Setelah istirahat seharian di rumah, keesokan harinya Tiffany baru pergi ke kampus. Mengejutkannya, hari ini ada yang duduk di sebelah Julie. Itu adalah Samuel yang parasnya tidak menarik.Samuel yang duduk di samping Julie tampak melambaikan tangannya sambil tersenyum. "Tiff!"Tiffany hampir muntah melihat wajahnya. Dia tahu tidak boleh menilai orang dari penampilan. Namun, paras Samuel terlalu buruk untuk dilihat, sampai-sampai menutupi pesona yang ada pada dirinya.Tiffany lantas tersenyum canggung, lalu menghampiri dan akhirnya duduk di samping Julie.Samuel menyodorkan sekaleng minuman dingin dengan butiran air di luar kepada Tiffany. "Hari ini sangat panas. Ayo diminum supaya kamu nggak kepanasan."Tiffany termangu sebelum berucap, "Terima kasih." Kemudian, dia menoleh melirik Julie. "Kamu ....""Aku membawa pacarku kemari untuk belajar bersama." Julie menatap Tiffany sambil tersenyum menyipitkan mata. Dia seolah-olah sudah menduga reaksi Tiffany.Julie meneruskan, "Samuel baik d
Tiffany mengernyit sambil mengangguk. "Ya."Penny terkekeh-kekeh sinis. "Kalian benaran nggak tahu malu."Julie sontak menampar Penny. "Siapa yang nggak tahu malu?"Penny buru-buru menghindar. Zara pun menghampiri dan menarik Penny. "Penny."Zara melirik Tiffany dan Julie, lalu berkata, "Nggak usah basa-basi dengan mereka."Penny memelototi Tiffany dengan galak, lalu berbalik dan pergi.Samuel menatap sosok belakang kedua wanita itu dengan alis berkerut. "Ada apa dengan mereka?""Bukan urusanmu." Julie menatap Samuel dengan alis agak berkerut. "Kamu bilang temanmu ingin melihatku, 'kan? Ayo."Usai mengatakan itu, Julie menoleh melirik Tiffany dengan tatapan minta maaf. "Aku dan Samuel masih punya urusan. Kami pergi dulu."Tiffany mengernyit dan bertanya, "Kalian mau ke mana?""Ke bar." Samuel berkata, "Aku mengejar Julie setahun lebih. Sekarang dia akhirnya menerimaku. Teman-temanku ingin melihatnya dan memberi selamat kepada kami.""Tapi ...." Tiffany menggigit bibirnya. Kenapa harus
"Kamu membawaku ke tempat jelek seperti ini?" Mark yang duduk di lantai dua bar tampak mengernyit dengan kesal. "Tempat macam apa ini?"Bar ini memang sangat kecil. Baik itu fasilitas ataupun dekorasinya, semuanya tidak semewah bar yang biasanya mereka datangi. Bahkan, tempat ini bau rokok.Mark mendongak dan melirik Sean dan Tiffany yang duduk di seberang. "Kalian berdua benaran mengajakku kemari?""Sean, kamu sangat kaya. Kamu baru saja mendapat puluhan miliar dari paman keduamu, 'kan? Kenapa malah mengajakku ke bar seperti ini?"Mark hidup kaya sejak kecil. Meskipun diusir oleh Keluarga Sanskara, dia tidak pernah hidup miskin. Setiap bagian di bar ini lantas membuatnya merasa ternodai.Sean tersenyum tipis. "Tiffany yang mau datang kemari."Tiffany mengerlingkan matanya. Sean ingin menjadikannya kambing hitam? Jelas-jelas Sean yang membawanya kemari setelah tahu Julie dan Samuel akan ke bar ini. Kenapa malah memfitnahnya?Tiffany tidak pernah berniat mengganggu Julie dengan Mark. Di
"Aku setuju!" Salah seorang pria menuangkan anggur untuk Samuel, lalu bertanya, "Omong-omong, kalian sudah pernah tidur bersama belum?"Samuel lantas mengernyit dan menggeleng.Sekelompok pria itu pun tergelak. "Bukannya kamu bilang kalian sudah pacaran hampir setengah bulan? Masa belum pernah?""Dia nggak mau." Samuel menyesap anggurnya, lalu menyahut dengan murung, "Dia bilang masih terlalu cepat. Katanya bakal dibicarakan lagi setelah sudah mengakuiku sebagai suaminya."Teman-teman pria itu pun tertawa lagi. "Kalau dia nggak bakal mengakuimu jadi suami, berarti kamu yang rugi dong?""Ya! Itu namanya menghamburkan uang secara cuma-cuma untuk istri orang lain!"Para pria itu sibuk bergosip dan memberi nasihat kepada Samuel. Bahkan, ada yang menyuruhnya menaruh obat di minuman Julie supaya mereka bisa melakukannya.Namun, Samuel langsung menolak, "Aku ... cepat atau lambat, aku pasti akan membuatnya mengakuiku sebagai calon suaminya! Aku pasti bisa membuatnya bersedia tidur denganku!"
Tiffany mengernyit. Sebelum pergi, dia melirik ke lantai bawah. Samuel sedang minum-minum dengan teman-temannya.Tiffany menggigit bibirnya dan merasa kurang nyaman. Sepertinya yang dikatakan Sean benar. Meskipun Samuel tidak mengikuti instruksi teman-temannya, dia jelas sependapat dengan mereka. Jika tidak, mereka pasti sudah bertengkar dan Samuel tidak akan terlihat sedih.Hati Tiffany mencelos. Dia kurang paham tentang cinta, tetapi dia bisa merasakan bahwa sikap Samuel tidak benar."Pengorbanan dalam suatu hubungan seharusnya bersifat tulus, bukan mempertimbangkan untung dan rugi. Saat kamu memutuskan untuk melahirkan anakku dan merawatku seumur hidup, apa kamu pernah memikirkan imbalan yang bakal kamu dapat?" ucap Sean yang sedang berkemudi dan melihat Tiffany yang murung.Tiffany tanpa sadar menggeleng. "Nggak pernah." Tiffany ingin melahirkan anak untuk Sean karena ingin membuat pengorbanan untuknya. Sejak awal, dia tidak pernah mengharapkan apa pun dari Sean."Itu perbedaannya.
Setiap kali, Sean mengoleskan krim kue ke tubuhnya dan menjilatnya. Tiffany juga ingin makan, tetapi tidak mungkin menjilat tubuh sendiri. Dia juga tidak mungkin melakukan tindakan rendahan seperti yang dilakukan Sean. Sejujurnya, dia ingin sekali menangis!Di lantai bawah, Rika malah menyimak dan mengangguk dengan sungguh-sungguh. "Bagus juga kalau wanita mengurangi makanan manis."Usai mengatakan itu, Rika meletakkan kartu di tangannya dan berkata, "Tuan, kamu naik saja dulu. Nanti kubawakan kuenya."Sean mengangguk. Ketika tiba di depan tangga, dia tiba-tiba teringat pada sesuatu sehingga menoleh dan berpesan, "Krimnya yang banyak sedikit.""Oh ... baik." Rika mengiakan. Majikannya ini adalah pria dewasa berusia 26 tahun, tetapi tiba-tiba begitu menyukai krim kue? Ternyata orang yang jatuh cinta memang berbeda ....Ketika Sean masuk ke kamar, Tiffany sedang berbaring di ranjang dan mengirim pesan untuk Julie. Dia menjelaskan semua yang dikatakan Sean kepadanya hari ini.Namun, sebel
Julie mendongak dan bertemu pandang dengan tatapan dingin Mark. Dia tersenyum dingin sambil bergumam, "Apa aku mabuk?"Kalau tidak mabuk, kenapa dia melihat Mark? Bukannya Mark bilang dia menyukai teman kencan butanya? Bukannya Mark menyuruhnya mundur dan menghargai Samuel?Lantas, kenapa setelah dia berusaha menghargai dan menerima Samuel, bahkan berniat melakukan sulang pasangan dengan Samuel, Mark tiba-tiba muncul di hadapannya? Bahkan, Mark membanting gelasnya.Julie sontak mengangkat tangannya dan mendorong Mark. "Menjauh dariku!"Dia tidak bisa melakukan apa-apa saat pikirannya jernih. Namun, tidak ada yang bisa melarangnya saat dia mabuk, 'kan?Hanya saja, Mark bergeming. Sepasang matanya yang suram itu menatap wajah Julie lekat-lekat. "Julie, kau mau buat onar sampai kapan?"Tidak masalah jika Julie punya pacar. Namun, kenapa malah memilih pria pecundang seperti ini? Teman-teman si pecundang menghasutnya untuk meniduri Julie, tetapi Julie masih mau melakukan sulang pasangan den
Chaplin mencebik. "Mereka bermesra-mesraan. Aku nggak suka lihat."Mark pun tertawa. "Ya sudah. Setelah aku membereskan orang-orang ini, aku bawa kamu ke arena tinju untuk bertanding lagi.""Oke." Chaplin tersenyum lebar. "Yang cepat ya!""Oke." Mark membuka kancing kemejanya, lalu mengatupkan kedua tangannya dan membunyikan tulangnya. "Kebetulan, aku sedang mencari pelampiasan."Seketika, terdengar keributan di bar. Seiring terdengarnya ratapan, Mark menyunggingkan senyuman tipis sambil menatap Samuel."Kamu mau melawanku atau menyerahkannya kepadaku?" tanya Mark.Saat ini, Julie sudah mabuk dan bersandar di meja. Samuel pun menoleh melirik Julie dengan wajah pucat, lalu beralih melirik Mark."Samuel, lupakan saja. Kamu nggak bakal menang melawannya. Jangan memaksakan diri. Meskipun kamu babak belur, kamu tetap bakal kalah. Sebaiknya serahkan Julie kepadanya. Lagian, sepertinya pacarmu nggak menyukainya. Kamu nggak usah takut," nasihat salah satu teman Samuel.Samuel menggigit bibirny
"Menawar harga saat belanja di pasar? Bukankah itu hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu?" Tiffany melirik Sean dengan kesal. Nada suaranya terdengar kurang yakin.Meskipun membantah, Tiffany tahu bahwa sejak datang ke Kota Kintan, tidak ada satu pun tindak-tanduknya yang mencerminkan identitasnya sebagai putri Keluarga Japardi.Namun, dirinya memang seperti itu. Sejak kecil, dia tumbuh di Desa Maheswari dan tidak pernah hidup bergelimang harta, juga tidak iri pada kehidupan seperti itu. Bahkan, dia menyukai kehidupannya yang sekarang.Yang jelas, Tiffany sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Filda dan memberinya peringatan. Jika Filda tidak mau percaya, itu salahnya sendiri karena terlalu picik.Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Sean. "Jadi, selanjutnya kita tinggal menunggu musuh terjebak dalam perangkap?"Sean mengangguk dan tersenyum. "Sambil menunggu, kamu bisa jalan-jalan dengan Julie."Tiffany mengernyit. "Jalan-jalan?""Benar." Tatapan Sean memancarkan sediki
Saat melewati Sean, Julie tersenyum tipis. "Demi menyingkirkan para pengganggu, aku terpaksa mengorbankan kakakmu."Sean tertawa pelan. "Dia pasti sangat senang."Julie mendengus, lalu pergi bersama para dokter muda. Seketika, ruangan itu hanya tersisa Tiffany dan Sean.Tiffany menutup pintu kantor, lalu menoleh ke arah Sean. "Barusan, kamu bertanya tentang aku ke para suster?""Kalau nggak?" Sean tersenyum tipis. "Aku sama sekali nggak tertarik pada mereka."Tiffany terdiam. Meskipun dalam hatinya dia selalu berpikir bahwa mereka tidak punya hubungan lagi, entah kenapa, kata-kata itu membuat hatinya terasa agak hangat.Wanita itu menggigit bibirnya, lalu berdeham dengan pelan. "Mereka bilang apa lagi padamu?""Banyak." Sean duduk di kursi Tiffany, lalu menyilangkan kaki dan membuka berkas di meja Tiffany, sebelum akhirnya melirik ke layar komputernya."'Presdir, Istrimu Kabur Lagi'?" Sean menaikkan alisnya dan menatap Tiffany dengan tatapan penuh makna. "Siapa yang bilang dia sudah ng
Tatapan Tiffany menjadi suram. Saat berikutnya, dia melangkah dengan cepat menuju meja perawat dan berhenti tepat di depannya.Sean membelakangi Tiffany, sama sekali tidak menyadari bahwa dia sudah datang. Sebaliknya, seorang suster yang jeli langsung melihat kehadiran seorang wanita yang berdiri di belakangnya dengan aura penuh amarah."Dok ... Tiff ...." Begitu mendengar suara suster itu, semua orang langsung terdiam.Sean menoleh dan melirik Tiffany, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa bersalah saat tertangkap basah. Bahkan, dia tersenyum lembut kepadanya. "Hai."Pria itu terlihat begitu tenang, tetapi para suster di sekitar justru tidak bisa santai. Mereka semua melirik Tiffany dengan hati-hati. Kenapa rasanya Tiffany terlihat tidak senang? Apa dia baru saja dimarahi oleh Filda?"Kalian nggak ada kerjaan?" Tiffany mengerutkan kening. Dari jauh tadi, dia tidak bisa mendengar percakapan mereka. Namun, sekarang saat sudah dekat, dia bisa mendengar suara bel panggilan perawat terus berb
Filda menatap Tiffany untuk waktu yang cukup lama. "Kamu bilang ... Keluarga Japardi yang di Elupa itu?"Marga ini sangatlah istimewa. Filda pernah mendengarnya saat belajar di Elupa dulu. Mereka adalah keluarga dengan kekuatan besar.Kini, Tiffany mengatakan bahwa dirinya bermarga Japardi. Selain keluarga itu, tidak ada keluarga lain yang terpikirkan olehnya."Benar." Tiffany tersenyum santai pada Filda. "Kamu pernah mendengar tentang keluarga kami?""Tentu saja ... pernah." Filda tersenyum, tetapi dalam hatinya mengejek habis-habisan, 'Keluarga Japardi? Jangan bercanda!'Keluarga Japardi adalah keluarga bangsawan di Elupa! Mana mungkin seorang putri dari keluarga bangsawan pergi ke kota kecil seperti Kota Kintan hanya untuk menjadi dokter biasa? Jangan kira dirinya tidak tahu apa-apa!Bahkan, apartemen yang Tiffany tinggali sekarang pun adalah fasilitas kecil yang dia dapatkan dari rumah sakit ketika pertama kali datang! Wanita ini berani mengaku sebagai anggota Keluarga Japardi? Das
Sean tersenyum. "Aku senang kamu berpikir seperti itu."Sanny mencebik. "Kamu senang buat apa? Yang penting itu kamu harus segera mendapatkannya kembali.""Beberapa hari ini, aku dengar dari para suster tentang kehidupannya dalam 2 tahun terakhir. Pria yang mengejarnya banyak sekali. Kalau kamu nggak berusaha lebih keras, anak-anakmu akan memanggil orang lain sebagai ayah!"Mata Sean sedikit meredup, tetapi dia tetap mengupas apel dengan tenang. "Mereka nggak akan punya kesempatan itu."Conan dan Sanny bertatapan. Detik berikutnya, apel dan pisau di tangan Sean kembali direbut. Conan langsung menariknya dan mendorongnya keluar dari kamar. "Jangan buang waktu di sini, kakakmu ada aku yang menjaganya. Pergi temui Dokter Tiffany!"Begitu ucapan itu dilontarkan, bam! Pintu kamar langsung tertutup rapat.Sean berdiri di luar pintu, menatap pintu yang tertutup rapat itu, lalu menghela napas pelan. Ternyata cinta benar-benar bisa mengubah seseorang.Jika 5 tahun lalu Sanny sudah bertemu Conan
"Aku rasa kamu akhir-akhir ini terlalu santai, sampai otakmu nggak bisa berpikir dengan benar ya? Pergi teliti proyek yang kamu bicarakan denganku sebulan lalu! Dalam satu minggu, aku ingin melihat inovasi dan perubahan yang kamu buat dalam penelitian itu!""Pak ...." Tiffany bahkan belum sempat membela diri, tetapi pintu kantor direktur sudah tertutup dengan keras. Brak!"Dok Tiff." Melihat Tiffany baru saja dimarahi lagi oleh Morgan, Filda berpura-pura tersenyum dan menepuk bahunya dengan ramah. “Akhir-akhir ini, Pak Morgan sedang banyak masalah di rumah. Makanya, suasana hatinya sedang buruk. Jangan menambah bebannya lagi."Tiffany mengatupkan bibirnya. Dalam hati, dia mengingat rencana yang sebelumnya dikatakan oleh Sean kepadanya. Dengan pasrah, dia hanya bisa menghela napas dan menatap Filda."Kamu juga tahu, kondisi Zion sekarang sangat sulit." Setelah mengatakan itu, Tiffany menggeleng. "Apa aku boleh duduk di kantormu sebentar? Aku ingin berbincang denganmu."Filda langsung be
"Pak, aku memang punya ... rekaman itu."Begitu keluar dari ruang kantor direktur, Filda langsung kembali ke kantornya, mengunci pintu, lalu menelepon Zion."Tapi ...." Di ujung telepon, Zion menghela napas pelan. "Aku nggak akan memberikannya padamu."Zion selalu lemah lembut dan rendah hati, selalu baik pada siapa pun yang pernah membantunya. Karena itu, dia tidak tega membongkar rencana licik Filda.Dia hanya bisa menghela napas dan berkata pelan, "Bu, sebaiknya sudahi saja masalah ini. Segala sesuatu yang terjadi 2 tahun lalu sudah menjadi hasil akhir. Nggak perlu diungkit lagi."Zion tidak tahu apa maksud Tiffany tiba-tiba menghadap direktur dan mengakui kesalahan. Namun, dia tidak ingin Tiffany ikut terseret dalam masalah ini, juga tidak ingin Filda kehilangan reputasinya seumur hidup."Biarkan semuanya berakhir padaku," ucap Zion.Di sisi lain, Filda begitu marah hingga mengentakkan kakinya ke lantai. "Zion, apa ini caramu membalas semua yang telah Dokter Tiffany lakukan untukmu
"Haha, baiklah! Kalau nanti anak-anak nggak mau ikut pulang denganmu, kamu jangan merasa malu ya!"Tiffany sangat mengenal anak-anaknya! Dia yang melahirkan mereka! Mereka tidak akan memilih pergi dengan Sean!Arlene memang suka jajan, tetapi dia paling tidak bisa jauh dari ibunya! Arlo anak yang cerdas dan dewasa. Dia tidak akan meninggalkan ibunya hanya karena sedikit kebaikan dari orang lain!"Oke." Sean tertawa pelan, lalu melirik Tiffany. "Tapi, soal masalah Bu Filda yang menjebakmu ... aku masih butuh kerja samamu."Mendengar akhirnya mereka berbicara tentang urusan serius, Tiffany tidak lagi berbelit-belit. Dia menatap Sean dengan sungguh-sungguh. "Apa yang harus kulakukan?""Pertama." Sean tersenyum tipis. "Kamu harus sedikit merendahkan diri dan pergi ke kantor Pak Direktur untuk mengaku salah, mengatakan kejadian di masa lalu memang kesalahanmu ...."....Keesokan paginya, setelah selesai memeriksa pasien, Tiffany mengetuk pintu kantor direktur. Saat ini, selain Morgan, Filda
Suasana di ruang tamu terasa sunyi dan agak aneh.Tiffany dan Sean saling menatap untuk waktu yang lama. Mata wanita itu penuh amarah, sedangkan mata pria itu tajam dan dingin.Beberapa saat kemudian, Tiffany akhirnya memalingkan wajahnya karena tidak ingin pria itu melihat wajahnya yang sudah merah padam. "Aku sudah bilang nggak, berarti nggak."Malam ini, Arlo dan Arlene baru saja bertanya tentang ayah mereka. Dia sudah menjelaskan semua dengan serius. Tidak ada harapan bagi mereka untuk bertemu ayah mereka untuk sementara waktu ini.Sekarang Sean malah ingin membawa kedua anak itu jalan-jalan. Dengan status apa dia akan membawa mereka pergi? Sebagai ayah? Sebagai tetangga? Atau sebagai teman ibu mereka?Sean dan Arlo begitu mirip. Jika mereka keluar bersama, pasti akan ada masalah."Dok Tiff." Sean meletakkan peralatan makan, bersandar di sofa dengan santai. Kakinya disilangkan, kedua tangannya bertumpu di lututnya, seperti seseorang yang sedang bersiap untuk bernegosiasi."Tadi kam