Yosua menatap tajam pada Clara. Pria itu paham apa yang dimaksud dengan gadis yang sedang berdiri di depannya. Namun, hal itu sepertinya membuat Yosua tidak berkutik. Kenapa?
Sang mafia itu memang tidak begitu suka dekat dengan wanita. Dia selalu menjaga jarak dengan wanita, tapi hal itu tidak berlaku pada Agni. "Ah, sial!" umpat Yosua pelan. Justru Yosua terjebak dengan kata-katanya sendiri. "Kenapa juga harus mabuk sih!" Menyalahkan diri sendiri. "Bagaimana?" tanya Clara penasaran karena dari tadi tidak ada jawaban dari Yosua. "Apa ucapan anda yang tadi masih berlaku?" lanjutnya memancing Yosua. "Aahh!" Yosua memegang kepalanya dan memberi isyarat. Bukan karena akting atau apa, tapi memang dia sering merasakan sakit kepala setelah banyak minum alkohol. Beberapa pengawal mendekati sang tuan untuk menenangkannya. Setelah beberapa menit barulah beberapa anak buahnya menyuruh Clara untuk berdiri agak menjauh dari tempat Yosua. Sejujurnya Clara juga tidak ingin dipermainkan dan malam itu dia sangat berharap bisa tidur dengan bos mafia itu. Clara pun memaksa pada anak buahnya agar dia bisa lebih dekat lagi dengan Yosua. Clara memang tidak bisa menampik jika dirinya terpesona dengan sosok Yosua. Pria yang dijuluki mafia nomor satu itu memang mendekati sempurna. Tak hanya sempurna, Yosua juga termasuk orang paling kaya. Belum lagi bisnisnya juga mendunia. Dia banyak punya relasi, tapi tidak sedikit orang yang tahu jika Yosua adalah orang paling ditakuti di dunia mafia. "Kau mau apa, nona?" tanya sang pengawal. "Aku ingin menemani Tuan Yosua," tandasnya berusaha masuk ke dalam pengaman sang pengawal. Namun, tidak berhasil, karena terlalu ketat. "Tuan tidak butuh seorang wanita untuk menemaninya jadi silakan anda cari tamu lain yang ingin ditemani oleh kupu-kupu malam seperti anda." Yosua berdeham, "Maaf, Nona Clara. Suasana hatiku sedang tidak baik, jadi aku tidak berselera sama sekali. Mungkin jika kita diberi waktu untuk bertemu lagi di lain waktu. Kita akan melakukannya," ujar Yosua. "Kenapa tiba-tiba?" tanya Clara yang masih memancing Yosua. Entah kenapa Clara begitu sangat terobsesi oleh Yosua malam itu. *** Satu bulan kemudian. "Tuan, polisi ada di mana-mana!" Dengan suara agak berbisik. "Benarkah?" Dia tersenyum santai menanggapi pengawalnya. "Baiklah. Kita akan bermain petak umpet," lanjutnya. "Tapi, tuan. Ini bukan ide yang bagus." Pengawal dengan badan besar kekar itu justru terlihat khawatir dan tidak tenang. Yosua menatapnya dengan tajam sambil menggerakkan tusuk gigi yang sedang dia gigit. "Takut? Badan besar, tapi nyali ciut. Pulang saja jika kau takut bermain dengan polisi. Buat apa aku membayar mu jika bukan untuk mengawal dan melindungi ku!" Yosua membentak pengawalnya di tengah keramaian kedai. Bentakan itu sukses membuat sang pengawal kicep dan menundukkan kepalanya merasa telah membuat kesalahan besar. Pria berusia sekitar 28 tahun dengan tinggi 178 cm ini begitu sangat santai. Pria itu masih menikmati hidangannya, padahal para pengawalnya sudah meminta pria itu untuk segera bersiap mengambil langkah seribu jika keadaan sudah kepepet. Kedai yang mulai ramai itu tidak menyurutkan para polisi untuk menggeledah dan memeriksa. Yosua menyapu segala penjuru kedai itu sampai pada akhirnya senyum miring mengembang di bibirnya. Polisi sudah berada di depan kedai tempat Yosua makan. "Beberapa dari kalian menyebar lah dan kalian berdua ikut aku masuk ke dalam kedai ini," teriak Reynar. Polisi muda berpangkat Iptu berusia sekitar 27 tahun itu masuk ke dalam kedai dan memeriksa setiap orang yang ada di sana. "Sial! Selalu telat dan terkecoh." Reynar menyepak sebuah kursi hingga kursi itu terjungkal. Dia keluar dari kedai itu dan semua polisi sudah berkumpul. Bagaimana di sana?' teriaknya. "Nihil, pak!" Mereka berlari bergabung dengan polisi yang lain. Bahkan polisi yang menggeledah di tempat lain juga kehilangan jejak Yosua. "Mafia yang satu ini memang tidak boleh dianggap remeh. Dia begitu lincah, pintar, dan banyak akal," ujar salah seorang polisi. "Sial, berani sekali dia mempermainkan polisi." Reynar memerintahkan semua polisi untuk kembali ke markas. Yosua memperhatikan Reynar dari atas roof top dengan tersenyum smirk seperti mengejek Reynar yang selalu gagal menangkapnya. Merasa seperti ada yang memperhatikannya, polisi muda itu menoleh ke atas menyapukan pandangannya ke seluruh roof top. Ternyata Yosua sudah berlalu dari sana. Reynar berdiri tegap dan mendongak ke atas menatap deretan roof top. Insting Reynar tidak pernah salah jika Yosua tadi berada di atas sana sedang memantau pergerakan polisi. Ada keinginan untuk mengejarnya, tapi yang pastinya sudah terlambat. Yosua pasti sudah jauh meninggalkan tempat itu. "Untuk sekarang mungkin keberuntungan masih berpihak padamu, tapi aku yakin suatu saat aku bisa menangkap mu dan memasukkan mu ke dalam jeruji besi." *** Reynar melangkah menuju rumah Agni. Terlihat dari wajah pria itu begitu sangat bahagia. Sepertinya Reynar membawa kabar baik untuk Agni. Pagi itu mungkin Reynar terlalu pagi datang ke rusun tersebut, karena masih sangat sepi. Pria tampan dengan rambut hitam cepak sudah berdiri di depan pintu rumah Agni. Tiga kali dia mengetuk pintu tidak ada respons apalagi dibukakan pintu dan akhirnya satu——dua ketukan si pemilik rumah membukakan pintunya. "Pagi Reynar. Tumben pagi-pagi sekali sudah bertamu," sapa Agni. Reynar sudah tidak heran dengan wanita tuna netra tersebut karena dia bisa menebaknya dengan tepat tanpa dia harus mengucapkan sepatah kata agar Agni tahu siapa dirinya. "Pagi juga nona manis," sapa balik Reynar melangkah masuk ke dalam rumah rumah dan duduk di sebuah sofa. Reynar memperhatikan wanita cantik itu yang tengah sibuk membuatkan minuman untuknya. "Agni, kau tidak perlu repot. Kau tidak perlu menyuguhkan sesuatu untukku," lanjutnya. "Ah, ini tidak merepotkan ku. Hanya secangkir teh hangat untukmu agar badanmu terasa hangat di pagi ini." Melihat Agni kesulitan membawa nampan. Akhirnya Reynar turun tangan. Pria tampan itu segera melangkah menghampiri Agni. "Biar aku yang bawa nampannya," tawar Reynar. "Terima kasih, Rey," balas Agni tersenyum dengan tatapan kosong. Wanita itu melangkah sambil meraba dinding menuju sofa. Reynar menaruh nampan tersebut di atas nakas. "Agni, minuman ini sama semua?" tanyanya. Agni tersenyum dan duduk tidak jauh dari Reynar. "Tentu saja. Teh hangat yang manis rasanya, tapi tidak terlalu manis. Gulanya hanya satu sendok makan saja." "Baiklah." Reynar memindahkan dua cangkir teh hangat itu ke atas nakas. "Rey, kau hendak pergi ke mana?" tanya Agni saat merasakan pergerakan kaki. "Aku ingin mengembalikan nampan ini ke dapur," jawabnya. "Ah, aku sungguh banyak merepotkanmu." Terlihat senyum getir di ujung bibirnya. "Jangan bicara seperti itu," hibur Reynar. Pria tampan itu kembali duduk dan mencicipi teh hangat buatan Agni. "Hmm ... ini sungguh enak. Wanginya langsung kerasa di hidung," puji Reynar. Agni menggerakkan kepalanya mengikuti arah suara Reynar. "Ada perlu apa kau sepagi ini sudah datang kemari? Apa ada kabar baik tentang kasus itu?"Agni pun menanyakan soal kedatangan Reynar yang terlalu pagi. Tidak biasanya polisi muda itu datang ke rumah di jam 6 pagi. Paling pagi sekitar jam 7-an. Hal itu mengundang rasa heran pada diri Agni. "Hmm ... sebenarnya tidak ada kabar apapun. Aku hanya ingin membicarakan sesuatu denganmu," "Sesuatu? Apa soal donor mata?" tebak Agni. "Soal donor mata." Reynar menatap Agni yang pandangannya kosong menerawang ke depan. "Belum ada yang cocok dengan matamu. Mungkin akan butuh waktu lama untuk mencari yang cocok, tapi jika sudah menemukan yang cocok, dokter akan segera mengabariku," lanjut Reynar menjelaskan. Agni menarik napas panjang dan tangannya mencoba meraih cangkir yang ada di atas nakas. Melihat hal itu, Reynar bergerak untuk membantu mengambil cangkir dan menyerahkan pada Agni. Reynar menegangkan cangkir itu ke tangan Agni, "Terima kasih, Rey. Maaf, aku terus merepotkan mu." Agni menenggak teh hangat itu pelan-pelan karena masih sedikit panas. "Bagaimana?" tanya Reynar.
Kehadiran Leo dalam hidup Agni amat sangat membantu dalam kesehariannya. Anjing yang akrab disapa Leo itu tampak sangat nyaman dengan majikan barunya yaitu Agni. Walaupun Agni tidak tahu siapa yang sengaja meninggalkannya di depan rumahnya, akan tetapi menurut Agni, dia tidak meninggalkan anjing tersebut dengan sengaja. Buktinya anjing itu memakai kalung yang ada huruf Braille-nya. Pastilah orang yang meninggalkan anjing tersebut mengetahui jika yang tinggal di rumah itu seorang tuna netra. Bahkan dia juga meninggalkan segala perlengkapan untuk sang anjing, termasuk persediaan makanan dan vitamin. "Apakah Reynar yang meninggalkan anjing ini———ah, tidak-tidak. Tadi pagi dia tidak mengatakan apapun tentang anjing. Dia hanya membahas masalah donor mata atau mungkin Aksa? Aku rasa itu juga tidak mungkin, karena aku dan dia belum begitu kenal." Agni terdiam sesaat. "Ah, tidak mungkin keduanya. Hmm ... mungkin lebih baik aku akan menanyakan secara langsung jika bertemu dengan mereka ber
Agni merasakan napasnya yang tak beraturan. Dadanya begitu sangat sesak. Wanita itu terlihat sangat kelelahan karena terus dipaksa lari dalam keadaan mata yang tidak bisa melihat. Tentunya hal itu tidak mudah bagi Agni. Yosua yang melihat Agni mulai kelelahan, lalu membawa wanita muda itu masuk ke ruang gelap di sela-sela yang sempit untuk bersembunyi. Agni sedikit memberontak dan hal itu membuat Yosua tidak bisa fokus. "Aku mohon, lepaskan aku!" Berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan cengkraman tangannya. "Sssttt ...." Yosua membungkam bibir Agni agar tidak bersuara. "Cari di sebelah sana!" pinta Reynar yang begitu yakin jika Yosua bersembunyi di tempat itu. Agni yang mendengarkan suara Reynar seketika berusaha untuk berteriak. "Tolo——," pekik Agni yang bibirnya masih terbungkam. Hal itu langsung membuat Yosua panik. Seketika pria tampan itu membungkam bibir Agni dengan cara yang lebih ekstetik.
"Si-siapa!?" teriak Agni dengan nada bergetar."Aku———Reynar!" Agni merasa lega saat mengetahui siapa yang ada di balik pintu tersebut. Perlahan Agni bangkit dari duduknya dan melangkah pelan menuju pintu."Kau tidak apa-apa, kan?" tanyanya sambil memegang kedua bahu Agni dengan kedua tangannya saat pintu itu terbuka. Reynar begitu mengkhawatirkan Agni karena ketika kejadian itu, dia menjadi sandera si mafia licik agar bisa melarikan diri."Aku tidak apa-apa, Rey," kata Agni."Ah, syukurlah." Reynar menundukkan kepalanya sambil posisi kedua tangannya masih memegang bahu Agni."Rey, kau sudah makan?" tanya Agni mencairkan suasana yang terkesan tegang. Reynar mengangkat kepalanya dan menggeleng walaupun dia tahu jika Agni tidak bisa melihat gelengan kepalanya. "Rey ...," panggilnya."Aku belum makan, tapi aku bawakan martabak untukmu. Bagaimana jika kita makan bersama?" ajak Reynar yang memang sudah kelaparan.Ag
Tap ... Tap ... Tap ...."B-berhenti!" teriak Agni.Teriakan dari Agni tidak dihiraukan oleh pria tersebut. Dia terus melangkah hingga berada di sisi kanan Agni yang sedang merangkak mencari tongkatnya.Pria itu jongkok di samping Agni yang terlihat ketakutan dan gemetaran. "Apa aku menakutimu, nona?" Tangannya terulur memegang tangan kanan Agni, akan tetapi karena terkejut wanita itu menarik tangannya. Si pria tersenyum dengan mengeluarkan sedikit suara. "Nona, kau sungguh terlihat takut? Aku bukan orang jahat dan aku hanya ingin menyerahkan tongkat ini padamu." Tangan itu kembali terulur dan memegang kan tongkat itu pada tangan kanan Agni.Agni sedikit terlonjak karena sentuhan itu. "Te-terima kasih," ucap Agni lirih."Tidak masalah. Hmm ... dan apa ini juga anjingmu? Dia begitu sangat lucu dan penurut,""A-apa———anjing? Penurut?" Agni seperti merasa ada yang aneh. Agni buru-buru menggenggam erat tongkat yang dia pegang dan segera berdiri dengan tatapan kosong ke depan.Pria tersebu
Masih menjadi teka-teki bagi Agni, siapa pria itu sebenarnya?Kenapa dia bisa tahu tentang Leo?Ataukah dia salah satu teman dari Aksa?Bahkan dia seperti selalu berada di sekitar Agni sejak terakhir dia bertemu dengan Aksa dan saat itulah Agni belum pernah lagi bertemu Aksa.Yang membuat heran dia begitu mudahnya kenal dengan Leo dan cepat akrab juga.Hal yang membuat Agni semakin penasaran pada pria tersebut. Bahkan hari itu dia membeli bunga 3 tangkai. Mungkin dia akan mengunjungi makan saudaranya yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat Agni jualan.Setidaknya Agni berharap jika pria itu bukan pria jahat. Jika memang pria itu berniat jahat pada dirinya tentunya dia tidak akan menyia-nyiakan waktu yang ada.Setelah dibeli oleh pris tadi bunganya tersisa tiga tangkai. Wanita itu memutuskan untuk tidak menjualnya lagi karena dia sudah ada rencana mengunjungi sebuah tempat dengan membawa tiga tangkai bunga itu."Leo, sepertinya hari ini cukup sampai di sini. Mari, kita pergi dari
Hari terus berlalu dan Agni mulai diliputi rasa rindu yang membelenggu sejak beberapa hari setelah kejadian malam itu, dia tak kunjung bertemu dengan Yosua. Dan hari itu senyum Agni kembali lebar. Dia lebih bahagia dari hari-hari biasanya. "Selamat pagi anak-anak," "Selamat pagi juga, Kak Agni," balas mereka. "Hari ini Kak Agni ingin memberi nasihat hidup yang mungkin akan berguna untuk kalian kedepannya." Semua anak didik Agni yang merupakan anak jalanan duduk dengan tertib untuk mendengarkan curahan hati Agni. Semua menyimak dengan cukup antusias dan tidak sabar untuk mendengarkan nasihat-nasihat yang akan diberikan Agni untuk mereka semua. "Meski kalian kini hidup dengan masa depan yang tidak jelas, tapi percayalah——kadang Tuhan memang sengaja memberi cobaan yang sulit guna menguji umatnya. Kalian tidak boleh marah dengan takdir yang sekarang ini tengah kalian jalani atau marah dengan keadaan. Sebab seperti apapun penderitaan kalian atau apapun yang kalian rasakan saat
Karena jadwal kesibukan seorang Reynar Prasada yang semakin padat. Hal itu membuatnya harus segera kembali ke kantornya. Sementara Agni pulang dengan bantuan Leo sebagai petunjuk jalannya. Setelah sampai di rumah susun kediamannya, anjing lucu itu langsung menggonggong. Seolah memberi sinyal pada sang pemilik jika ada seseorang yang tengah menunggunya. "Guuuk ... Guuukk!!" "Leo, diam! Jangan berisik, ya. Kau bisa membuat penghuni rumah susun ini terganggu," ujar Agni sembari menenangkan anjing kesayangannya dan memeluk erat. Perasaan Agni pun berkata jika di sekitar rumahnya ada orang lain selain dirinya dan Leo. Wanita itu mengeratkan genggamannya pada tongkat yang dia bawa. "Si-siapa di sana!" Tiba-tiba suara langkah kaki kian mendekat membuat Agni semakin memperjelas lagi pendengarannya untuk mengenali orang yang hendak menghampirinya. Aroma semerbak bau parfum yang tidak asing itu tercium.
Sementara pihak polisi termasuk Reynar dan Cakra sedang mengevakuasi jasad Bhanu, sedangkan Yosua yang membawa Agni ke rumah sakit.Agni masih di bawah pengaruh obat tidur, dia baru bangun setelah 2 jam kejadian mengerikan tadi berlangsung. Matanya terbuka perlahan, Dia terlihat bingung mendengar suara perawat yang lalu lalang di sekitar sana."Agni, kau sudah bangun?" Yosua tersenyum saat melihat wanitanya sadar. Pria itu langsung menggenggam erat tangan Agni, akan tetapi dilepas begitu saja."Kau membawaku ke sini?""Iya,"Agni pun membuka selimut yang membalut tubuhnya, akan tetapi dia baru sadar jika ada selang infus di tangannya."Agni, aku akan menyerahkan diri kepada polisi atas kejadian di masa silam," ujar Yosua lirih. Obrolan pembukaan itu membuat Agni terdiam seketika dengan pandangan mata yang kosong. "Aku sudah sadar itu sudah lama, akan tetapi aku memilih diam karena takut kehilanganmu. Aku benar-benar seorang pecundang," lanjutnya sambil menunduk menunjukkan rasa penyes
Agni ternyata diculik oleh Anya untuk dibawa pada Bhanu. Dua orang itu memang punya dendam tersendiri pada Agni, padahal dia adalah wanita tunanetra. Rupanya Bhanu dendam karena Agni pernah melukai matanya. Sedangkan Anya dendam karena faktor cemburu. Sungguh ironis."Rupanya rasa cintamu pada si bodoh itu membuatmu menjadi seorang psikopat," cicit Bhanu."Aku yakin, kau bahkan lebih sadis dariku," bantah Anya sambil tersenyum.Sebelum mengeksekusi Agni, keduanya pun sempat melakukan hubungan badan singkat selama 15 menit di ruangan tempat Agni di sekap. Keduanya pun terlihat menikmatinya hubungan intim itu, sebelum berpesta untuk menyiksa lalu membunuh korbannya. Sementara sepanjang berhubungan intim, Bhanu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Agni yang terlihat sangat cantik di bawah cahaya lampu. Hal itu sungguh membuat Anya terlihat kesal dan jengkel.Rupanya meskipun dendam, Bhanu masih memiliki hasrat untuk memiliki wanit
Di rumah, Reynar telah menyiapkan makan malam khusus berdua dengan Agni. Sementara sang Ibu sepertinya masih marah lantaran pertengkarannya kemarin hingga memutuskan tetap dalam kamar seharian. Mereka pun bertegur sapa di saat hal penting, tapi tetap saja Reynar yang merasa bersalah.Sudah ada hiasan bunga, hidangan untuk makan malam, dan beberapa lilin sebagai penyambut jika Agni pulang. Namun, di jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam masih belum juga ada tanda-tanda Agni pulang ke rumah. "Ke mana Agni pergi? Sudah malam begini kenapa belum pulang juga?" gumam Reynar. Dia pun menunggu sambil menarik ulur layar ponselnya hingga dia mendapatkan notifikasi Breaking News berita kebakaran di atas gedung. Awalnya Reynar biasa saja, akan tetapi setelah melihat satu gambar jepretan dari CCTV pun dia langsung terperanjat dari duduknya."Itu seperti———"Dia pun segera mengambil jaket kulitnya lalu mengambil kunci motor dan juga helm.Dari rumah dia tanc
Segala upaya telah dilakukan oleh Reynar untuk mencegah pertemuan diantara keduanya, tapi apa daya jika ada campur tangan dari Cakra. Cakra Prawira-lah yang bertindak saat itu.Lewat tulisan tangan dari Cakra, orang yang telah mengirimkan surat kepada Yosua. Akhirnya jadwal pertemuan itu dilaksanakan. Sementara itu, Cakra juga sedang baik telah membuat Reynar sangat sibuk di kantor kepolisian akhir-akhir ini dengan kasus baru.Agni kini telah mengandung hampir 4 bulan. Dia kini dia telah dapat merasakan janin di dalam perutnya menendang-nendang dan bergerak di dalam sana. Perutnya pun telah mulai membuncit, sudah bisa ditebak bahwa dia adalah wanita yang tengah berbadan dua. Walaupun tidak terlalu besar, tapi itu sudah terlihat sangat jelas.Pertemuan itu pun akhirnya tiba.Mereka bertemu di atas gedung di mana Agni dituntun oleh seorang wanita dan dia pun duduk di kursi yang telah disediakan. Pandangannya kosong, dia hanya diam merasaka
Agni mengangguk dengan air mata terus mengalir membasahi pipinya. Dia pun mulai berjalan pelan untuk meninggalkan tempat itu, tapi niatnya tertahan tatkala dia merasakan tangan seseorang menghadang langkahnya."Tetap di sini! Kau tidak boleh pergi kemana-mana," kata Reynar dengan suara lirih.Reynar yang secara tiba-tiba muncul membuat bingung dan terbengong. Pria itu pun menuntun Agni pergi ke kamarnya, meninggalkan ibunya yang masih menangis tersedu-sedu di tempat tadi.Di dalam kamar, Reynar langsung meminta Agni untuk duduk dan menenangkan dirinya yang ketakutan. "Agni, Tolong jangan dengarkan Ibuku. Dia hanya sembarangan bicara," ujar Reynar lirih di telinganya."Tidak. Aku cukup paham jika dia memang tidak menyukai kehadiranku," jawab Agni dengan nada bergetar."Bukan begitu permasalahannya, aku akan menasihatinya untuk menjaga sikapnya. Tolong jangan masukkan ke hati apapun yang tadi beliau bicarakan," lanjutnya sambil menepuk pun
Reynar dan Cakra saling pandang, tapi pandangan dari kedua pria itu berbeda makna. Yang satu mengisyaratkan makna menawarkan kerjasama. Sedangkan pria yang satunya mengisyaratkan makna bahwa dia punya banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada lawan bicaranya."Aku masih belum mengerti dengan semua fakta ini, kau bisa tahu segalanya tentang Agni?""Sistem IT dari tahun ke tahun sudah semakin berkembang, Tuan Reynar. Aku memantau Agni dengan sangat baik,"Reynar masih tetap tidak bisa percaya akan hal itu. Lantas dia segera pergi membawa Leo bersama dengannya. Meski begitu, setidaknya Cakra telah memiliki partner baru untuk membongkar mafia besar yang selama ini berkeliaran dengan bebas.Tidak butuh waktu lama, Reynar telah tiba di rumah. Dia langsung disambut oleh Nyonya Leikha yang sedang membantu Agni memakaikan gaun cantik di tubuh wanita tunanetra itu."Putraku sudah pulang?" sambut Nyonya Leikha. Sementara tatapan Reynar masih te
Esok paginya, Agni bangun pagi sekali. Karena dia masih belum hapal sela di rumah itu, beberapa kali Agni sering tersandung dan jatuh."Kau tidak apa-apa kan, Nak?" tanya Nyonya Leikha dengan sikapnya yang ramah dan hangat, Agni langsung dibawa duduk di ruang tamu olehnya."Duduklah di sini, aku akan siapkan sarapan untukmu,""Biar aku bantu,""Tidak perlu, kau duduk saja di sini. Sebentar lagi juga beres dan Reynar pun juga akan segera bangun," lanjut Nyonya Leikha sambil tersenyum.Rasanya tidak nyaman hanya duduk berdiam diri dan pemilik rumah sibuk pagi itu. Namun, apa daya Agni hanya seorang wanita tunanetra yang tidak bisa berbuat banyak. 15 menit setelahnya itu terlihat Reynar sudah bangun. Dia berjalan terguyung-huyung dari kamarnya menuju ruang makan."Bu, mana makananku? " tanya Reynar dengan nada yang terdengar manja. Hal itu membuat Agni tersenyum gemas karena selama ini Reynar Prasada yang dia kenal adalah
Akibat tertangkapnya anak buah Bhanu, kini tim kepolisian dan mata-mata semakin menyebar. Namun, di sisi lain ada rasa rindu dalam hati Yosua yang semakin tidak tertahankan untuk segera menemui wanitanya."Jangan---jangan pergi!" tolak Anya yang mencegah kepergian tuannya."Minggir! Aku sudah dua hari di Indonesia dan aku tidak bisa menahan lagi untuk menemui Agni.""Tapi, keadaan di luar sana sangat berbahaya. Polisi pasti sedang siaga terlebih lagi posisi Bhanu sedang menjadi buronan sekarang," lanjut Anya sambil membentangkan kedua tangannya di depan pintu."Kau lupa, aku ini Yosua, bukan Bhanu! Apakah kau meragukan kemampuanku untuk menghindar?" tanya Yosua dengan nada sinis. Dia pun menarik tangan Anya dan menyingkirkan wanita itu dengan mudah.Seperti yang diharapkan Yosua, dia pun pergi dari tempat persembunyiannya dengan mobil mewah yang dikendarai anak buahnya.Sesampainya di rumah sakit, Yosua yang mendapatkan informasi
"Aaaaarrggh!" teriak Bhanu. Mengeluh dan mengerang kesakitan. Darah segar mengalir membasahi tubuh Agni. Bhanu yang masih tetap tegar bertarung di titik darah penghabisan itu pun merampas gunting dari tangan Agni. Pria itu menancapkan gunting tersebut ke arah kepala, beruntung Agni berhasil menghindar dan gunting yang dipegangnya kembali menancap ke kasur.Pergulatan itu semakin sengit, Bhanu kembali menarik gunting itu dan hendak melakukan penusukan kembali. Namun, nahasnya di waktu bersamaan timah panas melayang mengenai tangan Bhanu di mana saat itu dia memegang gunting. Melihat ada penyerangan pria itu segera berlari keluar dari kegelapan meninggalkan Agni dalam ketidakberdayaan.Agni terdiam. Napasnya tidak beraturan, seketika dia melihat bayang-bayang wajah Ayah, Ibu, dan kakaknya Arsan dalam benaknya. Dia bersyukur saat itu lepas dari maut, meski dia tetap menjadi wanita lemah karena keadaan.Pria tidak dikenal itu pun kembali menyembunyik