Tiffany mengernyit dan merasakan suatu firasat ....Saat ini, terdengar suara dari lantai atas. Tiffany tanpa sadar mendongak dan memandang ke atas.Seorang pria berpakaian hitam tampak perlahan-lahan menuruni tangga. Tubuhnya tinggi dan ramping. Sosoknya dipenuhi wibawa. Setiap gerakannya sungguh elegan.Kini, wajah dingin itu tidak ditutupi oleh sutra hitam lagi. Meskipun tidak terlihat semisterius dulu lagi, tatapannya tetap tajam dan angkuh.Tiffany termangu menatapnya. Kemudian, dia akhirnya bereaksi. Ternyata yang seranjang dengannya bukan Mark, melainkan Sean!Tebersit keterkejutan sekaligus kegembiraan pada tatapan Tiffany! Dia tahu dirinya bukan orang yang bertindak sembarangan saat mabuk!Untuk sesaat, Tiffany ingin sekali menyerbu ke depan dan memeluk Sean! Hanya Tuhan yang tahu betapa paniknya dia saat mengira pria di sampingnya adalah orang lain!Namun, begitu Tiffany mengambil langkah, dia sontak berhenti. Dia teringat pada semua yang terjadi di vila malam itu. Bahkan, Ti
Tiffany merasa tidak berdaya. Dia terpaksa kembali ke meja makan dan bersiap-siap untuk sarapan.Sean tiba-tiba mendongak untuk melihat rambut Tiffany yang agak berantakan. Dia memperingatkan, "Gosok gigi dan cuci muka dulu. Rambutmu juga harus dikuncir ulang."Tiffany sangat syok saat bangun tidur tadi. Dia mengira yang tidur di sampingnya adalah Mark. Makanya, yang ada di benaknya hanya kabur. Dia tidak sempat menggosok gigi dan mencuci wajah lagi.Dengan demikian, dengan wajah memerah karena malu, Tiffany buru-buru berlari ke kamar mandi.Mark sungguh mengagumi Sean. "Bukannya orang bilang Tiffany merawatmu seperti kamu adalah anaknya?"Kenapa malah terbalik? Sepertinya Sean yang merawat Tiffany. Sean yang selalu bersikap dingin dan angkuh malah bersikap seperti seorang ibu?Sean mendongak dan melirik dengan kesal. "Apa ada orang yang bisa kamu rawat?"Mark kehabisan kata-kata. Atas dasar apa Sean meremehkan dirinya yang jomblo? Dia tiba-tiba memeluk Chaplin dan berseru, "Aku bisa m
"Di desamu ada dokter sehebat itu? Gimana kalau suruh dokter itu ngajar di kampus kita? Suamimu sudah buta bertahun-tahun, tapi dia masih bisa menyembuhkan matanya!"Tiffany hanya bisa mencebik. Setiap kali membahas masalah ini, suasana hatinya akan menjadi buruk. Dia memukul piringnya dengan sendok, lalu menyahut, "Bukan dokternya yang pintar. Dia memang nggak buta."Julie sontak tertegun. Dia berbisik, "Tiff, jangan sembarangan bicara. Gimana mungkin ... suamimu nggak buta?""Dia memang nggak buta." Tiffany menarik napas dalam-dalam. "Aku juga baru tahu semalam."Julie membeku. "Itu artinya ... dia menipu semua orang termasuk kamu?""Nggak termasuk semua orang." Tiffany tersenyum getir. "Valerie yang kita temui di Restoran Violet hari itu, tahu kebenarannya. Cuma aku yang nggak tahu."Julie bisa melihat kesedihan dan kekecewaan pada tatapan Tiffany. "Jangan cemas. Aku tahu di hati Sean, kamu lebih penting daripada wanita bernama Valerie itu.""Valerie masih belum siuman. Tapi, Sean n
Julie termangu. Dia tanpa sadar bangkit dan memberikan kursinya kepada Sean.Sean duduk dengan elegan. Sofyan segera memindahkan makanan yang telah dimakan setengah oleh Julie, lalu menyajikan makanan yang baru dibeli.Tiffany meletakkan sendoknya. "Julie, aku sudah selesai makan."Usai berbicara, Tiffany bangkit dan hendak pergi. Namun, Chaplin menghalanginya.Tiffany mengernyit. "Minggir."Chaplin berkata, "Kamu belum kenyang"Tentu saja! Tiffany baru makan sesuap! Bagaimana dia bisa kenyang? Namun, dia tidak ingin makan bersama Sean!Setiap kali melihat Sean, Tiffany akan teringat pada kejadian sebelumnya. Apalagi, Julie mengatakan Sean sebenarnya melihat semua yang dilakukan Tiffany di hadapannya!Tiffany merasa sangat malu sekaligus kesal, karena Sean ternyata tahu dirinya menonton video itu di malam pertama mereka. Belum lagi Tiffany yang mengganti pakaian di hadapan Sean ....Tiffany ingin sekali melemparkan kedua telur ayam yang ada di meja ke kepala Sean! Dulu dia tidak tahu S
"Kalau nggak salah, kamu yang bilang ingin aku menyuapimu di kantin, 'kan?""Aku ...." Wajah Tiffany memerah.Julie yang duduk di samping pun tidak bisa menahan tawanya. Tiffany ini benar-benar bodoh. Masa membuat permintaan seperti itu?Tiffany makin canggung dibuat Julie. "Julie, dengarkan penjelasanku dulu. Aku ...."Tiffany berbicara seperti itu supaya Sean punya motivasi untuk mengobati matanya. Dia ingin Sean mendambakan kehidupan setelah penglihatannya pulih.Namun, sekarang ucapannya itu malah menjadi senjata Sean untuk mengejeknya. Tiffany merasa jengkel. Dia hanya bisa menunduk dan menggerogoti paha ayam.Setelah paha ayam habis, Tiffany mengangkat tangannya untuk mengambil tisu. Tiba-tiba, sebuah tangan besar dijulurkan ke depannya. "Angkat kepalamu."Tiffany spontan mengangkat kepalanya. Sean langsung menyeka bibir Tiffany dengan tisu."Mana tanganmu?"Tiffany menjulurkan tangannya. Sean membantunya menyeka tangannya.Sean sangat tampan kalau serius begini. Tiffany termangu
Sebelum Tiffany sempat menghentikannya, Chaplin juga sudah pergi bersama Julie. Tiffany hanya bisa terdiam. Begitu Chaplin pergi, di tempat itu hanya tersisa Tiffany dan Sean berduaan. Tiffany berjalan di depan dengan sedikit kesal, sementara Sean mengikuti di belakang sambil memayunginya."Tiff!" Dari kejauhan, terlihat seorang kakak senior di fakultas yang memanggilnya. "Lagi jalan-jalan sama pacar ya?"Wajah Tiffany langsung memerah. "Bukan ...."Kakak senior itu sama sekali tidak mendengar suaranya. Pandangannya terus tertuju pada Sean. "Wah pacarmu ini lumayan ganteng juga. Ketemu dari mana?"Wajah Tiffany kini telah merah padam. "Kak ...." Tiffany benar-benar tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya!Sebelum Sean datang ke kampus, semua orang di kampus mengira dia masih lajang. Hanya segelintir orang yang mengetahui tentang pernikahannya dengan Sean. Kini begitu Sean datang, semua orang yang melihatnya akan melemparkan tatapan ambigu."Ya sudah, aku nggak godain kamu lagi." Kare
Tiffany kelelahan.Sesampainya di gedung olahraga, dia menoleh ke arah pria di belakangnya yang menarik perhatian semua orang, "Setengah jam lagi aku ada kelas olahraga. Aku harus masuk kelas. Kalau ada pekerjaan, kamu kerjakan saja. Kalau nggak, ya pulang saja. Jangan ikuti aku terus!"Setelah berkata demikian, dia langsung berbalik dan masuk ke gedung olahraga. Namun, setelah berjalan beberapa langkah, dia merasa tidak tenang dan menoleh lagi. Pria itu berdiri di depan pintu dengan elegan sambil melipat payung. Tampaknya dia benar-benar tidak berniat mengikuti Tiffany lagi.Tiffany menghela napas lega dan berjalan menuju gedung olahraga dengan tenang. Di lapangan rumput dalam gedung, Julie sudah duduk di sana sejak lama. Melihat Tiffany masuk, dia langsung melambaikan tangan, "Di sini, di sini!"Tiffany yang sudah kelelahan, langsung berlari ke arahnya dan berbaring di samping Julie sembari menikmati aroma segar rumput, "Aku nggak tahu cewek-cewek di kampus kita ternyata seberani itu
Secara refleks, Tiffany mengangkat kepalanya. Benar saja, pria yang sedang berjalan mendekati barisan mereka dengan mengenakan pakaian olahraga abu-abu itu, siapa lagi kalau bukan Sean?Namun ....Tiffany menggigit bibirnya. Selain saat dia memakai baju latihan, mungkin ini adalah pertama kalinya Tiffany melihat Sean mengenakan pakaian olahraga. Ternyata, kalau wajahnya memang sudah tampan, bahkan memakai karung goni pun akan tetap terlihat menawan.Pakaian olahraga yang dia kenakan sama persis dengan milik guru olahraga botak di sebelahnya. Namun, kostum yang terlihat seperti baju rumahan di guru olahraga itu, malah tampak seperti pakaian model kelas dunia saat dipakai oleh Sean."Wow, guru pengganti ini ganteng banget!""Ganteng banget! Tubuhnya juga keren!""Matanya itu tajam banget! Eh, dia lihat aku, dia lihat aku! Aaaah!"Obrolan para mahasiswi di sekitarnya terus terdengar. Tiffany menggigit bibirnya, merasa memiliki suami tampan terkadang bukan hal yang menyenangkan ...."Halo
"Aku mengenalmu lebih baik dari siapa pun."Ketika kalimat itu diucapkan dengan suara rendah oleh Sean, hati Tiffany tak kuasa bergetar. Baik lima tahun yang lalu maupun sekarang, kalimat ini selalu membawa kehangatan aneh setiap kali mendengar Sean mengatakannya.Terutama di saat seperti ini. Mereka telah terpisah selama lima tahun penuh. Lima tahun sudah cukup untuk mengubah banyak hal, cukup lama untuk membuat seseorang menjadi pribadi yang benar-benar berbeda.Namun, setelah bertemu lagi dan di saat dirinya difitnah, Sean masih bisa duduk dengan tenang di kursi belakang mobilnya dan berkata, "Aku mengenalmu lebih baik dari siapa pun."Perasaan dan ketulusan seperti ini membuatnya tersentuh. Tiffany menarik napas dalam-dalam. Senyuman tipis terukir di sudut bibirnya. "Kalau begitu, terima kasih, Pak Sean.""Sama-sama, Dok Tiff." Sean menyandarkan kedua lengannya di belakang kepala. "Tapi, kulihat tadi ada beberapa mahasiswa yang mengambil foto di kelas. Aku rasa masalah ini nggak ak
"Malam ini aku masih ingin makan pangsit buatanmu."Tiffany memutar matanya. "Nggak mood buat."Dia benar-benar tidak mengerti kenapa tiba-tiba muncul seseorang yang ingin memperjuangkan keadilan untuk Zion, seolah-olah dia adalah orang jahat di sini.Cedera tangan Tiffany sangat parah dulu. Setiap beberapa waktu, dia harus pergi ke Elupa untuk menjalani perawatan.Suatu kali, saat dia sedang dalam perjalanan untuk berobat, rumah sakit menerima pasien dengan kondisi medis yang sangat kompleks.Tanpa mengabari Tiffany, Zion merasa kondisi pasien sangat mirip dengan salah satu kasus yang pernah dia tangani bersama Tiffany sebelumnya.Demi membuktikan kemampuannya, dia nekat mengajukan diri untuk menangani operasi, bahkan berbohong kepada rumah sakit bahwa rencana operasinya adalah hasil arahan Tiffany.Saat itu, kondisi pasien cukup mendesak. Karena pihak rumah sakit tidak dapat menghubungi Tiffany, mereka pun memercayai Zion.Akibatnya, terjadi insiden medis yang cukup besar. Jika bukan
Quinn tertegun sejenak, baru menyadari bahwa Sean sedang menyindirnya dengan kata-katanya sendiri. Wajahnya langsung memerah karena marah. "Aku hanya nggak tahan melihat ini terjadi!""Kalau begitu, ada satu pertanyaan." Sean tersenyum tipis. "Bahkan kamu, seorang mahasiswa biasa, bisa nggak tahan dan tahu soal 'kebenaran' ini. Tapi anehnya, rahasia sebesar ini bisa tersembunyi begitu dalam, sampai-sampai seluruh dunia medis Kota Kintan nggak mengetahuinya dan butuh mahasiswa sepertimu menegakkan keadilan?"Wajah Quinn langsung pucat pasi. Dia menggigit bibirnya, ingin mengatakan sesuatu lagi, tetapi Tiffany sudah melangkah naik ke podium dengan ekspresi tenang. Hanya alisnya yang berkerut sedikit."Tentang insiden malapraktik Zion, aku jarang membicarakannya. Dia adalah murid pertamaku dan dulu adalah rekan terbaikku. Saat insiden itu terjadi, aku benar-benar sedih dan terpukul.""Aku nggak ingin orang lain menghakimi dirinya dan aku juga memahami perasaannya saat itu. Tapi, dia mema
Semakin berbicara, Quinn semakin emosi. Hingga akhirnya, dia langsung menangis tersedu-sedu.Dia menepis tangan satpam yang menahannya, suaranya penuh dengan isak tangis. "Tiffany! Jangan kira aku nggak tahu rahasiamu! Kamu punya dua anak! Kamu juga punya seorang suami!""Tapi, pria yang selalu ada di sisimu ini sudah mengejarmu sejak lama! Kamu bukan hanya tidak menolaknya, tapi bahkan pernah masuk hotel bersamanya!"Setelah berkata demikian, Quinn langsung menunjukkan sebuah foto dari ponselnya. Di foto itu, terlihat Tiffany sedang membantu Sean masuk ke hotel setelah makan malam di restoran. Saat itu, Sean mengalami sakit perut karena makan makanan yang terlalu pedas.Karena sudut pengambilan gambar, foto itu tampak seperti Tiffany tersenyum bahagia sambil menggandeng lengan Sean dengan mesra.Foto itu ditambah dengan tuduhan yang dilontarkan Quinn, membuat seluruh kelas langsung gempar!Di Kota Kintan, Tiffany adalah ahli bedah jantung nomor satu. Dia adalah sosok yang dihormati da
Menghadapi tuduhan tak berdasar dari Quinn, Tiffany tersenyum dingin. Tak ada lagi kelembutan di matanya seperti sebelumnya.Tiffany tahu bahwa bersikap terlalu baik hanya akan membuat seseorang dimanfaatkan dan dirugikan.Dia menatap Quinn dengan tatapan dingin. "Aku bermain dengan banyak orang? Aku bahkan nggak ingat aku pernah 'bermain' denganmu. Apa aku perlu membuktikan dengan fakta bahwa aku sudah punya anak untuk memberitahumu aku ini bukan lesbian?"Kata-kata Tiffany membuat seluruh ruangan kelas tiba-tiba sunyi. Sesaat kemudian, para mahasiswa mulai tertawa terbahak-bahak.Quinn tertegun, mungkin dia tidak menyangka Tiffany akan menanggapinya dengan kalimat seperti itu.Namun, dia segera tersenyum sinis, menatap Tiffany dengan dingin. "Akhirnya kamu menunjukkan sisi aslimu. Aku sudah berkali-kali bilang pada Kak Zion kalau kamu ini munafik, tapi dia nggak percaya!""Sekarang akhirnya kamu memperlihatkan wajah aslimu, 'kan? Kamu sama sekali nggak baik, nggak manis, dan cuma wan
Namun, tak pernah sekali pun Xavier mengirimkan mawar, apalagi buket sebesar ini.Selain itu, sejak setahun yang lalu, setelah Tiffany meminta Xavier untuk tidak lagi mengirimkan bunga, dia memang tidak pernah lagi menerima bunga dari Xavier."Bu, ini dari suamimu ya?" Seorang mahasiswi di barisan terdepan tersenyum menatap Tiffany. "Kamu beruntung sekali!"Tiffany tertawa dengan canggung. Karena dia memiliki dua anak, banyak orang sering bertanya tentang ayah dari anak-anaknya.Akhirnya, Tiffany dan Xavier sepakat bahwa di depan orang lain, mereka akan mengaku sebagai pasangan suami istri. Dengan begitu, Tiffany bisa menolak para pria yang mencoba mendekati, sekaligus menghindari pertanyaan tentang mengapa dia menjadi ibu tunggal.Jadi, di mata banyak orang, Xavier memang adalah suaminya. Hanya beberapa orang yang tahu bahwa hubungan mereka sebenarnya lebih seperti saudara."Cih." Mahasiswi yang tadi bertanya, Quinn, tersenyum mencela. Di tengah kerumunan yang merasa iri terhadap Tiff
Sore itu, Tiffany memiliki kelas di Universitas Kedokteran Kintan. Seperti biasa, dia mempersiapkan materi sesuai dengan kebiasaan mahasiswa dan memulai kelas tepat pukul 2 siang.Sebagai dokter bedah jantung terbaik di Kota Kintan, Tiffany sangat percaya diri bahwa dia bisa memberikan materi dengan baik.Namun, di kelas sore itu, dia bertemu dengan seorang mahasiswi yang sengaja mencari gara-gara. "Bu."Saat sesi tanya jawab, seorang mahasiswi berdiri dan menatap Tiffany. "Apakah semua penyakit jantung bisa disembuhkan?"Tiffany mengangguk. "Secara teori, kalau jantungnya nggak hancur total, dengan kemajuan medis saat ini, semua penyakit jantung dapat diobati."Mahasiswi itu menyipitkan matanya. "Tapi, kalau sejak awal sebuah jantung sudah rusak, apakah jantung itu bisa diperbaiki dengan keahlianmu?"Tiffany segera menyadari bahwa yang dimaksud oleh mahasiswi itu bukan "jantung" yang sedang dibahas dalam kelas.Namun, dia tetap tersenyum lembut. "Nggak ada jantung yang sejak awal rusa
Tiffany mengernyit, keluarga Sanny?"Maksudmu Conan?" Dia mengerutkan kening dan hendak membuka data rawat inap Sanny. "Kenapa? Perlu menghubungi keluarganya untuk pembayaran? Kenapa nggak langsung ke bangsalnya saja?""Bukan, bukan!" Suster muda itu buru-buru menggeleng, wajahnya memerah karena gugup.Suster lain tersenyum penuh arti ke arah Tiffany. "Kami bukan membicarakan suaminya! Tapi ... adiknya. Kudengar adiknya masih lajang lho!"Tiffany tertegun. "Adiknya?" Sean?"Ya." Para suster mulai saling mendorong dengan wajah memerah. "Dia ganteng banget!""Kudengar dia juga kaya raya. Uang itu nomor dua, yang penting itu wajahnya! Apalagi, auranya begitu luar biasa. Setiap gerak-geriknya buat orang jatuh hati ...."Setelah bergosip panjang lebar, mereka akhirnya memandang Tiffany dengan penuh harapan. "Dok Tiff, kamu 'kan sudah nikah. Kamu pasti nggak ngerti perasaan kami para jomblo saat melihat pria berkualitas tinggi ....""Kami sudah berdiskusi lama dan akhirnya memutuskan untuk m
"Karena aku bukan bagian dari Keluarga Tanuwijaya. Aku tahu kapan harus bersikap profesional."Tiffany tersenyum menatap Conan dengan tatapan sedingin es. "Jangan berpikir terlalu jauh. Aku bersedia mengoperasi Sanny bukan karena ingin berdamai dengan Keluarga Tanuwijaya, juga bukan karena aku memilih untuk memaafkan.""Pertama, aku adalah seorang dokter dan dia adalah pasien. Tugas seorang dokter adalah merawat pasien. Karena kalian datang ke rumah sakit kami, sudah menjadi kewajibanku untuk memberikan yang terbaik.""Kedua, penyakitnya hampir sama dengan yang dialami ibuku dulu. Aku mengoperasinya karena penyakit ini sangat langka dan aku telah meneliti kasus ini selama hampir lima tahun. Aku butuh praktik."Setelah mengatakannya, Tiffany mendongak menatap Conan. "Masih ada pertanyaan?"Conan membuka mulutnya, tetapi tidak bisa berbicara. Sesaat kemudian, dia menarik napas dalam-dalam. "Kalau begitu, karena penyakit istriku sama seperti yang dialami ibumu, ke depannya ...."Tiffany m