Dirinya tidak bisa menikmati pergulatan pertamanya, hanya fokus untuk menghilangkan rasa sakit saat memulainya."Mas, pelan, aku takut jahitannya robek.""Hem, kau seperti perawan. Dek." Kesat dan sempit sekali."Ningroem tersipu, Dani menaikturunkan tubuh di atas Ningroem. Wanita yang berada di bawah kunjungannya semakin erat meremas sprei menahan sakit. Namun, sesaat kemudian rasa cermas dan takut berangsur hilang tergantikan oleh nikmatnya hentakan yang di berikan
"Maksud Mas, apa?" Ratna merasa tak mengerti dengan perkataan Suaminya. "Ah, sudah lah lupakan kata-kata Mas, barusan." Dani tak ingin membuat hati Ratna gundah sehingga, pria itu meninggalkan Ratna yang masih berdiri mematung di hadapannya. Dani melangkah menuju box bayi yang di dalamnya terbaring putra kecilnya yang lucu. Dalam hati ia merasa kasihan pada Ningroem yang harus mengalah. Merelakan bayinya untuk tetap berada di sini. Tentu saat ini Ningroem sedang bersedih saat ini. Tidak ada teman untuk berbagi. Dani menyentuh pipi Yuda dengan telunjuknya, "Anak ayah baik-baik disini, ya bersama bunda Ratna." Dani berbicara pada Bayi Yuda yang tertidur dengan pulasnya. "Yang malam ini bolehkah aku menemani Ningroem? Pasti ia sangat sedih harus berpisah dengan bayinya." Dani meminta izin pada Ratna untuk menemani Ningroem istri keduanya. "Silahkan saja kalau pun tak kembali ke sini aku rela, karena aku sudah menukarmu dengan Yuda." "Apa, Yank. Memangnya aku barang yang bisa k
Sepulang dari pasar Dani menyempatkan untuk membeli kue, teringat akan Ningroem sedari tadi hatinya berdebar-debar terus. Dani tidak mengerti padahal dia tidak merasa sakit atau pun tidak enak badan. Apakah ada yang salah dengan jantungnya sehingga detaknya tidak seperti biasanya. Dani tidak memperdulikan detak jantungnya. Nanti juga kembali normal seperti biasa, kemarin juga sempat berdebar tetapi hilang dengan sendirinya. Semoga hari ini pun jantungnya baik-baik saja. Dani terus memacu motor maticnya hingga sampai di sebuah toko kue, setelah memarkirkan motornya pria itu turun melangkah masuk. Dani melihat-lihat aneka kue yang berderet rapi di meja, juga di etalase. "Mbak, saya mau ini dua." Tunjuk Dani pada kue brownies yang berbaris di etalase toko. Pegawai segera mengemas kue yang di minta Dani, setelah mengemasnya Dani segera membayarnya di kasir. Hari sudah semakin sore ketika Dani keluar dari toko kue tersebut. Baru saja hendak keluar dari toko tiba-tiba hujan turun de
Pagi harinya Ningroem merasa terbebas dari rasa meriang yang menyerangnya tadi malam, kini Kedua gunungnya meneteskan ASI dengan lancar. Hingga membasahi Bra, tembus ke baju yang dikenakannya. Jika orang lain tak pernah pakai Bra ketika memberikan ASI pada anaknya. Lain halnya dengan dirinya yang risih jika harus berpakaian tanpa Bra apalagi dua gunungnya terlihat menjulang padat dan meneteskan ASI hingga bajunya basah. Ningroem lebih nyaman mengganti sumpalan pada kedua Bra-nya dari pada bajunya harus basah terkena Air ASI-nya yang meninggal bau amis. Singkat cerita sudah dua bulan Ningroem berada di rumah Ratna. Ningroem merasa dirinya sudah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi. Ningroem memberanikan diri mengetuk pintu kamar Ratna, untuk membicarakan sesuatu hal yang penting menyangkut dirinya dan juga putranya yang diberi nama oleh Ratna, Yuda putra Pratama. "Masuk!" Ningroem menekan gagang pintu untuk membuka pintu, melangkah masuk. Ratna yang sedang menyisir r
Ningroem tidak dapat lagi membendung air matanya. Ia menangis terisak di dalam mobil. Dirinya tak menyangka akan berpisah dengan anak dalam waktu dekat. Bayinya masih sangat kecil masih sangat membutuhkan dirinya. Tapi dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk Yuda. Anak yang baru berusia dua bulan darah dagingnya sendiri dari lelaki yang menjadi Suaminya. Pak supir yang tak tega mencoba menghibur Ningroem. "Sabar Mbak, segala sesuatu tentunya ada balasannya. Aku juga tak menyangka jika Bu Ratna akan berbuat nekat seperti ini. Menyuruh Mbak untuk meninggalkan bayimu di sini." Ningroem tidak menanggapi ucapan pak supir di depannya. Hatinya masih sangat pilu mengingat bayinya yang ia tinggalkan di rumah Ratna. Sang supir pun tidak sakit hati karena ucapannya tidak mendapatkan tanggapan. Ia sangat paham pada wanita yang duduk di jok belakang. Pak supir bersimpati padanya tetapi tidak ia bisa berbuat apa-apa sehingga sang supir hanya fokus lagi ke jalan raya yang berada di depannya. "
Pagi harinya ketika Adzan subuh berkumandang, Ningroem memberanikan diri untuk membersihkan badannya yang lengket. Ningroem tidak ingin membangunkan Ratna yang masih tertidur pulas, bersama ibunya di tempat tidur sebelah yang kosong karena tidak ada Pasien lain. Sedangkan Dani tidur di atas tikar yang dibawanya dari rumah. Ningroem melihat sekilas pada box bayi yang ada di samping tempat tidurnya. Dilihatnya bayinya masih tertidur pulas. Ia pun perlahan beranjak dari tempatnya semula. Berjalan pelan menuju kamar mandi, yang masih ada di pojok kamarnya. Karena tangan Ningroem tidak di infus. Ia menjadi lebih leluasa untuk melakukan aktivitasnya. Hanya saja bagian intinya yang masih terasa sakit Karena baru satu hari melahirkan. Ningroem memasuki kamar mandi dengan hati-hati. Kemudian melepaskan pakaiannya satu-persatu dari tubuhnya. Menghidupkan kran air, membasuh tubuhnya dari kepala hingga badannya sesuai nasehat yang diberikan Ibunya ketika ia melahirkan anak pertamanya. "Ndok j