"Aku selalu merasa bersalah atas masalah ini. Seorang pria berperilaku berengsek, bukan berarti istri dan anaknya juga sama." Setelah berkata demikian, Niken melirik ke arah Ronny sekilas dan berkata, "Nggak ada lagi yang mau kubicarakan sama kamu. Silakan pergi."Ucapannya ini jelas sekali sedang mengusirnya. Ekspresi Ronny menjadi muram setelah mendengarnya.Ronny menarik napas dalam, berusaha mempertahankan ketenangannya. "Bu Nancy, aku datang untuk mengingatkanmu dengan niat baik, kenapa kamu begitu menolakku? Sean bukanlah pria yang sepolos dan sejujur yang kamu bayangkan."Sambil berkata demikian, dia menunjuk ke arah Michael yang berdiri di belakangnya. "Lihat mata anakku? Itu ditusuk buta oleh Sean!"Nancy mengangguk santai. "Oh.""Lalu, kenapa masih tersisa satu?"Ronny tertegun mendengarnya. Wanita itu mengubah posisinya dengan nyaman, matanya memandang jauh ke altar tempat Tiffany dan Sean sedang bertukar cincin."Kenapa cuma satu matanya yang terluka?" Dia menoleh sedikit d
Pernikahan masih berlangsung dengan meriah.Sebagai pasangan pengantin yang menjadi pusat perhatian, Tiffany dan Sean pertama-tama mengucapkan sumpah mereka di hadapan pendeta di gereja. Setelah itu, mereka mulai menyampaikan rasa terima kasih kepada orang tua mereka dengan menuangkan teh untuk Nancy dan Bronson, Derek, serta Darmawan.Saat malam tiba, diadakan sebuah resepsi makan malam yang megah.Tiffany mengenakan gaun merah ketat yang elegan, sementara Sean mengenakan setelan biru tua dengan pinggiran emas. Keduanya bahkan tidak membutuhkan pencahayaan tambahan. Hanya dengan berdiri berdampingan, mereka sudah menjadi pusat perhatian dan menjadi sosok paling bersinar malam ini.Resepsi pun dimulai.Tiffany menggandeng lengan Sean dan memulai prosesi bersulang kepada tamu undangan satu per satu."Capek?" Di sela-sela bersulang, Sean merendahkan suaranya dan mendekati telinga Tiffany sambil bertanya lembut.Tiffany bersandar di lengannya, bibirnya melengkung dalam senyuman bahagia. "
Sebab, Sania tidak menyukai Tiffany. Hari ini, meskipun dia tidak datang ke upacara pernikahan, Sania malah menampakkan diri di resepsi malam. Bukankah itu berarti, meskipun dia tidak menyukai Tiffany, di dalam hatinya Sania masih peduli pada adiknya?Sean melepas tangan Tiffany yang menggenggam lengannya, lalu melangkah cepat ke arah Sania. Akhirnya, dia berdiri tepat di hadapannya."Kakak.""Hmm." Sania merogoh saku bajunya, lalu mengeluarkan sebuah amplop merah dan menyerahkannya kepada Sean. "Ini adalah hadiah kecil dariku sebagai seorang kakak."Setelah itu, dia mengangkat kepalanya. Matanya yang berwarna coklat tua menyapu seluruh ruangan. "Nggak mau persilakan aku duduk?"Sean terdiam sejenak, lalu melirik sekelilingnya. Semua kursi di aula sudah hampir penuh. Namun, karena aura dingin dari Nancy, ada kursi kosong di sebelahnya.Sean sedikit mengerutkan kening, lalu melirik ke arah Nancy."Kakak, gimana kalau duduk di sana?""Baiklah, aku akan duduk di sana." Sania tersenyum tip
"Ke rumah sakit!" Setelah Charles memeriksa luka di tangan Tiffany, dia langsung mengambil keputusan, "Sepertinya otot dan tulangnya terluka. Harus segera ke rumah sakit!""Baik!"Begitu Charles selesai bicara, Sean langsung menggendong Tiffany dalam pelukannya. "Tiffany, jangan takut."Tiffany menahan rasa sakit, wajahnya pucat, tetapi dia masih tersenyum lembut ke arah Sean. "Aku nggak takut. Cuma sakit sedikit saja .... Aku nggak apa-apa.""Mana mungkin nggak apa-apa!" Untuk pertama kalinya, suara Sean terdengar panik. "Jangan bicara, aku akan bawa kamu ke rumah sakit!""Lalu bagaimana dengan pernikahan ini?" Keringat dingin mulai membasahi dahi Tiffany karena rasa sakit, tetapi dia masih menanyakan hal itu dengan polosnya."Tunda atau jadwal ulang. Kamu yang paling penting. Tanganmu juga yang paling penting!"Ketika Sean berlari keluar dari aula dengan Tiffany dalam pelukannya, tiba-tiba ....Terdengar jeritan tajam!"Ada pembunuhan!!!""Kepala Keluarga Rimbawan!"Teriakan dari dal
"Pada akhirnya, istri Raymond jadi ikut meninggal. Hari itu, sebenarnya Bibi Niken cuma ingin menabrak mati Raymond seorang diri."Sean duduk di bangku panjang, tangannya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Dia mengangkat wajahnya dengan dingin dan menatap Xavier dengan tajam, "Aku nggak ingat ayahku punya dendam sama Keluarga Rimbawan atau Keluarga Japardi!""Bukan dengan keluarga mereka, tapi dengan Bibi Niken." Xavier menutup matanya sejenak, lalu berbicara dengan tenang, "Kamu pasti pernah mendengarnya.""Setelah Bibi Niken menjadi kepala Keluarga Rimbawan, hal pertama yang dia lakukan adalah memburu satu per satu pria yang pernah menodainya."Xavier menatap wajah Sean yang semakin kelam, "Ayahmu, adalah salah satunya."Perkataan itu bagaikan palu yang menghantam dada Sean dengan keras. Tangannya menggenggam begitu erat hingga hampir berdarah. Dia berkata dengan suara serak, "Kamu bohong!""Benar atau nggak, bukan aku atau kamu yang bisa menentukan. Semua pria it
Tiffany terbangun dan langsung menyadari bahwa tangan kanannya telah dibalut seperti kepompong."Ibu ...!" Begitu membuka mata, pikiran pertama yang muncul di benaknya adalah Nancy. Gambaran terakhir yang dia lihat sebelum pingsan adalah tubuh Nancy yang berlumuran darah saat dibawa ke ambulans.Tubuh ibunya sudah sangat lemah .... Apakah dia bisa bertahan ...?"Bibi Niken baik-baik saja." Xavier bangkit dari duduknya, mengambil bantal dan menyelipkannya di belakang Tiffany agar dia bisa bersandar dengan nyaman."Entah apakah Sania ragu-ragu di detik terakhir atau tangannya terpeleset," lanjutnya. "Tapi, dia nggak sampai melukai organ vital Bibi Niken. Jadi, nyawanya masih terselamatkan.""Haus?" Dia mengangkat gelas. "Mau aku ambilkan air?""Iya."Setelah mendengar kabar itu, Tiffany akhirnya bisa bernapas lega. Dia hendak menerima gelas yang diberikan Xavier, tetapi baru sadar bahwa tangan kanannya sudah tidak bisa digunakan.Xavier juga menyadari hal itu. Dia tersenyum tipis dan men
"Nggak tahu." Xavier mengangkat bahu. "Mungkin dia ingin memastikan sesuatu."Setelah berkata demikian, ekspresinya menjadi serius. Dia menatap Tiffany lekat-lekat. "Tapi, Tiff .... Aku sarankan kamu mulai mempertimbangkan kembali hubunganmu dengan Sean."Tiffany terdiam. Wajahnya perlahan menjadi pucat. "Apa maksudmu ...?"Mereka baru saja mengadakan pernikahan. Baru saja memulai kehidupan yang bahagia. Baru saja ... memulai segalanya."Aku bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan pribadi orang lain."Xavier tersenyum tipis dan menggeleng. "Kamu bisa lihat sendiri. Aku memang menyukaimu, tapi aku nggak pernah mencoba mengganggu atau mencampuri hubunganmu dengan Sean.""Aku nggak suka ikut campur dalam kehidupan orang lain. Tapi, Tiff ... hubunganmu dengan Sean ... terlalu banyak rintangan."Pria itu menghela napas pelan. Jantung Tiffany berdebar kencang. Namun, dia tetap tersenyum, meski senyumnya semakin hambar. "Kenapa? Bukankah aku dan Sean baik-baik saja? Hanya karena kakakny
Kata-kata Xavier membuat hati Tiffany terasa nyeri seakan ditusuk berulang kali. Gadis itu menggenggam tangannya erat.Ibunya ....Demi dirinya, ibunya rela melepaskan namanya, dendamnya, dan meninggalkan segalanya. Karena dia mencintai Sean, ibunya rela melupakan apa yang telah dilakukan ayah Sean padanya dan memilih untuk menerima Sean ....Tiffany memejamkan mata. Hatinya terasa hangat sekaligus menyakitkan. Nancy benar-benar telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk berkorban.Setengah hidupnya dia habiskan untuk Bronson.Setengah hidupnya lagi ...."Kamu tenangkan diri dulu." Xavier menarik napas dalam, lalu berbalik pergi.Setelah pria itu pergi, hanya Tiffany yang tersisa di kamar rumah sakit. Dia bersandar di kepala tempat tidur, menatap dinding putih pucat di hadapannya dengan pikiran yang berkecamuk.Entah kenapa, wajah kedua orang tuanya dan semua kebaikan mereka padanya terus bermunculan di benaknya. Begitu pula dengan segala perhatian dan kelembutan Sean selama ini.Setela
Malam itu, Tiffany baru saja menjemput kedua anaknya ke dalam mobil, Arlo sudah mulai merengek ingin makan paha ayam untuk makan malam. Berbeda dengan Arlene yang sering manja, Arlo jarang sekali mengungkapkan apa yang dia suka atau inginkan kepada Tiffany.Oleh karena itu, ketika putranya akhirnya mengajukan permintaan, Tiffany tentu saja ingin mengabulkannya.Setelah keluar dari taman kanak-kanak, Tiffany langsung mengemudikan mobil menuju pasar bahan segar. Saat membeli paha ayam, Tiffany teringat dengan paha ayam panggang yang dimasakkan Sean saat makan siang di tempat Zion.Tiffany telah merindukan rasa itu selama lima tahun.Sudah lima tahun dia tidak kembali ke Kota Aven, selama itu juga dia tidak pernah merasakan rasa itu lagi. Begitu pula dengan Arlo dan Arlene, kedua anak kecil itu juga belum pernah mencicipinya.Setelah ragu cukup lama, akhirnya Tiffany memutuskan untuk membeli bumbu yang sama seperti yang digunakan Sean tadi siang untuk memanggang ayam."Mama, malam ini mak
"Hmm." Zion mengangguk dengan serius. Tatapannya yang menatap kejauhan tampak tegas dan penuh ketulusan. "Sebelum bertemu dengan Pak Randy hari ini, aku nggak akan melakukan hal yang dianggap sebagai tindakan tak tahu terima kasih. Bagaimanapun, aku dibimbing langsung oleh guruku dulu.""Sebenarnya, aku juga nggak ingin melakukan sesuatu yang bisa menyakiti guruku. Tapi, hari ini kehadiran Pak Randy membuatku sadar. Nyawa seseorang jauh lebih penting daripada perasaanku terhadap guruku."Tangan Tiffany yang memegang kemudi sedikit menegang.Zion masih menatap luar jendela, seolah-olah pandangannya menembus pemandangan di luar dan melihat sesuatu yang lebih jauh."Pak Sean juga bilang, mungkin dulu guruku nggak benar-benar ingin menjebakmu. Mungkin niatnya hanya ingin memberiku kesempatan untuk bersinar.""Dia memikirkan semuanya dengan sangat matang, tapi satu-satunya hal yang tidak dia pertimbangkan adalah nyawa pasien.""Kalau saja waktu itu Dokter Julie nggak datang untuk membantu,
Setelah makan siang yang menyenangkan, Tiffany berbincang sebentar dengan Randy dan Zion. Tak lama kemudian, mereka pun berangkat menuju Kota Kintan.Randy naik mobil Conan. Zion awalnya ingin ikut bersama mereka agar tidak menjadi nyamuk bagi Tiffany dan Sean. Namun, Sean tetap menyuruhnya duduk di kursi penumpang depan di mobil Tiffany."Di antara kami berdua sudah ada banyak nyamuk, tambah satu lagi nggak masalah kok," ujar Sean.Tiffany melirik Sean dengan kesal, lalu duduk di kursi pengemudi dan menyalakan mesin mobil.Sean duduk di kursi belakang. Begitu mobil mulai melaju, dia langsung bersandar dan tertidur."Pak Sean nggak bisa tidur nyenyak semalam." Dari kaca spion, Zion menatap wajah Sean yang tertidur dengan tenang, lalu menghela napas pelan."Sebelum kamu datang, Pak Conan sempat tanya apakah Pak Sean ingin istirahat sebentar. Dari percakapan mereka, aku baru tahu kalau semalam Pak Sean hampir nggak tidur hanya untuk meminimalkan dampak dari kejadian ini untukmu.""Meskip
Patut diketahui bahwa Sean tidak pernah memasak. Hanya dia yang tahu betapa sulitnya saat belajar memasak paha ayam bersama koki?Itu adalah masa di mana Sean mengalami penghinaan paling banyak sepanjang hidupnya. Namun, melihat ekspresi Tiffany yang begitu bahagia seperti ini, rasanya semua usaha itu sepadan.Tak butuh waktu lama, satu paha ayam sudah habis. Di bawah godaan rasa yang telah lama dirindukan, Tiffany kembali ke sifat aslinya. Sama seperti lima tahun lalu, si pecinta kuliner kecil.Zion, yang duduk di seberangnya sampai melongo. Apakah ini benar-benar Tiffany yang dia kenal? Dokter Tiffany yang selalu dingin dan menjaga jarak dari orang lain?Selama ini, Tiffany jarang makan bersama rekan kerja. Kalaupun ikut, dia hanya makan sedikit, lalu pergi dengan alasan sibuk.Bahkan saat makan siang di rumah sakit, dia selalu menjadi orang yang makan paling lambat dan paling tidak bersemangat.Dia tidak pernah tahu bahwa Tiffany bisa makan dengan begitu lahap, bisa makan secepat in
Tiffany terkejut hingga tidak bisa berkata-kata selama beberapa saat. Sean berhasil menemukan pasien dari kasus 2 tahun lalu?Melihat ekspresi terkejut Tiffany, Randy pun merasa emosional. "Sebenarnya, aku juga sangat terkejut. Aku selalu berpikir operasi 2 tahun lalu sangat sukses. Aku sama sekali nggak tahu ada kejadian seperti ini di baliknya.""Setelah operasi itu selesai, aku langsung pindah ke luar negeri. Aku nggak tahu apa yang terjadi di negara ini setelahnya.""Tapi, 2 hari yang lalu, Pak Sean menghubungiku. Dia bilang operasi yang kujalani dulu berkaitan dengan seorang dokter yang perlu kuselamatkan. Tentu saja, aku bersedia membantu.""Apalagi, demi mengundangku ke sini, Pak Sean sampai memberiku hadiah yang sangat besar."Tiffany benar-benar tidak bisa berkata-kata. Saat dia menyetir ke sini, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Bagaimana cara membuat Zion lebih kuat? Bagaimana cara meyakinkan dia untuk mengabaikan hubungannya dengan Filda dan berdiri di depan publik saat k
"Arogan sekali!""Ya! Sudah salah, tapi masih bisa bicara dengan begitu percaya diri!""Cuma karena punya prestasi, dia merasa dirinya hebat?"Cemoohan para dokter muda semakin keras.Filda justru mengernyit dalam-dalam, menatap ke arah Tiffany pergi. Matanya menyipit tajam. Wanita ini ... kenapa dia sama sekali tidak panik atau takut?....Saat Tiffany mengendarai mobilnya menuju klinik kecil Zion, Sean dan Conan masih belum pergi.Ketika dia turun dari mobil dengan tergesa-gesa, Zion sedang makan bersama Sean, Conan, dan seorang pria asing yang belum pernah Tiffany lihat sebelumnya.Di luar klinik, ada tanda "tutup" yang tergantung. Keempat pria itu berjongkok di lantai di depan klinik, memanggang daging sambil minum alkohol.Tiffany termangu melihat pemandangan di depan. Butuh beberapa detik baginya untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Situasi macam apa ini?Di rumah sakit, Sanny sedang bersama pria berbahaya seperti Michael. Tiffany sampai merasa panik melihatnya. Namun, di sini
Filda yang sudah beruban tampak menyipitkan matanya, lalu secara refleks menoleh untuk melihat Tiffany. Tiffany juga sedang menatapnya.Dua wanita itu saling berhadapan. Satu dengan tatapan dingin dan tajam, sementara yang satu lagi dengan ekspresi datar dan tenang.Saat mata mereka bertemu, Tiffany tersenyum lembut pada Filda. "Kamu menghalangi jalanku."Filda tertegun sejenak. Saat itu juga, dia baru sadar bahwa saat mendengar Tiffany menyebutkan ada seseorang yang menjebaknya, tubuhnya secara refleks menegang dan berdiri di depannya.Menyadari hal itu, dia segera menyingkir ke samping. Para dokter muda yang berada di sekitarnya ikut membuka jalan untuk Tiffany."Terima kasih." Tiffany tersenyum, lalu berbalik dan berjalan keluar.Setelah dia mengambil beberapa langkah, tiba-tiba Filda sadar dan buru-buru memanggilnya, "Dok Tiff!"Tiffany menghentikan langkahnya, lalu menoleh dengan senyuman tipis. "Ada apa?"Filda menatap ke arah yang dituju Tiffany. "Kamu mau ke mana? Arah yang kam
"Cuma masalah sepele begini?" Sanny menggeleng. "Tapi kalau Sean tahu, dia pasti akan sangat marah. Di matanya, orang tua adalah sosok yang seperti dewa dan dewa nggak mungkin berbuat kesalahan."Setelah mengatakan itu, dia melambaikan tangannya. "Baiklah, aku sudah mengerti maksudmu. Aku akan memberi tahu Sean pada waktu yang tepat."Michael menundukkan kepalanya, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Namun, pada akhirnya dia hanya terdiam.Jika dia tidak salah ingat, sebelum dia diusir dari rumah, dia pernah mendengar Ronny yang sedang mabuk berkata, "Menantu Keluarga Japardi itu memang luar biasa! Aku cuma tidur dengannya sekali, tapi nggak pernah bisa dilupakan!""Sayangnya, perempuan itu terlalu kejam. Jangankan tidur, menyentuhnya pun aku nggak berani ...."....Meskipun Tiffany merasa Sanny tahu membedakan mana yang baik dan buruk, saat melewati meja perawat, dia tetap meminta perawat untuk lebih memperhatikan kondisi Sanny.Perawat yang duduk di meja resepsionis melirik Tiffany
Sebenarnya, Tiffany sangat ingin menyusul Sean dan Conan. Bagaimanapun, mereka berdua tidak terlalu akrab dengan Zion.Namun, ketika dia mengangkat pandangannya dan melihat Michael yang duduk di samping Sanny, dia langsung mengurungkan niatnya.Meskipun saat ini Michael terlihat begitu lembut terhadap Sanny, bahkan sampai menuruti semua perkataannya, Tiffany tahu seperti apa sifat aslinya.Michael sama seperti ayahnya. Di mata mereka, hanya ada kepentingan keluarganya sendiri, tidak pernah ada yang namanya kasih sayang.Bukti paling nyata adalah bagaimana Ronny dulu rela membutakan mata Michael sendiri tanpa sedikit pun keraguan. Membiarkan pria seperti ini berada di kamar Sanny sama seperti memasang bom waktu!Tubuh Sanny masih sangat lemah. Jika Michael berniat melakukan sesuatu padanya, Sanny bahkan tidak akan sempat meminta bantuan!Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Michael dengan tatapan dingin. "Pak Michael, Bu Sanny perlu beristirahat dengan baik. Kalau nggak ada hal pen