Chaplin mencebik. "Mereka bermesra-mesraan. Aku nggak suka lihat."Mark pun tertawa. "Ya sudah. Setelah aku membereskan orang-orang ini, aku bawa kamu ke arena tinju untuk bertanding lagi.""Oke." Chaplin tersenyum lebar. "Yang cepat ya!""Oke." Mark membuka kancing kemejanya, lalu mengatupkan kedua tangannya dan membunyikan tulangnya. "Kebetulan, aku sedang mencari pelampiasan."Seketika, terdengar keributan di bar. Seiring terdengarnya ratapan, Mark menyunggingkan senyuman tipis sambil menatap Samuel."Kamu mau melawanku atau menyerahkannya kepadaku?" tanya Mark.Saat ini, Julie sudah mabuk dan bersandar di meja. Samuel pun menoleh melirik Julie dengan wajah pucat, lalu beralih melirik Mark."Samuel, lupakan saja. Kamu nggak bakal menang melawannya. Jangan memaksakan diri. Meskipun kamu babak belur, kamu tetap bakal kalah. Sebaiknya serahkan Julie kepadanya. Lagian, sepertinya pacarmu nggak menyukainya. Kamu nggak usah takut," nasihat salah satu teman Samuel.Samuel menggigit bibirny
Malam itu, Tiffany ditahan oleh Sean di ranjang dan terus dijilatnya. Jadi, dia tidak tahu apa yang terjadi di antara Julie dan Mark semalam.Tiffany hanya tahu wajah Samuel babak belur keesokan harinya. Dengar-dengar, Mark memukulnya. Teman-teman Samuel juga dipukul Mark.Julie tidak tahu secara detail apa yang terjadi, sedangkan Samuel tidak ingin menjelaskannya. Akan tetapi, menurut penjelasan Samuel, mereka berusaha melindungi Julie dari Mark sehingga semuanya babak belur.Sebagai balasannya, Julie akan mengikuti Samuel mengunjungi desa sekitar. Ini adalah kegiatan yang diorganisasi oleh asosiasi fotografi.Sejak kuliah, setiap kali ada aktivitas kelompok, Tiffany dan Julie selalu berpartisipasi bersama. Selain itu, Sean menyuruh Tiffany untuk melaporkan gerak-gerik Julie dan Samuel kepadanya. Jadi, setelah melapor, Tiffany memelas, "Aku juga mau pergi."Tiffany merasa bosan karena terus di rumah. Apalagi, Sean terus melahapnya setiap malam. Tiffany sampai merasa dirinya hampir men
Sean menepati janjinya. Sore hari setelah Tiffany makan, dia duduk di sofa ruang tamu sambil nonton bersama Rika. Saat ini, Mark datang.Mark membawa kamera SLR yang canggih dan sekotak kecil lensa beserta buku panduan yang tebal. Setelah meletakkan semuanya di atas meja, Mark tersenyum kepada Tiffany. "Aku beli semua ini beberapa tahun lalu, tapi nggak pernah pakai. Masih baru kok."Tiffany mengamati lensa-lensa di dalam kotak. "Gimana ... cara pakainya ....""Ada di buku panduan." Mark bersandar di sofa sambil menerima teh dari Rika. "Di mana Sean?""Setelah makan, dia menghadiri rapat daring," sahut Tiffany yang membaca buku panduan dengan penasaran. "Hm, apertur ...."Ketika melihat Tiffany tidak paham apa-apa, Mark tertawa. "Kenapa tiba-tiba belajar fotografi? Aku sampai terkejut waktu Sean meneleponku. Gadis kampungan sepertimu tiba-tiba jadi keren."Tiffany mengerlingkan matanya. "Bukan begitu." Dia membalikkan buku panduan dan menjelaskan, "Akhir bulan nanti, Samuel mau bawa Ju
Mark tidak menjawab. Dia hanya memberikan barang-barang itu pada Tiffany dan berkata, "Terserah dia kalau mau jadi gadis rusak, itu nggak ada hubungannya denganku." Usai berkata begitu, dia melangkah ke lantai atas dengan raut muram.Tiffany memutar bola matanya dua kali. Orang gila! Julie hanya berpacaran dengan pemuda yang sudah mengejarnya selama setahun. Mengapa dia malah dikatai sebagai gadis rusak?Sebenarnya, Tiffany juga merasa bahwa Samuel tidak layak untuk Julie. Namun, orang yang tidak terlibat langsung tidak berhak mengomentari cinta orang lain.Sama seperti Garry yang merasa Sean tidak layak untuk Tiffany dan beranggapan bahwa dia adalah pria jahat. Nyatanya, gadis itu tahu betul betapa baiknya Sean.Kasus Julie juga sama. Sebagai temannya, dia boleh saja tidak menyukai Samuel, tetapi dia tidak boleh menjadikan hal itu sebagai alasan untuk mengekang Julie.Sudah bagus Julie tidak terus berharap pada Mark. Namun, pria itu bersikap seolah-olah kebersamaan Julie dan Samuel ad
Zara yang sedang membaca buku di samping jendela pun mengernyit dan membalas, "Mungkin dia belum pernah punya kamera sebelumnya. Jadi, karena sekarang punya kamera, dia belajar dengan serius."Sorot mata Zara terlihat rumit saat memandang gadis yang memegang kamera di luar. Dia berkata, "Sebenarnya, bisa melakukan apa yang kita suka itu ... cukup menyenangkan." Dia sendiri sudah kehilangan kesempatan ini 13 tahun lalu.Penny berucap, "Zara, kudengar Tiffany mau ikut kegiatan klub fotografi di desa akhir bulan ini. Aku punya teman di klub itu, katanya masih ada dua tempat kosong. Gimana kalau kita juga pergi?"Sambil bicara, Penny mendongak dan menatap Tiffany di luar. Dia menambahkan, "Kalau terjadi sesuatu di desa ...."Zara memejamkan matanya dan menyela, "Kalau Sean nggak pergi, aku nggak tertarik."Tujuannya hanya Sean. S melarang dirinya menyakiti Tiffany. Dia hanya memerintahkan agar gadis itu dipisahkan dari Sean. Zara tersenyum pahit. Misi ini ... lumayan rumit."Justru bagus k
Akhir bulan tiba dengan cepat. Pada hari keberangkatan klub fotografi, Tiffany bangun pagi-pagi sekali.Ini adalah pertama kalinya Tiffany bepergian jauh setelah menikah. Perjalanan ke desa tempo hari juga jauh, tetapi bagaimanapun itu adalah kampung halamannya. Kegiatan klub fotografi di Kabupaten Purjaga ini barulah bepergian jauh yang sebenarnya.Pagi-pagi buta, Rika sudah bangun untuk menyiapkan barang-barang Tiffany. Dari pakaian dalam, pakaian anti UV, hingga jas hujan. Semua Rika kemas hingga memenuhi dua koper besar.Sambil mengeluarkan barang-barang di dalam koper, Tiffany berucap dengan malu pada Rika, "Aku hanya pergi tiga hari dua malam, nggak perlu bawa sebanyak ini."Rika menggeleng dan membalas, "Bu Tiffany, cuaca di pegunungan nggak menentu. Gimana kalau tiba-tiba panas, lalu tiba-tiba dingin? Gimana kalau hujan? Gimana kalau ada topan?"Tiffany kehilangan kata-kata. Meski merasa Rika terlalu cemas berlebihan, hatinya terasa hangat.Saat Tiffany masih tinggal bersama ke
Zara mengenakan gaun panjang bunga-bunga warna putih dan topi matahari. Dengan wajah dan penampilannya yang feminin, dia terlihat sangat menawan saat memandang ke luar jendela.Samuel juga tertegun untuk sesaat saat melihat Zara. Sebelumnya, dia hanya tahu bahwa Julie cantik dan Tiffany manis.Samuel tidak tahu ternyata ada gadis secantik Zara di kelas mereka. Kecantikan gadis itu berbeda jauh dengan Julie. Zara sangat memesona, anggun, dan elegan.Begitu melihat kedua orang itu di dalam bus, Tiffany sontak bertanya sambil mengernyit, "Apa mereka juga anggota klub fotografi?"Seingat Tiffany, Zara baru pindah ke sini beberapa hari lalu. Sejak kapan dia menjadi anggota klub fotografi?Lamunan Samuel buyar. Dia berdeham dan menjawab, "Mereka baru gabung beberapa hari lalu, aku juga baru tahu.""Mungkin karena kita pergi, jadi mereka sengaja ikut. Seperti hantu saja, nempel terus sama kita," ucap Julie sambil mengangkat bahu. Dia memutar bola matanya dengan galak ke arah kedua orang itu.
Entah disengaja atau tidak, Samuel mengerahkan cukup tenaga hingga Zara hampir terjatuh ke dalam pelukannya. Untungnya, Zara sempat menstabilkan tubuhnya dengan memegang lengan Samuel sehingga hal itu tidak terjadi."Terima kasih," ujar Zara dengan raut pucat.Samuel membalas dengan wajah tersipu, "Sama-sama.""Cowok jelek, kamu cari kesempatan untuk menyentuh Zara!" seru Penny sambil memelototi Samuel. Dia segera mendekat, lalu menarik Zara pergi.Sebelum beranjak pergi, Zara melirik Samuel sekali lagi. Dia melihat binar antusias dan kegembiraan di mata pemuda itu.Mata Zara berkilat dingin. Jadi, pemuda itu pacar Julie? Tidak ada bagus-bagusnya."Ayo jalan," ucap Julie sambil mengernyit. Dia mendekat sambil membawa kopernya.Tiffany menghampiri temannya dan bertanya dengan alis berkerut, "Kamu lihat kejadian tadi, 'kan?" Dia memandang dengan cemas ke arah Samuel yang masih mengambil barang-barang dari bus bersama orang-orang klub fotografi."Biarpun dia hanya berniat membantu, dia bi
"Menawar harga saat belanja di pasar? Bukankah itu hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu?" Tiffany melirik Sean dengan kesal. Nada suaranya terdengar kurang yakin.Meskipun membantah, Tiffany tahu bahwa sejak datang ke Kota Kintan, tidak ada satu pun tindak-tanduknya yang mencerminkan identitasnya sebagai putri Keluarga Japardi.Namun, dirinya memang seperti itu. Sejak kecil, dia tumbuh di Desa Maheswari dan tidak pernah hidup bergelimang harta, juga tidak iri pada kehidupan seperti itu. Bahkan, dia menyukai kehidupannya yang sekarang.Yang jelas, Tiffany sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Filda dan memberinya peringatan. Jika Filda tidak mau percaya, itu salahnya sendiri karena terlalu picik.Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Sean. "Jadi, selanjutnya kita tinggal menunggu musuh terjebak dalam perangkap?"Sean mengangguk dan tersenyum. "Sambil menunggu, kamu bisa jalan-jalan dengan Julie."Tiffany mengernyit. "Jalan-jalan?""Benar." Tatapan Sean memancarkan sediki
Saat melewati Sean, Julie tersenyum tipis. "Demi menyingkirkan para pengganggu, aku terpaksa mengorbankan kakakmu."Sean tertawa pelan. "Dia pasti sangat senang."Julie mendengus, lalu pergi bersama para dokter muda. Seketika, ruangan itu hanya tersisa Tiffany dan Sean.Tiffany menutup pintu kantor, lalu menoleh ke arah Sean. "Barusan, kamu bertanya tentang aku ke para suster?""Kalau nggak?" Sean tersenyum tipis. "Aku sama sekali nggak tertarik pada mereka."Tiffany terdiam. Meskipun dalam hatinya dia selalu berpikir bahwa mereka tidak punya hubungan lagi, entah kenapa, kata-kata itu membuat hatinya terasa agak hangat.Wanita itu menggigit bibirnya, lalu berdeham dengan pelan. "Mereka bilang apa lagi padamu?""Banyak." Sean duduk di kursi Tiffany, lalu menyilangkan kaki dan membuka berkas di meja Tiffany, sebelum akhirnya melirik ke layar komputernya."'Presdir, Istrimu Kabur Lagi'?" Sean menaikkan alisnya dan menatap Tiffany dengan tatapan penuh makna. "Siapa yang bilang dia sudah ng
Tatapan Tiffany menjadi suram. Saat berikutnya, dia melangkah dengan cepat menuju meja perawat dan berhenti tepat di depannya.Sean membelakangi Tiffany, sama sekali tidak menyadari bahwa dia sudah datang. Sebaliknya, seorang suster yang jeli langsung melihat kehadiran seorang wanita yang berdiri di belakangnya dengan aura penuh amarah."Dok ... Tiff ...." Begitu mendengar suara suster itu, semua orang langsung terdiam.Sean menoleh dan melirik Tiffany, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa bersalah saat tertangkap basah. Bahkan, dia tersenyum lembut kepadanya. "Hai."Pria itu terlihat begitu tenang, tetapi para suster di sekitar justru tidak bisa santai. Mereka semua melirik Tiffany dengan hati-hati. Kenapa rasanya Tiffany terlihat tidak senang? Apa dia baru saja dimarahi oleh Filda?"Kalian nggak ada kerjaan?" Tiffany mengerutkan kening. Dari jauh tadi, dia tidak bisa mendengar percakapan mereka. Namun, sekarang saat sudah dekat, dia bisa mendengar suara bel panggilan perawat terus berb
Filda menatap Tiffany untuk waktu yang cukup lama. "Kamu bilang ... Keluarga Japardi yang di Elupa itu?"Marga ini sangatlah istimewa. Filda pernah mendengarnya saat belajar di Elupa dulu. Mereka adalah keluarga dengan kekuatan besar.Kini, Tiffany mengatakan bahwa dirinya bermarga Japardi. Selain keluarga itu, tidak ada keluarga lain yang terpikirkan olehnya."Benar." Tiffany tersenyum santai pada Filda. "Kamu pernah mendengar tentang keluarga kami?""Tentu saja ... pernah." Filda tersenyum, tetapi dalam hatinya mengejek habis-habisan, 'Keluarga Japardi? Jangan bercanda!'Keluarga Japardi adalah keluarga bangsawan di Elupa! Mana mungkin seorang putri dari keluarga bangsawan pergi ke kota kecil seperti Kota Kintan hanya untuk menjadi dokter biasa? Jangan kira dirinya tidak tahu apa-apa!Bahkan, apartemen yang Tiffany tinggali sekarang pun adalah fasilitas kecil yang dia dapatkan dari rumah sakit ketika pertama kali datang! Wanita ini berani mengaku sebagai anggota Keluarga Japardi? Das
Sean tersenyum. "Aku senang kamu berpikir seperti itu."Sanny mencebik. "Kamu senang buat apa? Yang penting itu kamu harus segera mendapatkannya kembali.""Beberapa hari ini, aku dengar dari para suster tentang kehidupannya dalam 2 tahun terakhir. Pria yang mengejarnya banyak sekali. Kalau kamu nggak berusaha lebih keras, anak-anakmu akan memanggil orang lain sebagai ayah!"Mata Sean sedikit meredup, tetapi dia tetap mengupas apel dengan tenang. "Mereka nggak akan punya kesempatan itu."Conan dan Sanny bertatapan. Detik berikutnya, apel dan pisau di tangan Sean kembali direbut. Conan langsung menariknya dan mendorongnya keluar dari kamar. "Jangan buang waktu di sini, kakakmu ada aku yang menjaganya. Pergi temui Dokter Tiffany!"Begitu ucapan itu dilontarkan, bam! Pintu kamar langsung tertutup rapat.Sean berdiri di luar pintu, menatap pintu yang tertutup rapat itu, lalu menghela napas pelan. Ternyata cinta benar-benar bisa mengubah seseorang.Jika 5 tahun lalu Sanny sudah bertemu Conan
"Aku rasa kamu akhir-akhir ini terlalu santai, sampai otakmu nggak bisa berpikir dengan benar ya? Pergi teliti proyek yang kamu bicarakan denganku sebulan lalu! Dalam satu minggu, aku ingin melihat inovasi dan perubahan yang kamu buat dalam penelitian itu!""Pak ...." Tiffany bahkan belum sempat membela diri, tetapi pintu kantor direktur sudah tertutup dengan keras. Brak!"Dok Tiff." Melihat Tiffany baru saja dimarahi lagi oleh Morgan, Filda berpura-pura tersenyum dan menepuk bahunya dengan ramah. “Akhir-akhir ini, Pak Morgan sedang banyak masalah di rumah. Makanya, suasana hatinya sedang buruk. Jangan menambah bebannya lagi."Tiffany mengatupkan bibirnya. Dalam hati, dia mengingat rencana yang sebelumnya dikatakan oleh Sean kepadanya. Dengan pasrah, dia hanya bisa menghela napas dan menatap Filda."Kamu juga tahu, kondisi Zion sekarang sangat sulit." Setelah mengatakan itu, Tiffany menggeleng. "Apa aku boleh duduk di kantormu sebentar? Aku ingin berbincang denganmu."Filda langsung be
"Pak, aku memang punya ... rekaman itu."Begitu keluar dari ruang kantor direktur, Filda langsung kembali ke kantornya, mengunci pintu, lalu menelepon Zion."Tapi ...." Di ujung telepon, Zion menghela napas pelan. "Aku nggak akan memberikannya padamu."Zion selalu lemah lembut dan rendah hati, selalu baik pada siapa pun yang pernah membantunya. Karena itu, dia tidak tega membongkar rencana licik Filda.Dia hanya bisa menghela napas dan berkata pelan, "Bu, sebaiknya sudahi saja masalah ini. Segala sesuatu yang terjadi 2 tahun lalu sudah menjadi hasil akhir. Nggak perlu diungkit lagi."Zion tidak tahu apa maksud Tiffany tiba-tiba menghadap direktur dan mengakui kesalahan. Namun, dia tidak ingin Tiffany ikut terseret dalam masalah ini, juga tidak ingin Filda kehilangan reputasinya seumur hidup."Biarkan semuanya berakhir padaku," ucap Zion.Di sisi lain, Filda begitu marah hingga mengentakkan kakinya ke lantai. "Zion, apa ini caramu membalas semua yang telah Dokter Tiffany lakukan untukmu
"Haha, baiklah! Kalau nanti anak-anak nggak mau ikut pulang denganmu, kamu jangan merasa malu ya!"Tiffany sangat mengenal anak-anaknya! Dia yang melahirkan mereka! Mereka tidak akan memilih pergi dengan Sean!Arlene memang suka jajan, tetapi dia paling tidak bisa jauh dari ibunya! Arlo anak yang cerdas dan dewasa. Dia tidak akan meninggalkan ibunya hanya karena sedikit kebaikan dari orang lain!"Oke." Sean tertawa pelan, lalu melirik Tiffany. "Tapi, soal masalah Bu Filda yang menjebakmu ... aku masih butuh kerja samamu."Mendengar akhirnya mereka berbicara tentang urusan serius, Tiffany tidak lagi berbelit-belit. Dia menatap Sean dengan sungguh-sungguh. "Apa yang harus kulakukan?""Pertama." Sean tersenyum tipis. "Kamu harus sedikit merendahkan diri dan pergi ke kantor Pak Direktur untuk mengaku salah, mengatakan kejadian di masa lalu memang kesalahanmu ...."....Keesokan paginya, setelah selesai memeriksa pasien, Tiffany mengetuk pintu kantor direktur. Saat ini, selain Morgan, Filda
Suasana di ruang tamu terasa sunyi dan agak aneh.Tiffany dan Sean saling menatap untuk waktu yang lama. Mata wanita itu penuh amarah, sedangkan mata pria itu tajam dan dingin.Beberapa saat kemudian, Tiffany akhirnya memalingkan wajahnya karena tidak ingin pria itu melihat wajahnya yang sudah merah padam. "Aku sudah bilang nggak, berarti nggak."Malam ini, Arlo dan Arlene baru saja bertanya tentang ayah mereka. Dia sudah menjelaskan semua dengan serius. Tidak ada harapan bagi mereka untuk bertemu ayah mereka untuk sementara waktu ini.Sekarang Sean malah ingin membawa kedua anak itu jalan-jalan. Dengan status apa dia akan membawa mereka pergi? Sebagai ayah? Sebagai tetangga? Atau sebagai teman ibu mereka?Sean dan Arlo begitu mirip. Jika mereka keluar bersama, pasti akan ada masalah."Dok Tiff." Sean meletakkan peralatan makan, bersandar di sofa dengan santai. Kakinya disilangkan, kedua tangannya bertumpu di lututnya, seperti seseorang yang sedang bersiap untuk bernegosiasi."Tadi kam