Pukul lima sore.Waktu jam pulang kerja di lembaga penelitian, Garry berdiri di lorong sambil terus mencoba menghubungi Tiffany melalui ponselnya. Aneh, kenapa panggilan teleponnya tidak bisa terhubung hari ini?Kalaupun ada sesuatu yang membuat Tiffany memblokir salah satu nomornya, dia masih punya nomor lain yang bahkan belum diketahui Tiffany. Tidak mungkin Tiffany sengaja tidak menjawab kedua nomor itu. Kenapa dua nomor sekaligus tidak bisa dihubungi?"Garry!"Saat Garry berusaha mencoba memahami situasinya, suara ramah direktur lembaga penelitian terdengar dari ujung lorong. Garry menoleh ke arah datangnya suara itu.Di ujung lorong, direktur sedang berdiri bersama seorang pria tinggi yang mengenakan kemeja putih. Direktur itu sedang berbicara sesuatu sambil sesekali melirik ke arahnya.Pria itu memiliki tubuh yang ramping, tetapi terlihat jelas bahwa fisiknya kokoh di balik kemeja putihnya. Dia mengenakan kacamata, tetapi alih-alih memancarkan kesan lembut dan intelektual, aurany
Sean pernah menggunakan uang untuk memaksa Tiffany yang berasal dari keluarga miskin untuk menikahinya. Dia itu bajingan! Tiffany tidak boleh melahirkan anak dari seorang bajingan seperti dia!Garry berpikir, selama anak di dalam kandungan Tiffany benar-benar sudah tiada, maka pukulan yang dia terima hari ini sepadan demi "menyelamatkan" Tiffany. Senyuman sinis Garry membuat Mark semakin marah.Dia mengayunkan tinjunya tanpa ampun ke wajah Garry. "Seberapa besar dendammu sama Tiffany sampai tega melakukan ini padanya?!""Dia mau minum apa yang kamu berikan karena dia percaya sama kamu! Tapi, kamu gunakan kepercayaan itu untuk apa? Untuk sakiti dia?""Karena aku nggak bisa biarkan dia melahirkan anak dari seorang bajingan seperti Sean. Kalau itu terjadi, hidup Tiffany akan hancur selamanya!"Garry menggertakkan giginya memelototi Mark dengan tatapan nanar. "Kalau kamu merasa puas, pukul saja aku! Nggak peduli seberapa kerasnya pun kamu mukul aku, anak di dalam kandungan Tiffany sudah ng
Di rumah sakit.Tiffany bersandar di tempat tidur, wajahnya memerah saat menatap Sean yang duduk di dekat jendela sambil memijat kakinya. "Kakiku benar-benar nggak sakit lagi. Kamu nggak perlu melakukan ini ...."Sejak Julie pergi, Sean tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia terus memijat kakinya selama hampir satu jam. Dia tidak lelah memijat, tetapi Tiffany merasa sudah cukup lelah karena dipijat terus-menerus.Kakinya memang terasa sakit sebelumnya. Namun sekarang, kaki Tiffany tidak merasakan apa pun lagi selain terasa hangat."Sean," panggil Tiffany pelan, menggigit bibirnya.Sean tetap tidak menjawab. "Sayang," katanya lagi, kali ini dengan nada lebih lembut.Akhirnya Sean mengangkat matanya, meski tetap dengan ekspresi datar."Jangan diam saja," kata Tiffany dengan gugup sambil menggigit bibir bawahnya lebih erat. "Kalau kamu terus diam saja, aku jadi cemas ...."Dia menghela napas. "Aku tahu ini salahku. Nggak seharusnya aku menyembunyikan alasan kepulanganku ke desa, nggak se
"Sebelum temani kamu ke desa, aku sudah minta Charles pergi ke luar negeri untuk hubungi tim spesialis mata terbaik. Aku ingin mereka memberikan rencana pengobatan dan alasan yang masuk akal agar 'kesembuhan' mataku tampak wajar," kata Sean dengan pelan."Tapi aku nggak mau bohongi kamu. Aku mau jujur sama kamu sebelum orang lain tahu bahwa mataku sembuh dan sebenarnya mataku nggak pernah bermasalah. Tapi akhirnya, aku kalah cepat dari Garry."Tiffany memeluknya dengan erat. Mendengar suara Sean yang sedih membuat hatinya terasa seperti ditusuk sesuatu yang tajam. Saat mereka bertengkar tadi malam, dia memang tidak memberikan Sean kesempatan untuk menjelaskan dan dia menganggap ucapan Sean tentang rencananya hanyalah alasan.Namun, sekarang dipikir-pikir ....Sebelum dia marah malam itu, Sean memang meminta Rika memasak banyak makanan kesukaannya dan benar-benar menyuruh semua staf pulang lebih awal. Sean tidak membohonginya.Malam itu, Sean memang berniat untuk membuka hatinya sepenuh
Video Mark yang memukul Garry menjadi viral dalam semalam. Anak konglomerat tiduri istri teman, pukuli dokter setelah anaknya keguguran. Setiap elemen dalam judul itu cukup untuk membuat netizen menjadi heboh.Keesokan paginya, Tiffany sedang bersandar di tempat tidur sambil menikmati bubur yang disuapkan Sean ketika telepon berbunyi. Nama di layar membuat Tiffany tertegun. Itu panggilan dari kakek Sean, Darmawan.Tiffany melihat telepon itu dengan bingung, lalu menoleh ke arah Sean. "Kamu sudah kasih tahu Kakek soal keguguran ini?"Sean menggeleng. "Belum."Tiffany menghela napas lega dan menjawab panggilan itu. Namun, begitu telepon tersambung, Sean langsung meraih ponselnya dari tangan Tiffany. "Lanjutkan makanmu, biar aku yang bicara sama dia."Sebelum Tiffany sempat bereaksi, Sean telah keluar membawa ponselnya. Tiffany duduk bersandar di tempat tidur dan memakan buburnya, sambil diam-diam mendengarkan percakapan Sean dengan kakeknya dari luar."Dia lagi di rumah sakit, statusnya
"Bahkan orang Keluarga Tanuwijaya saja nggak tahu, lalu gimana pengunggah video ini bisa tahu aku dan Mark bersahabat? Kalau bukan karena dikasih tahu sama Garry, mana mungkin pengunggah ini tahu hubunganku sama Mark?"Tiffany bersandar di tempat tidur, tubuhnya terasa dingin dan menggigil. Sejak kemarin hingga sekarang, Garry terus-menerus mendorong batas toleransinya. Dulu, dia tidak pernah melihat sisi Garry yang seperti ini.Saat di sekolah, Garry adalah siswa teladan dan panutan semua murid. Namun setelah bekerja, dia bisa melakukan hal-hal seperti ini ....Sebelumnya Tiffany selalu berpikir bahwa Garry hanya salah paham pada Sean. Namun dia tidak menyangka, salah paham itu bisa membuat Garry merencanakan jebakan seperti ini untuknya.Bahkan setelah Tiffany kehilangan anaknya, ketika Mark memukul Garry untuk membelanya, Garry masih menggunakan cara licik seperti ini untuk membalas dendam."Aku ngasih tahu kamu masalah ini," kata Sean sambil membereskan peralatan makan dengan tenan
Tiffany mengerutkan alis, menatap Lulu dengan tajam. "Bibi, apa maksud ucapanmu itu?""Apa maksudku?" Lulu tertawa dingin sambil membantu Darmawan masuk ke kamar. Matanya penuh dengan ejekan. "Kamu pikir kami bodoh bisa dibohongi begitu saja?""Sekarang seluruh dunia tahu hubunganmu sama pria yang diadopsi Keluarga Sanskara itu. Masih mau coba menutupinya dari kami?""Berlagak polos di hadapan kami, tapi mempermalukan Keluarga Tanuwijaya di belakang. Kalau kamu benar-benar menghormati Kakek, apa mungkin kamu keluar bersenang-senang sama pria lain sampai punya anak?"Tangan Tiffany mencengkeram selimut dengan erat, berusaha menahan diri. Namun, dia tetap mencoba tersenyum sopan ke arah Darmawan. "Kakek juga nggak percaya sama aku?"Darmawan mendengus keras sambil duduk di kursi yang telah disiapkan. "Kalau kamu mau kami percaya, tunjukkan bukti bahwa anak yang kamu gugurkan itu adalah anak Keluarga Tanuwijaya!"Tiffany menggigit bibirnya. "Kakek, kalau kubilang aku baru kenal Mark semin
"Kalau kita nggak datang, mungkin dia sudah lupa dia masih punya kakek dan paman," jelas Lulu.Tatapan Darmawan menjadi suram mendengarnya."Aku memang salah soal ini." Sean menyunggingkan senyuman dingin. Dia perlahan-lahan masuk ke bangsal, lalu duduk di samping Tiffany. "Kemarin aku seharusnya menelepon orang rumah untuk mengabari juga."Sean mengambil apel di meja dan memotongnya dengan santai untuk Tiffany. "Kemarin Tiffany merengek karena keguguran. Aku terus merawatnya, makanya lupa."Wajah Darmawan menjadi pucat. Lulu mengerlingkan matanya dan membalas, "Apa maksudmu? Tiffany lebih penting daripada Keluarga Tanuwijaya?"Sean masih menunduk dan memotong apel. "Kalau Bibi memahaminya seperti itu, aku juga nggak keberatan."Lulu sontak murka. Dia menyalahkan Sean karena Sean tidak mengabari keluarganya, tetapi Sean malah mengatakan Tiffany lebih penting daripada keluarganya.Bukankah ini sangat jelas bahwa Sean melawannya? Si buta yang buta selama bertahun-tahun kini sudah bisa me
Julie melirik Samuel dengan dingin, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Mark yang berusaha menahan tawanya pun menatap Zara. Dia bertanya dengan santai, "Nona Zara, kamu nggak bisa makan sendiri ya?"Zara tetap bersandar lemah di sofa. Dia membalas dengan nada lembut, "Tubuhku nggak kuat. Bukannya kamu tahu kalau aku baru saja mengalami kebakaran tadi malam?"Usai berkata demikian, Zara melirik Samuel dengan ekspresi manis. Dia memuji, "Samuel, kamu benar-benar baik. Lihatlah, orang lain cuma bisa mengejekku. Tapi, kamu benar-benar peduli padaku."Tiffany kehabisan kata-kata. Kalau saja dia tidak tahu bahwa semua ini hanyalah kepura-puraan Zara, dia mungkin sudah muntah di tempat.Samuel malah terlihat salah tingkah. Wajahnya memerah saat dia menggeleng sambil menimpali, "Zara, jangan memujiku seperti itu. Ini memang kewajibanku."Julie langsung berdiri dengan raut wajah dingin. Dia pergi sambil membanting pintu dengan keras. Zara tersenyum puas dan bahkan sempat mengedipkan mata ke arah
"Jadi ...." Sean menarik napas dalam-dalam. Kedua tangannya memegang wajah Tiffany dengan lembut. Dia menatapnya penuh kesungguhan, lalu bertanya, "Kalau aku bilang, ke depannya aku akan kasih Zara lebih banyak perlindungan, apa kamu akan marah?"Tiffany tertegun sebelum bertanya, "Perlindungan yang kamu maksud itu apa?""Aku mau ... memperlakukannya seperti adik sendiri," jawab Sean.Sepasang mata Sean yang dalam menatap Tiffany dengan tulus dan serius. Dia melanjutkan, "Aku nggak bisa memikirkan cara lain yang lebih baik untuk menebusnya. Jadi aku berpikir, gimana kalau kita menganggapnya sebagai adik kita? Kita akan menjaga dan melindunginya sampai dia nikah.""Kerugian yang ditimbulkan kakakku padanya, memang seharusnya ditebus oleh diriku yang adalah adiknya," tambah Sean.Tiffany menggigit bibir dan tidak bisa langsung menjawab apa-apa. Sebenarnya dia bisa memahami keinginan Sean. Namun ... dia tidak bisa melupakan bagaimana dulu Zara sangat ingin mendekati Sean, bahkan berusaha
Tiffany duduk di ruang tamu. Dia menyaksikan Charles melakukan akupunktur pada Zara selama beberapa waktu sebelum akhirnya menguap kecil dan naik ke lantai atas.Saat itu sudah lewat pukul 1 dini hari. Berhubung siang tadi Tiffany tidur cukup lama di dalam bus, di waktu seperti ini barulah dia mulai merasa sedikit mengantuk.Pada jam seperti ini, Sean pasti sudah tertidur. Dengan perasaan sedikit bersalah, Tiffany membuka pintu kamar perlahan. Saat ini, dia sebenarnya tidak tahu bagaimana cara menghibur Sean atau membuatnya berhenti memikirkan banyak hal.Setelah menyelesaikan rutinitas malam dengan cepat, Tiffany berjalan menuju ranjang dengan langkah hati-hati dan memeluk pinggang pria itu yang kokoh dan berotot."Sayang ...," bisik Tiffany pelan sambil memejamkan mata, diikuti dengan sebuah helaan napas kecil.Selama ini, Sean selalu membantu Tiffany dan menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya, baik yang besar maupun kecil. Sementara itu, bagian yang bisa dibantunya untuk Sean
Zara tersenyum manis dengan mata yang melengkung. Dia menambahkan, "Gimana kalau besok aku biarkan kamu menciumku di depan semua orang? Biar harga dirimu kembali deh."Sebenarnya, ini ide yang cukup bagus. Samuel masih ingat betapa memalukannya dia saat dihajar oleh Mark terakhir kali. Akhirnya dia hanya mendengus kesal, tanpa coba mendekat lagi.Charles sedang duduk di sofa. Dia menyilangkan kakinya sambil berkomentar, "Dasar penakut dan hidung belang." Setelah itu, Charles melirik Tiffany dan bertanya sambil mengangkat alis, "Selera temanmu cuma begini?"Tiffany hanya bisa terdiam. Dia tahu, Julie menjalin hubungan dengan Samuel mungkin hanya karena kesal atau ingin balas dendam.Namun, Tiffany baru menyadari bahwa Samuel ternyata orang yang begitu tidak bisa diandalkan .... Hanya dengan beberapa kata dari Zara, dia langsung luluh."Sudahlah, jangan marah lagi," ujar Zara sambil tersenyum lembut pada Samuel. Dia melanjutkan, "Kamu pulanglah dan istirahat. Aku jamin dia nggak akan mel
Seisi vila jatuh dalam keheningan. Tiffany, Zara, dan Charles yang menyaksikan kehebohan ini hanya bisa melongo. Di sisi lain, wajah Samuel sudah terlihat sangat masam.Julie menepis tangan Mark dan berseru, "Gila kamu! Aku hanya pacaran normal, apa maksudmu dengan merusak diri? Kamu sudah menolakku, kenapa aku nggak boleh ...."Mark menggertakkan gigi. Matanya terlihat berapi-api.Julie menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dia terlihat putus asa dan sedih saat berkata, "Mark, aku benar-benar nggak tahu apa maumu! Selama 19 tahun aku hidup, ada berbagai pemuda yang mengejarku. Tapi, aku nggak pernah meladeni mereka. Aku mengakukan cinta padamu karena ingin berada di sisimu dan menjagamu ...."Julie menarik ingusnya. Pada akhirnya, dia tidak menceritakan masalah ginjalnya.Air mata jatuh berderai di pipinya. Julie menggertakkan gigi dan melanjutkan, "Kamu menolakku. Kamu menyuruhku untuk menghargai orang yang ada di depanku."Julie melirik ke arah Samuel dan berucap lagi, "Jadi, aku men
Charles tertawa kecil dan berkata, "Aku bisa merias wajahmu. Kemampuanku lumayan oke, lho. Fitur wajahmu sekarang sudah lumayan bagus. Wajah seperti apa yang kamu inginkan? Aku bisa meriasnya untukmu."Charles memiliki banyak hobi. Belakangan ini, dia tertarik pada seni riasan, tetapi dia belum menemukan wanita yang pas untuk menjadi pasangan berlatihnya. Zara kebetulan bisa membantunya."Oke, sekarang sudah larut. Kalian semua istirahat dulu. Tiffany, aku tidur duluan," ucap Sean sambil berdiri.Sebelum Tiffany sempat menjawab, Sean sudah berbalik dan melangkah ke lantai atas. Punggung pria itu terlihat kesepian.Tiffany hendak menyusul Sean, tetapi Charles menahannya dan berkata, "Biarkan dia sendiri dulu. Dia butuh waktu untuk mencerna semua informasi yang diterimanya. Bagaimanapun, dia baru mendengar kalau kakak yang disayanginya itu sudah menyakiti Zara."Tiffany menghela napas dan memutuskan untuk tinggal sebentar di ruang tamu.Sekarang sudah lewat tengah malam. Samuel yang tadi
Saat Zara berusia tujuh tahun, keluarganya bertanya apakah dia ingin menjadi gadis yang lebih cantik dan hebat. Dia tentu saja mengiakan dengan gembira.Kala itu, Keluarga Winata hanyalah keluarga yang terpuruk dan tanpa pendukung. Ketika ayahnya bertanya apakah Zara ingin keluarganya hidup lebih baik, dia mengangguk. Ketika ayahnya bertanya lagi, apakah Zara rela menderita supaya semua orang bisa hidup lebih baik, dia tetap mengangguk.Lantaran wajahnya mirip dengan Sanny semasa kecil, sejak itu Zara "beruntung" terpilih sebagai pengganti S di masa depan.Masa kecil Zara dihabiskan dengan dikurung di sebuah ruangan bersama seorang wanita yang wajahnya sudah rusak. Dia dicambuk dan dicaci tanpa belas kasihan.Mereka menanamkan cip di tubuh Zara agar dia menurut dan berada dalam kendali penuh wanita itu. Mereka juga mengoperasi Zara hingga dia terlihat hampir identik dengan wanita itu sebelum wajahnya cacat.Semua orang berkata bahwa dirinya terlahir untuk menjadi Sanny yang kedua. Namu
"Kenapa kamu datang malam ini?" tanya Tiffany."Ada seseorang yang kelewat khawatir. Aku juga mencemaskanmu," sahut Sean sambil mengusap kepala istrinya.Tidak lama kemudian, api berhasil dipadamkan. Berhubung Tiffany masuk menerobos api dan menyelamatkan peralatan fotografi, kerugian mereka tidak terlalu besar.Namun, koper Tiffany, Julie, dan Samuel sudah hangus dimakan api. Mereka juga tidak punya tempat untuk tidur malam ini.Tiffany mengusulkan agar mereka tidur di vila yang disewa oleh Sean dan Mark. Mereka juga bisa membawa Zara yang pingsan ke sana.Setelah memeriksa Zara untuk beberapa saat di kamar, dokter desa keluar dengan membawa sebuah benda kecil berwarna putih. Dia berkata, "Kondisi gadis ini sedikit spesial."Dokter menaruh benda itu di atas meja kopi dan melanjutkan, "Aku menemukan benda ini di bawah kulit lehernya."Mark mengernyit dan mengangkat benda itu untuk mengamatinya. Dia bertanya, "Benda apa ini?""Alat penyadap," gumam Sean dengan alis berkerut."Alat penya
Saat ketiganya sudah menjauh dari lokasi kebakaran, warga desa sudah tiba. Orang-orang dari klub fotografi juga sudah kembali.Warga desa sibuk memadamkan api. Sementara itu, Julie bergegas mendekat dengan mata merah. "Tiffany!" panggilnya.Di belakang Tiffany, Sean menurunkan Zara yang pingsan karena menghirup asap ke tanah. Dia berkata, "Panggil dokter."Chelsea menyahut sambil mengangguk, "Dokter sudah dalam perjalanan!"Kobaran api kian membesar. Semua orang mundur ke jalan kecil di luar halaman. Tiffany masih memegang kamera berharga di tangannya."Kenapa bisa tiba-tiba kebakaran? Tanah di pegunungan lembap, seharusnya nggak mudah terbakar!" ucap Chelsea sambil mondar-mandir dengan gelisah.Sean mengambil handuk yang diberikan Julie dan menyeka noda jelaga di wajahnya sambil berkata, "Nggak aneh kalau ada seseorang yang sengaja menyulut api.""Zara!" Tepat ketika Sean selesai bicara, Penny menyeruak dari tengah kerumunan. Dia langsung menggenggam tangan Zara, cemas saat melihat ba